Oleh: Theresia Anggriani Habeahan, S.Ked.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan kelainan histologik, di mana terjadi penambahan jumlah sel (hyperplasia) kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat asli ke perifer. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin, sehingga menimbulkan gangguan miksi.
BPH umumnya menyerang setengah dari populasi pria di atas usia 50 tahun, tetapi ini juga tidak berarti pria berumur di bawah 50 tahun dapat terhindar dari penyakit ini. Prevalensi pria berumur 30 sampai 40 tahun yang menderita BPH sangat jarang, yaitu sekitar 8%. Bertambah usia seorang pria, maka persentase untuk menderita BPH semakin besar.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihydrotestosterone (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Perjalanan Penyakit
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikular.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, t dan divertikel buli-buli. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin (sulit berkemih) yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-bili ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Benign Prostatic Hyperplasia adalah penyakit yang progresif, yang artinya semakin bertambah usia maka akan diikuti dengan:
1. Volume prostat semakin bertambah
2. Laju pancaran urine semakin menurun
3. Keluhan yang berhubungan dengan miksi semakin bertambah
4. Penyulit yang terjadi semakin banyak, di antaranya adalah retensi urine sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan
Gejala Klinis
• Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
• Gejala obstruktif adalah pancaran melemah (loss of force), rasa tidak lampias sehabis miksi (sense of residual urine), kalau ingin miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan (straining), kencing terputus-putus (intermittency).
Pemeriksaan Penunjang Diagnosa
• Rectal Toucher (colok dubur)
Pemeriksaaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rectum, kelainan lain seperti benjolan didalam rectum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur, harus diperhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba.
• PSA (Prostat Specific Antigen)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk meramalkan perjalanan penyakit BPH. Kadar PSA tinggi: pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
• Uroflometri
Pemeriksaan ini mengetahui lama miksi, laju pancaran, waktu yg dibutuhkan utk mencapai pancaran maksimum & vol urin yg dikemihkan. Normal bila hasil : > 15 ml / dtk
• Ultrasonografi (USG)
Dapat dilakukan transabdominal atau trasrektal (transrectal ultrasonography, TRUS). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti divertikulum, tumor, dan batu. Dengan ultrasonografi transrektal, dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat.
• Pemeriksaan CT-N Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat. Sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan.
Penatalaksanaan BPH
Penanganan BPH dapat berupa terapi medikamentosa, terapi bedah terbuka dan juga bedah invasif minimal. Selain itu, untuk BPH ringan, pasien hanya perlu diedukasi dan diamati untuk perkembangan selanjutnya. Terapi BPH dimaksudkan untuk meringankan obstruksi saluran kemih, meningkatkan kualitas hidup dan mencegah progresifitas penyakit.
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah:
1. Memperbaiki keluhan miksi
2. Meningkatkan kualitas hidup
3. Mengurangi obstruksi infravesika
4. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
5. Mengurangi volume residu unrine setelah miksi
6. Mencegah progresifitas penyakit
Terapi Non-Farmakologi
Pasien dengan gejala ringan diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:
1. Tidak minum minuman berkafein dan alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil
2. Diet rendah lemak
3. Meningkatkan asupan buah-buahan dan sayuran
4. Latihan fisik teratur
5. Tidak merokok
6. Mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia
7. Kurangi makanan pedas dan asin
8. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik, di samping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri.
Terapi Farmakologi (Medikamentosa) dan Terapi Bedah
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk:
1. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenegik alfa (adrenergic alpha blocker)
2. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT)
3. Terapi Bedah
Terdapat dua pilihan terapi bedah, yaitu bedah terbuka dan invasive minimal, di mana metode invasive minimal lebih sering dipilih oleh spesialis urologi dalam menangani BPH.
Prognosis
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang dialaminya. Sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.