Tanam Singkong Lebih Menguntungkan dari Sawit

Pekanbaru, (Analisa). Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, menya­rankan petani kelapa sawit untuk beralih menanam ubi singkong. Singkong dinilai lebih menguntungkan diban­ding bertani sawit. Apalagi harga tandan buah segar (TBS) sawit sedang murah.

“Saat ini, harga sawit tu­run. Sebenarnya peluang kita di daerah ini banyak. Sa­lah satu peluangnya itu adalah pertanian singkong ini,” ujar Sekdaprov Riau, Ah­mad Hijazi saat meninjau lahan per­kebunan singkong di Ke­camatan Tapung, Kam­par, Selasa (18/12).

Dijelaskan Sekda kebu­tuhan singkong hasil olahan­ menjadi tepung tapioka, sangat tinggi. Permintaan baik dari dalam negeri, maupun dari luar negeri.

Di Riau sudah ada industri yang mengolah singkong menjadi tepung tapioka. Hanya saja, kebutuhan pabrik belum terpenuhi seca­ra maksimal. Sementara per­min­­­­taan tinggi.

“Sekarang ini Malaysia membutuhkan tepung tapio­ka sebagai bahan baku pa­nganan di sana. Ada pabrik­nya di Simpang Panipahan. Kebutuhan bahan bakunya baru terpenuhi 40 persen,” jelasnya.

Pertanian singkong ini menurut dia, sangat menjan­jikan. Bahkan ada seorang camat di Riau rela mening­galkan jabatannya untuk menjadi seorang petani singkong.

Dari hitungan Ahmad Hijazi, pertanian singkong jauh menguntungkan dari pertani­an sawit.

"Pada posisi harga sawit sekarang, jauh lebih untung ubi. Harga singkong per ki­logram Rp1.300. Dalam satu hektare menghasilkan 100 ton dalam delapan bulan. Artinya, Rp130 dalam dela­pan bulan,” ungkapnya.

Cara bertani mana yang bisa menda­patkan seperti itu, lanjut Sekda, permin­taannya jelas. Masyarakat harus melihat ini. Kita juga dorong masyarakat untuk bisa beralih ke singkong," katanya.

Sementara itu petani Singkong, Dharma Putra, yang juga penggagas perta­nian singkong di Tapung mengatakan, awalnya dia bertani di lahan seluas 32 hektare. Lalu dikembangkan dengan pola kerja sama dengan masyarakat. Saat ini, sudah ada 60 orang petani yang bergabung dalam Kelompok Tani Harapan Jaya.

"Kita tak punya lahan. Tapi, kita kerja sa­ma dengan masyarakat yang punya lahan kosong. Sistemnya nanti bagi hasil. Jadi seka­­rang lahan kita sudah men­capai 330 hek­tare. Lahan itu terbagi di beberapa spot yang terpisah. Yang sudah panen 120 hektare," katanya.

Dia menyebut, panen singkong dalam rentang waktu 8-11 bulan. Singkong yang dimaksud adalah jenis singkong racun. Jenis ini hanya digunakan untuk tapung tapioka. Untuk biaya per hektarenya kata dia, mencapai Rp25,5 juta. Setelah panen, akan mampu menghasilkan Rp130 juta.

“Dalam satu hektare itu hasilnya 80-100 ton. Kalau dibanding dengan sawit, jauh lebih untung bertani singkong ini," tutupnya. (pbn)

()

Baca Juga

Rekomendasi