Pesona Gemstone

Batu Akik Kembali Dilirik

Oleh: Rhinto Sustono

SIAPA berani memastikan jika pasaran batu akik akan kembali menggeliat? Bahkan tak seorang pun di pusat perajin batu akik tertua sejak era ‘80-an, di Rawa Bening alias Jakarta Gems Center (JGC) yang berani bersikap.

Pelaku bisnis batu akik di Pasar Rawa Bening tetap bertahan walau kini omzetnya menurun. Berbagai kegiatan selalu digelar agar akik kembali ‘berkilau’. “Bukan sia-sia, Bang. Belum waktunya saja mungkin,” ungkap Ozi saat ditemui Analisa di arena Pameran dan Kontes Batu Akik Mulia Nusantara Piala Kapolda 2018, di Lantai 1 Plaza Medan Fair, Jumat (30/11).

Kebanyakan, lanjut Ozi, masih bertahannya mereka menggeluti bisnis batu akik di Rawa Bening, karena memang cukup banyak pecinta dan pelanggan setia batu akik, walaupun tak seramai saat masa jayanya. "Yang masih bertahan kebanyakan memang memang sudah lama bergelut di bisnis akik, bahkan sebelum akik sempat booming, jadi sudah punya pelanggan sendiri."

Saat masih popular dua atau tiga tahun lalu, setiap bulannya mereka bisa mendapat omzet hingga jutaan rupiah. Sehingga Ozi berani meninggalkan kerja tetapnya dan banting setir menggeluti profesi barunya yang kini sudah dijalani selama lebih 5 tahun.

"Dulu bisa jutaan omzetnya per bulan, pernah sampai Rp 8 jutaan bahkan lebih. Macam-macam orang beli batu, ring, atau cuma menghaluskan saja," ujarnya yang bersama beberapa teman sengaja datang ke Medan untuk ambil bagian pada pameran tersebut.

Ozi mengatakan, surutnya peminat batut akik di pasar JGC itu mulai terasa sejak Agustus 2017. Namun baginya, hal itu tidak menjadi masalah besar. Sebab meski Rawa Bening sepi pembeli, para pelaku bisnis batu akik di Jakarta tidak pernah berhenti mengupayakan agar pasar batu akik nusantara kembali menggeliat.

“Setiap pekan, kami menggelar pameran dan kontes batu akik di berbagai tempat. Yah, pindah-pindah lokasinya. Tapi memang tidakpernah berhenti. Kami optimis, pasar batu akik bisa kembali ‘berkilau’ seperti dulu,” katanya.

Dalam kontes itu, Ozi dkk selain mengandalkan akik terbaiknya di beberapa kelas, juga menjagokan batu bacan dan batu garut. Ozi juga menunjukkan bacan andalannya yang menurutnya memiliki harga terbaik senilai Rp600 juta.

Menurunnya pasar batu akik tidak hanya di Jakarta. Di Medan bahkan sangat ketara. Pemilik Medan Gempiece yang membuka took batu akik di Grand Palladium Mall Medan, Kok Hui, mengakui hal tersebut. “Penggemar batu akik di Medan ini kesannya seperti hangat-hangat tahi ayam, Bang.”

Meski penjualan menurun, namun ia belum berniat menutup usaha yang sudah digelutinya lebih lima tahun itu. Sebab meski sepi, tetap ada kolektor dan pecinta setia batu akik yang menjadi pelanggannya.

Untuk meningkatkan penjualan, Kok Hui juga membuka lapak akiknya melalui online (dalam jaringan/daring). Melalui penjualan di daring, pembelinya tidak hanya dari Medan, tetapi juga dari luar kota, sejumlah provinsi di Indonesia, bahkan beberapa dari luar negeri.

Ditanya soal batu andalan yang dipamerkannya, sambil tersenyum Kok Hui menunjukkan jenis safir yang dibanderol Rp650 juta. Sayang dalam kontes mana pun di Medan, kelas permata safir itu belum pernah dilombakan.

Tidak Drastis

Berbeda dengan Ozi dan Kok Hui, peserta pameran lainnya yang datang dari Bengkulu, Alex, mengaku pasar akik di Bengkulu tidak seperti daerah lainnya. “Di Bengkulu memang sedikit menurun. Tapi peminat akik tidak seperti di daerah lain yang turun drastis.”

Bersama beberapa temannya dari Candra Bengkulu Gemstone, Alex mengaku pengunjung yang datang ke pameran itu cukup lumayan. Bahkan omzetnya selama pameran juga bagus. “Biasanya mulai pukul 16.00 WIB sampai malam, pengun­jungnya ramai.”

Selama pameran itu, timnya membawa berbagai batu akik andalam Bengkulu. Dari varian batu cincin, liontin, hingga aksesori lainnya. Bahkan mereka juga memamerkan batu fosil bermotif kepala sapi yang sudah diikat dengan perak murni. Sehingga bentuk utuh sapi terwujud sepanjang sekira 5 cm. Batu fosil itu dbanderol Rp500 juta.

Pameran dan kontes tersebut berlangsung lima hari, 28 November – 2 Desember 2018. Puluhan peserta yag ikut berasal dari Medan, Lampung, Jogja, Padang, Bengkulu, dan lainnya. Sejumlah kelas diperlombakan dalam kontes tersebut.

Beberapa kelas kontes, di antaranya fire oval, klawing, maligano, kinyang, denorite, idocrase, pamona, nogosui, sisik naga, chalcadony, fosil, picasso, garut, sulaiman, batik, pictorial, badar besi, anggur, dan lainnya. Kontes berlangsung tiap hari selama pameran, sedangkan untuk menentukan juara umum, akan diakumulasikan dari raihan poin per hari.

Foto-foto: Analisa/rhinto sustono

()

Baca Juga

Rekomendasi