Tenaga Perhotelan Wajib Bersertifikat

PERTUMBUHAN hotel di Sumut, khususnya di Kota Medan selama lima tahun terakhir cukup signifikan. Tidak saja hotel berbintang yang mengalami penambahan, tapi juga hotel nonbintang juga banyak bermunculan.

Bertambah hotel di Kota Medan, tentu membutuhkan tenaga terampil di bidang perhotelan. Lantas apa yang dilakukan agar tenaga kerja di Sumut dapat bersaing? Berikut ini petikan wawancara dengan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumut dan Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Hotel dan Pariwisata (Hotpari) Deni S Wardhana, Rabu (31/10).

Analisa: Lima tahun terakhir hotel di Sumut bertambaht, apakah iniindikasi sektor pariwisata di Sumut sudah meningkat?

Deni: Saya rasa jumlah hotel di Sumut tidak bertambah. Tapi kalau di Medan memang benar, karena adanya kegiatan yang dilaksanakan pemerintah daerah dan pusat. Seperti eksebisi, seminar, dan sebagainya. Misalnya MTQN yang baru lalu, tentu berpengaruh pada hunian hotel. Sedangkan bila dilihat dari sektor pariwisata, belum berpengaruh pada hunian hotel. Kalau di Berastagi, saya melihat lebih dikarenakan adanya berbagai acara yang dilaksanakan di sana, bukan karena pariwisata.

Analisa: Apa upaya PHRI agar jumlah hotel tumbuh secara merata di Sumut?

Deni: Pertumbuhan hotel tidak terlepas dari jumlah kunjungan ke suatu daerah. Semakin banyak orang yang berkunjung, otomatis investor akan tertarik mendirikan hotel. Untuk mendirikan hotel butuh investasi besar. Kalau objek wisata di Sumut dapat menjadi daya tarik pengunjung, saya yakin akan ada investor yang mau mendirikan hotel.

Analisa: Dari kebanyakan hotel, apa sudah memenuhi standar?

Deni: Harusnya hotel punya standarisasi agar tamu yang datang merasa nyaman. Tapi sejak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Peraturan Menteri Pariwisataan dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor PM.53/HM.001/MPEK/2013 tentang Standar Usaha Hotel, PHRI tidak terlibat dalam menentukan standar hotel. Jadi PHRI Pusat sedang memperjuangkan agar PHRI dapat berkontribusi dalam menilai standar hotel dengan memberikan rekomendasi.

Analisa: Bagaimana dengan kualitas tenaga perhotelan di Sumut?

Deni: Pasal 53 UU Kepariwisataan menyebut, tenaga kerja di bidang kepariwisataan memiliki standar kompetensi. Sertifikasi kompetensi dilakukan lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi. Kebetulan saya adalah Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Hotel dan Pariwisata (Hotpari) yang mendapat wewenang dari Kementerian Pariwisata untuk uji kompetensi kepada tenaga kerja perhotelan.

Untuk Sumut, baru LSP Hotpari. Tahun ini LSP Hotpari mendapat kouta dari Kementerian Pariwisata untuk menguji kompetensi tenaga kerja hotel di Sumut sebanyak 1.800 orang. Tapi belum sampai setahun kouta yang diberikan itu sudah terselesaikan. Kami juga dipercaya melakukan uji kompetensi ke Banda Aceh. Jadi total tenaga kerja yang telah disertifikasi LSP Hotpari tahun ini sebanyak 2.300 orang. Tahun depan LSP Hotpari mengusulkan penambahan kouta hingga 2.500 orang. Kami berharap usulan ini dapat diterima, sehingga semakin banyak tenaga kerja perhotelan di Sumut yang bersertifikat (kompetensi).

Analisa: Tenaga kerja apa saja yang harus diuji kompetensi?

Deni: Banyak. Tentu saja tidak semua bidang kerja yang diuji LSP Hotpari. Hanya beberapa saja, yakni departemen front office meliputi front office Spv, reception, operaor telepon, dan bellboy. Kemudian housekeeping meliputi floor Spv, room attendant, public area, dan laundry attendant. F&B service meliputi head waiter dan waiter.

Analisa: Apakah setiap orang bisa ikut uji kompetensi?

Deni: Tentu saja mereka yang telah bekerja di bidang yang diujikan, minimal satu tahun atau memiliki latar belakang pendidikan/pelatihan di bidang yang akan diuji. Saat ini kouta yang ada hanya untuk anggota PHRI. Kalau dilihat dari kouta yang diberikan, yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dalam beberapa tahun ke depan tenaga kerja perhotelan di Sumut bisa tersertifikasi semua.

Analisa: Bagaimana dengan tenaga kerja di hotel nonbintang apa juga harus bersertifikat?

Deni: Seharusnya. Tapi saat ini masih difokuskan kepada tenaga perhotelan di hotel berbintang. Dua tahun terakhir ini, Dinas Pariwisata Medan juga sudah membuat pelatihan dan uji kompetensi untuk tenaga kerja hotel nonbintang.

Analisa: Begitu pentingkah uji kompetensi kepada tenaga perhotelan?

Deni: Tentu saja sangat penting. Dengan adanya uji kompetensi akan diketahui apakah tenaga kerja berkompoten atau tidak. Dengan memiliki sertifikat, akan lebih mudah mendapat pekerjaan di bidangnya. Sertifikat ini tidak hanya bisa dipergunakan di Indonesia, tapi juga di negara Asean. Bagi pihak hotel tentu akan lebih memilih tenaga kerja yang sudah bersertifikat.

Analisa: Bagaimana dengan lulusan perhotelan yang baru lulus dan belum bekerja?

Deni: Tetap harus ikut uji kompetensi. Beberapa lembaga pendidikan ada yang memiliki LSP sehingga setelah tamat, siswanya mendapat sertifikat kompetensi. Seperti saya katakan tadi, kouta yang diberikan kepada LSP Hotpari masih diperuntukan kepada anggota PHRI secara gratis. Kalau ada lembaga pendidikan yang ingin mandiri menggelar uji kompetensi, bisa meminta LSP untuk menguji.

Analisa: Apa setiap orang bisa mendirikan LSP?

Deni: Bisa. Untuk mendirikan LSP harus mendapatkan izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Masa berlaku Izin LSP tiga tahun dan dapat diperpanjang.

Analisa: Bagaimana dengan tenaga penguji?

Deni: Yang menguji adalah asesor. Asesor bukan pegawai LSP dan independen. Untuk jadi asesor terlebih dahulu mendapat uji kompetensi dari Kementerian Pariwisata dan setiap tiga tahun asesor harus mengikuti ujian ulang.

Analisa: Apa harapan Anda dengan sektor pariwisata?

Deni: Tentu saja kita berharap pariwisata di Sumut bangkit sehingga menciptakan lapangan kerja dan semakin banyak investor yang mau menanamkan mo­dalnya. (fahrin malau)

()

Baca Juga

Rekomendasi