Para Siswa Sekolah Pedalaman Menebar Inspirasi Keberhasilan Literasi

Analisadaily (Jakarta) - Mayla Arista Widya, siswi kelas 6 SDN 173 Tanjung Benanak, Tanjung Jabung Barat, Jambi, memperlihatkan buku-buku buatannya dan teman-teman sekelasnya.

Sekolah Mayla berada di perkampungan transmigrasi SP3 daerah perkebunan sawit. Walaupun berada di pedalaman, sekolahnya tetap mengembangkan program budaya baca secara konsisten. 

Setiap hari selama 15 menit siswa difasilitasi membaca buku bacaan yang disukainya. Di setiap kelas, sekolah sudah menyediakan pojok baca yang berisi sekitar 30 buku bacaan.

Mayla dalam sebulan mengaku terbiasa membaca minimal 8 buku cerita fiksi seperti novel atau komik. Setelah senang membaca, Mayla merasakan menjadi lebih mudah dalam menuliskan ide menjadi sebuah buku.

“Dalam membuat laporan percobaan IPA, kami juga menulis laporannya dalam bentuk buku tutorial. Misalnya buku tutorial membuat kincir angin, praktik membuat rangkaian listrik lampu lalu lintas, cara kerja parasut, simetri lipat, dan masih banyak lagi,” katanya sambil menunjukkan 3 buku tulisan tangannya di stan pameran sekolah mitra Tanoto Foundation pada acara Festival Literasi Sekolah (FLS) 2018 Kemendikbud, Jakarta, akhir bulan Oktober 2018.

Sementara M. Rizky Azhar, siswa kelas 3 SD RGM Bloksongo, Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara, menunjukkan piramida cerita buatannya yang berjudul Danau Toba dan Pulau Samosir.

Rizky bersama 4 temannya menceritakan kembali buku dongeng nusantara yang dibacanya melalui piramida cerita yang dibuat. Piramida tersebut memiliki empat sisi yang setiap sisi digambar sesuai alur cerita yang ingin siswa ceritakan sesuai imajinasinya.

“Piramida cerita ini dibuat untuk memudahkan kami menceritakan kembali isi buku yang sudah dibaca. Kami bekerja sama dengan teman kelompok membuat piramida cerita. Ada yang menggambar, mewarnai, atau membuat tulisan singkat tentang cerita di setiap sisinya,” kata Rizky.

Ragam kreativitas dampak dari siswa senang membaca, mendapat apresiasi dari Hamid Muhammad, Dirjen Dikdasmen Kemendikbud. Dia mengaku senang dengan perkembangan literasi di sekolah mitra Tanoto Foundation tersebut.

“Anak-anak ini sudah menunjukkan minat dan kemampuan membacanya yang sangat baik. Melalui acara Festival Literasi Sekolah ini praktik baik dari program literasi sekolah bisa saling dibagikan dan dipelajari untuk dikembangkan kembali,” tukasnya.

Perlu Waktu Tiga Tahun

Kepala SDN 173 Tanjung Benanak, Mutia Lafrida, diperlukan waktu setidaknya tiga tahun. Dia memulainya pada 2012 dengan membedah perpustakaan sekolah menjadi tempat membaca yang menyenangkan untuk siswa. Kegiatan membaca buku bacaan juga dimulai hanya setiap Sabtu.

“Awalnya kami dilatih dan didampingi Tanoto Foundation agar anak-anak senang membaca buku kesukaannya. Setelah tiga tahun saya melihat mulai ada perkembangan. Setelah Kemendikbud menyanangkan kegiatan membaca buku 15 menit setiap hari, siswa kami sudah terbiasa dengan kegiatan membaca,” kata Mutia.

Setelah siswa senang membaca, Mutia mulai berfokus untuk melatih siswa bisa memahami isi buku yang dibaca. Misalnya menggunakan dadu pertanyaan 5W + 1H. Siswa di kelompok kecil diminta melempar dadu pertanyaan secara bergantian. Bila muncul kata ‘siapa’ maka siswa harus menjawab pertanyaan terkait ‘siapa’ di buku yang dibacanya.

“Siapa tokoh cerita yang ada di dalam buku? Maka siswa menceritakan tokoh pada isi buku yang dibacanya. Kegiatan ini membuat siswa lebih tertantang untuk memahami isi buku dengan kegiatan yang menyenangkan,” terang Mutia.

Kegiatan untuk memahami dan menceritakan buku semakin berkembang. Para guru melatih ragam kreativitas siswa yang sudah senang membaca.

Seperti dengan membuat piramida cerita, diorama, buku hasil tulisan siswa, poster bedah buku, dan masih banyak lagi. Semua hasil kreativitas siswa senang membaca tersebut dipamerkan dalam Festival Literasi Sekolah.

Mutia juga memamerkan buku tulisannya yang mengurai detail tantangan guru yang mengajar di sekolah pelosok perkampungan transmigrasi. Dalam buku tersebut juga diulas dukungan Tanoto Foundation dalam mengubah sekolahnya menjadi sekolah yang konsisten melaksanakan budaya baca.

Perpustakaan Kecil yang Berprestasi

Pustakawan SD RGM Bloksongo, M. Prasetya, dalam pameran FLS, juga menampilkan perpustakaan sekolahnya yang inspiratif.

Walaupun ruang perpustakaan sekolah yang sempit, sekitar 23 meter persegi, tetapi mereka berhasil menjadi juara 1 perpustakaan SD terbaik sekabupaten dan pada tahun 2018 meraih juara 2 perpustakaan SD terbaik seprovinsi Sumatera Utara.

Beragam program dijalankan sekolah untuk meningkatkan layanan kemudahan membaca buku pada siswanya. Misalnya, menata perpustakaan menjadi tempat membaca yang nyaman dan menyenangkan untuk membaca dan belajar.

Perpustakaan yang dulunya pengap dan jarang digunakan direnovasi dan diberi karpet agar siswa bisa lesehan membaca. Buku-buku bacaan rutin diperbarui dengan menggandeng perpustakaan daerah, masyarakat, dan mengalokasikan dari dana BOS.

Setelah perpustakaan diperbaiki, sekolah membuat program agar semua siswa rutin mengunjungi perpustakaan yang dimanfaatkan untuk sumber belajar. Ada juga program membaca buku yang disenangi setiap hari, pondok baca, sudut baca, duta baca, dan mengukur kemampuan efektif membaca dengan instrumen KEM atau kecepatan efektif membaca.

“Dampaknya sekarang lebih dalam sebulan lebih dari 70 siswa rutin membaca di perpustakaan. Padahal sebelumnya tidak lebih dari 18 siswa,” kata Prasetya.

Pada acara FLS 2018 ini, dipamerkan beragam perkembangan literasi 45 stan dari Kemendikbud, mitra kementerian/lembaga, mitra Pemda, komunitas literasi, penerbit, dan mitra CSO seperti Unicef, Inovasi Kaltara, Tanoto Foundation, dan The Asia Foundation.

()

Baca Juga

Rekomendasi