Urgensi Mengingat Mati

Oleh: Gigih Suroso

Buya Hamka pernah berkata “ Lebih banyak orang menghadapi kematian di atas tempat tidur dari pada orang yang mati di atas pesawat. Tetapi kenapa lebih banyak orang yang takut mati ketika menaiki pesawat daripada orang yang takut menaiki tempat tidur” Kita sering kali lupa, bahwa kematian itu pasti datang, tua atau muda, kuat atau lemah, sehat atau sakit. Jika sudah waktunya, maka kematian tak akan dapat ditunda.

Sayangnya, kematian hanya kita pandang sebagai momok yang sangat menakutkan. Sehingga kita pura-pura lupa, dan hanya berpiki­ran bahwa mati hanya akan datang saat tua. Padahal usia bukanlah penentunya, berapa banyak bayi yang umur masih satu hari tapi kemudian mati. Berapa banyak yang paginya masih sehat, lalu malamnya sudah berada di liang lahat.

“ Maka jika datang waktu ke­matian mereka, tidak bisa mereka tunda dan mendahulukannya sedikitpun (An Nahl: 61). Tidak ada yang tahu dimana dan kapan kita akan dimatikan. Tapi kematian pasti datang. Masalahnya untuk sesuatu yang pasti, kenapa kita sering kali tidak mempersiapkan diri untuk menyambutnya sejak dini.

Jika kematian itu untuk hanya akan dialami oleh orang orang yang tua, sudah barang tentu kita hanya akan beramal saat usia sudah tidak muda. Jika kematian hanya berpo­tensi dialami oleh orang orang yang naik pesawat, maka sudah barang tentu saat naik pesawat saja kita serius beribadah. Jika kematian hanya akan mengintai orang-orang yang sakit. Maka saat sedang sehat kita tak ragu bermaksiat. Tapi kematian tidak seperti itu, dia pasti tapi misteri.

“ Tiap tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan sesung­guhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Kehidu­pan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya­kan” ­(Al Imran 185)

Ayat diatas adalah salah satu surat pemberitahuan sekaligus peringatan bahwa kematian pasti akan menimpah setiap insan yang bernyawa. Dan setelah itu Allah ingatkan pada kalimat berikutnya, bahwa dunia ini hanya tempat singgah, sifatnya fana dan tidak ada yang kekal di dalamnya serta banyak kesangan semata. Lalu untuk yang sementara itu, kenapa kita begitu terobsesi untuk m­enge­jarnya.

Sejatinya urgensi mengingat mati bagi manusia adalah sebagai nasehat, agar kita yang putus asa dalam mencari rahmat menjadi lebih semangat. Adalah mengingat mati sebagai motivasi, agar kita yang malas ibadah dan berbuat baik, ketika mengingat mati kem­bali berenergi untuk beribadah lagi. Kita yang lelah karena uang yang dikumpulkan tak kunjung melim­pah. Cita cita tak kunjung nyata. Dunia ini sangatlah singkat, untuk kita putus asa karena keingi­nan dunia belum juga didapat.

Jangan sampai kecintaan kita terhadap dunia menumpulkan hati kita, sehingga enggan memper­siapkan amal untuk bekal kematian. Jangan sampai kecintaan kita pada harta, anak dan istri membuat kita lupa, bahwa ada akhirat negeri yang abadi. Berapa banyak dari kita, yang sibuk pada urusan dunia, kemudian malam harinya dia sudah meninggalkanya. Kita ini hanya menunggu giliran, bisa hari ini, esok atau nanti, tapi yang pasti kita akan mati.

Semoga kita bukanlah termasuk orang-orang munafik yang kemu­dia menolak seruan berperang dari Allah dengan alasan perang menye­babkan kematian, anak-anak men­jadi yatim lalu istri-istri men­jadi janda. Tapi kemudian Allah berfir­man dalam surah An-Nisa ayat 78: “ Dimana saja kamu berada kema­tian akan mendapatkanmu, kenda­tipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” Jelasnya kema­tian tidak melihat tempat dimana kita dan sedang apa.

Husnul Khatimah Adalah Cita Cita

Dengan lebih sering mengingat mati dan bersemi iman di hati. Akan menjadi hati hati lisan menyam­paikan, agar tidak menyakit orang. Akan rajin bersedekah, sebab sadar mati tak membawa harta. Menjadi lebih sabar dan lapang dada saat diuji dengan kehilangan yang disa­yang. Sebab yakin bahwa manusia hanya dititipkan. Urgensi mengi­ngat mati bagi orang-orang beri­man adalah alarm untuk mening­katkan amal.

Bahwa seorang anshor pernah bertanya kepada Rasulullah, ten­tang mukmin manakah yang paling utama?. Lalu Rasulullah men­jawab yang paling baik akhlak­nya dianta­ra mereka. Lalu Tanya lelaki itu lagi tentang mukmin manakah yang paling cerdas? Maka Rasululullah menjawab “ Orang-orang yang pa­ling banyak mengi­ngat mati dan paling baik persia­pannya untuk kehidupan setelah mati. Merekalah orang-orang yang cerdas.” HR. Ibnu Majah

Dunia ini hanya tempat singgah dan kita adalah musafirnya yang akan menuju akhirat tempat kita se­sungguhnya. Dalam proses per­ja­la­nan menuju kesana, tentu kita harus menyiapkan bekal, dan sebaik-baiknya bekal adalah taqwa. Kita yang pertama kali hadir kedunia disambut gembira sanak suadara. Semoga saat meninggal­kan dunia, kepergian kita disambut tangis kehilangan karena kebaikan yang sudah kita lakukan.

Husnul khatimah adalah cita-cita, untuk kita yang ada iman dihatinya, yang menyakini mati itu pasti adanya, dan perbuatan di dunia akan dimintai pertanggung jawabannya. Jangan sampai kita akan seorang hamba yang dikisah­kan dalam Alquran, minta ditang­guhkan kematiannya kepada Allah agar bisa bersedekah. ( Al Muna­fiqun: 10)

Mari bersiap, jangan sampai mati kita dalam keadaan maksiat. Allah sudah mengingatkan kita jauh hari sebelum kita nanti mati. Sebaik sebaiknya kematian adalah husnul khatimah, dan salah satu tanda khusnul khatimah adalah mati dalam keadaan bertaqwa. “ … berbekallah, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaq­walah kepada-Ku wahai orang-orang berakal “ (Albaqrah: 197) Wallahu A’lam bis Shawab

Penulis: Alumni LPM Dinamika UIN SU dan Pelajar di Mahad Daarul Firdaus Yogyakarta

()

Baca Juga

Rekomendasi