Muslim Itu Pemalu

Oleh: H. Rahmat Hidayat Nasution, Lc

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, salah satu hal yang diingat oleh orang-orang dari perkataan nabi terdahulu adalah, ‘Jika kamu tidak malu, lakukanlah apa pun sesukamu’.” (HR. Bukhari)

Sabda Rasulullah SAW ini layak untuk selalu diingat. Terutama, saat ini. Begitu banyak orang yang tidak punya malu. Tanpa merasa berdosa, menyepelekan simbol dan ajaran agama Islam. Meski dirinya mengaku muslim, tapi tak punya rasa malu untuk membela yang bertentangan dengan agamanya. Asal kawan atau komunitasnya bahagia, itu lebih penting dari menjaga nilai-nilai dasar agama yang dibawa Rasulullah SAW.

Maunya, kita yang memahami bahwa hal tersebut tidak baik, jangan juga terpengaruh. Kesal dan marah karena simbol agama Islam dilecehkan boleh, tapi jangan sampai berlebih-lebihan. Kesal dan marahnya jangan sampai mencaci maki dan seba­gainya, sehingga hilang rasa malu kita juga. Jangan sampai kita ikut berdosa seperti apa yang mereka lakukan. Sebab, berlebih-lebihan adalah hal yang dilarang dalam agama Islam. Pertanyaannya seka­rang, bagai­mana cara agar kita bisa memiliki rasa malu yang bisa meninggikan bahwa Islam adalah agama yang baik?

Pengarang kitab Al-Wafi fi Syarhi al-Arba’in An-Nawawi­yyah,Dr. Musthafa Dieb al-Bugha dan Dr. Muhyiddin Mistu, menje­laskan bahwa untuk bisa memben­tuk diri kita memiliki sifat malu yang menjadi identitas muslim adalah dengan berpegang kepada empat hadis Rasulullah SAW.

Hadis pertama, Rasulullah Saw, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Untuk menakar seseorang punya rasa malu atau tidak, bisa diperhatikan dari lisan­nya. Karena definisi malu yang dijelaskan oleh para ulama adalah, tidak mau melakukan perbuatan tercela atau enggan melakukan se­suatu yang mengakibatkan celaan. Oleh karena itu, menjaga lisan adalah barometer utama.

Apa hubungan iman kepada Allah, perkataan dan malu? Jika seseorang memiliki iman yang benar, pasti ia memahami bahwa Allah SWT Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa yang dilakukannya. Jika sadar dengan sifat-sifat Allah tersebut, mestinya malu jika mengucapkan hal yang tidak baik. Sebab sudah pasti nanti di hari akhir atau di hari penghisaban akan diberi ganjaran oleh Allah SWT atas ucapan yang tidak memiliki rasa malu tersebut.

Oleh karena itu, pupuklah rasa malu dengan tidak berbicara sembarangan. Berbicaralah untuk hal-hal yang baik dan positif. Termasuk dalam kategori berbicara ini juga, ketika membuat status di Facebook, Twitter, WA atau media sosial lainnya. Sebab apa yang dituliskan selalu selaras dengan apa yang dibicarakan. Jangan sampai, di hari akhir kelak, kita memiliki banyak dosa disebabkan tidak memiliki rasa malu. Diakibatkan tak pandai menjaga lisan dengan baik.

Hadis kedua, Rasulullah SAW., “Tanda bagusnya Islam seseorang adalah ketika dia meninggalkan yang tidak bermanfaat.” Orang yang tidak memiliki rasa malu tak akan pernah berfikir bahwa apa yang dilakukannya memiliki manfaat atau tidak. Islam sebagai agama yang menuntun penganut­nya ke arah jalan yang baik, selalu memesankan untuk memikirkan setiap yang akan dilakukan apakah bermanfaat atau tidak? Tak sampai di situ saja, Allah SWT juga me­nyuruh untuk melakukan yang paling maksimal perbuatannya, jika perbuatan tersebut adalah hal yang bermanfaat.

Oleh sebab itu, agar kita tetap menjadi muslim yang pemalu, hendaklah memikirkan setiap yang dilakukan, apakah ini bermanfaat atau tidak? Bahkan, Rasulullah SAW. juga sudah mengingatkan untuk menjaga lisan dan perbuatan kita sejak pagi hari dengan tidak melakukan hal-hal yang bisa membuat malu diri kita sebagai muslim. Nabi SAW bersabda, “Siapa yang sejak pagi hari mengadukan kesulitannya kepada orang lain, sesungguhnya dia mengadukan Allah SWT. Siapa yang sejak pagi tentang masalah urusan dunianya dia sedih, maka dia telah membenci ketetapan Allah. Siapa yang tawadhu’ kepada orang kaya karena kekayaannya, sungguh telah hilang dua pertiga agamanya.”

Hadis ketiga, Rasulullah SAW. bersabda, “Jangan Marah!”. Marah adalah sikap yang membuat kita malu. Sebab orang yang marah suka lupa diri dengan apa yang diucapkan dan dilakukannya, sehingga membuat dirinya menjadi malu. Apakah kita tidak boleh marah? Bila kita mengikut Rasulullah, maka kita boleh marah jika agama kita dihina. Tapi jika diri kita disakiti atau dihina belum layak untuk marah. Sebab, Rasulullah SAW ketika dicaci oleh Yahudi yang buta, yang setiap hari disuapinya makanan, tak pernah marah. Bahkan, ketika disebut dengan sebutan Muhammad Pem­bo­hong. Rasul yang mendengar langsung tak marah dari lisan Yahudi tersebut tak marah. Bahkan riwayat menjelaskan, bahwa Rasulullah SAW marah hanya tampak dari wajahnya saja. Tidak pernah ditunjukkan lewat lisan atau perbuatannya.

Hadis keempat, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dikatakan sempurna iman seseorang sampai dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” Hadis ini singkat tapi padat makna. Jika kita tak suka disakiti, maka jangan pernah menyakiti orang. Jika kita tak suka dipermalukan orang, jangan pernah memperma­lu­kan orang lain. Jika kita ingin selalu dibuat bahagia oleh orang lain, bahagiakanlah orang lain. Intinya, jaga perbuatan dan ucapan yang bisa membuat diri kita malu.

Dengan berpegang teguh ke­pada empat hadis di atas dalam kehidupan sehari-hari, Insya Allah kita akan menjadi muslim pemalu. Kita bisa menunjukkan identitas muslim yang senantiasa menghar­gai diri sendiri. Menjadi muslim yang tak suka merendahkan diri dan agamanya. Sebab Islam adalah agama yang tak pernah menga­jarkan meminta-minta. Agama yang tak pernah mengajarkan tunduk kepada sesamanya. Islam adalah agama yang tinggi. Agama yang punya wibawa. Dan, wibawa itu dibangun dari sifat malu kita. Semoga kita ditakdirkan Allah sebagai muslim pemalu.

Penulis adalah Sekretaris Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Kota Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi