Oleh: Amru lubis.
SELAT Malaka memiliki potensi strategis yang belum diberdayakan Indonesia secara optimal.
Karenanya, sudah saatnya Indonesia memikirkan konsep dan strategi yang dapat dieksekusi guna merevitalisasi potensi yang dapat mengexplore lebih jauh untuk kepentingan pembagunan nasional.
Demikian Mayjen TNI (Purn) A Chasib dari Lemhanas RI pada seminar nasional “Globalisasi Selat Malaka dalam pembangunan: tantangan dan peluang”, di ruang IMTGT USU Medan, Rabu (12/12).
Dikatakannya, untuk merevitalisasi potensi Selat Malaka diperlukan kegiatan terpadu lembaga terkait dengan berbagai kepentingan, pengelolaan secara partial selama ini, sebaiknya direvisi dengan konsep dan strategi terintegrasi.
Guna memperoleh pencapaian berbagai kepentingan maka senergitas penegak hukum mengawal tol laut harus benar-benar ketat, termasuk ikut dalam mengamankan nelayan Indonesia melakukan kegiatan di perairan Selat Malaka.
Ini guna mengantisipasi penangkapan nelayan Indonesia yang dilakukan aparat Malaysia, dengan alasan menangkap ikan di wilayah Malaysia.
Posisi Selat Malaka yang strategis akan mendorong upaya asing mendapatkan akses dan peran yang lebih, tidak menutup kemungkinan akan adanya tekanan kekuatan di Selat Malaka secara militer.
Karenanya maka pemerintah juga harus menyiapkan diri dari kondisi terburuk yaitu siap menghadapi ancaman, ganguan, hambatan dan tantangan di Selat Malaka, termasuk berbagai perubahan kondisinya.
“Pemerintah harus terus melakukan pengembangan kekuatan maritim untuk mendukung revitalisasi potensi Selat Malaka dengan komitmen konsistensi yang jelas,” paparnya.
Seminar tersebut dibuka Rektor USU Prof Dr Runtung Sitepu SH MHum yang mengatakan seminar ini akan memperkuat keinginan kita bersama untuk melakukan pemanfaatan Selat Malaka sebagai pendapatan negara. Itulah tujuan seminar ini.
Buka mata
Pusat Kajian Selat Malaka Sumatera di USU masih baru, jadi dengan seminar ini akan membuka mata semua pihak yang terkait untuk bersama-sama bagaimana memikirkan Selat Malaka ini ditata pengelolaannya.
Posisi Selat Malaka begitu strategis dan memiliki peluang dalam rangka untuk menjadi sumber devisa negara kita. Dengan pemanfaatan Selat Malaka itu bisa menghasilkan uang, karena merupakan jalur lalu lintas perdagangan.
Jika tidak dikelola secara baik, ada potensi yang belum dimafaatkan untuk mendorong pendapatan nasional, kata Rektor.
Sementara Ketua Pusat Kajian Selat Malaka Sumatera USU Dr Ridwan Hanafiah SH MA mengatakan pada seminar ini diundang 12 universitas yang ada di sekitar Selat Malaka.
Ini pertama sekali Selat Malaka di seminarkan dan sudah 40 tahun masalahnya tidak selesai. Selat Malaka itu panjangnya sekitar 800 km dari Sabang sampai Singapura.
Kalau mau ke laut Cina harus lewat Selat Malaka. Selama ini Selat Makala itu seperti bukan milik kita, tetapi seperti milik negara lain, padahal Selat Malaka itu milik Indonesia.
“Kita lihat peran Selat Malaka itu untuk membangun ekonomi Indonesia belum maksimal. Singapura banyak menghasilkan dollar dari segi pemanfaatan Selat Malaka. Malaysia juga demikian banyak dapat uang dari situ. Kita hanya dapat Rp 1,2 triliun saja per tahun, Malaysia dapat sekitar Rp 7,6 trilliun per tahun dan Singapura mendapat Rp 18,6 trilliun.
Pengelolaan Selat Malaka dari segi ekonomi belum maksimal oleh Republik Indonesia, padahal orang lewat di sana harus bayar. Itu mulai dari Sabang harus sudah dikenakan pajak. Bukan hanya yang 1,5 km itu, Pelindo itu sepertinya hanya bekerja untuk yang 1,5 km itu saja, mengantar dan mengawal kapal tangker ( kapal besar) supaya tidak kandas, maka mesti lewat Selat Malaka itu.
Panjang
Padahal panjang Selat Malaka itu sekitar 800 km dan itu punya Indonesia dan sah tercatat secara hukum wilayah Indonesia. Termasuk kawasan udaranya banyak pesawat udara lewat sana. Guru besar USU Prof Ediwarman SH mengatakan Selat Malaka merupakan selat yang sangat sempit yang bersinggungan dengan empat negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Selat ini berposisi sebagai “Life line” antara negara Barat dan Timur, Utara dan Selatan, sehingga Selat Malaka sebagai salah satu yang paling sibuk di dunia setelah selat “Hormuz” sebagai jalur perdagangan internasional dan lalu lintas kapal tangker di dunia.
Selat Malaka merupakan jalur pelayaran penting di dunia karena menghubungkan aktivitas ekonomi Asia dan Eropa.
Turut memberi sambutan ketua panitia seminar Prof Thamrin yang mengatakan seminar diadakan karena Selat Malaka banyak lalu lalang transportasi kapal, perlu diskusi karena tantangan cukup tinggi, dari sisi keamanan dan pencemaran lingkungan. Semula pihak Malaysia dan Singapura bersedia ikut seminar, namun belakangan dibatal tanpa alasan yang jelas.
Turut memberikan makalah Agus R Rahman dengan topik “Kebijakan politik Indonesia di kawasan Selat Malaka”, Musri Musman (Unsiyah Banda Aceh) dengan topik “Bahan alam di Selat Malaka: potensi yang terabaikan”.