Prinsip Islam Dalam Menjalani Kehidupan

Oleh: Ahmad Zuhri, M.A. Kehidupan setiap manusia di muka bumi ini merupakan salah satu bentuk terdahsyat yang diciptakan oleh Allah Swt sebagai salah satu ke-Maha Kuasa-an-Nya atas segala yang ada di alam semesta. Kompleksitas dari bentuk kehi­dupan seorang manusia sejak ia dilahirkan hingga kematian, sa­ngatlah unik dan indah dengan segala hal yang disematkan Allah pada diri seorang manusia tersebut. maka dari itu, seorang manusia tidak boleh me­ru­sak setiap fase kehidupannya dengan men­cederai kehidupannya sendiri yang ber­imbas pada cedera bagi orang lain.

Begitu pula dengan dimensi kehidupan seorang muslim, sesung­guhnya telah diberi petunjuk dan “clue” oleh Allah dalam upaya me­ne­gakkan prinsip-prinsip ke-Isla­man di setiap fase yang dijalani dan dilalui. Hal ini dimaksudkan agar setiap muslim dalam menjalani kehi­dupan, tidak salah langkah dan lari menjauh dari tujuan penciptaan manusia pada hakikatnya, yakni beribadah kepada Allah Swt. Tat­kala seorang manusia “mempro­kla­mirkan” diri sebagai se­orang “mus­lim”, maka seluruh hidup­nya harus ia pasrahkan kepada Allah Swt. Bah­kan, hal seperti ini akan me­mun­culkan kehidupan yang dike­nal dengan “Husnul Hayat” (Kehi­dupan yang baik). Ajaran Islam mem­beri gam­baran dan pedoman yang jelas agar seorang muslim menjalankan dengan teguh prinsip yang terkait husnul hayat yaitu; prinsip akidah, prinsip ibadah, dan prinsip akhlak.

Pertama, prinsip akidah. Akidah secara bahasa berasal dari kata arab “a-q-d” yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Prinsip akidah merupakan prinsip dasar yang harus diyakini dan diimani oleh setiap muslim. Prin­sip ini memberi gambaran bah­wa Islam melalui Alquran dan Sunnah Rasul telah memberi petunjuk yang jelas bagi manusia untuk beriman kepada Allah, Ma­laikat, kitabullah, nabi­yullah, yaumul akhir serta Qadha dan Qadar Allah. Prinsip akidah meru­pakan prinsip dasar bagi manusia, bahkan sejak sebelum ia dilahirkan ke muka bumi, dimana manusia telah merajut “aqad” dengan Allah untuk melak­sanakan akidah murni tersebut. Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan ke­tu­­runan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesak­sian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesung­guhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (Q.s. al-A’raaf: 172).

Secara hakikat, akidah bagi se­orang muslim merupakan ikatan yang harus kuat dan erat. Ibarat tali kekang, akidah mengendalikan se­orang mus­lim agar ikatan tersebut tidak dilong­garkan, apalagi sampai lepas ikatannya yang akhirnya akan menjerumus­kannya pada kemusy­rikan. Maka dari itu, sesungguhnya akidah wajib men­jadi motor peng­ge­rak dan otak dalam kehidupan muslim agar tidak terdapat keraguan dan kebimbangan dalam mengimani dan meyakini eksistensi dan kesem­purnaan Allah Swt.

Kedua, prinsip Ibadah. Penger­tian Ibadah menurut bahasa Ibadah artinya patuh dan tunduk, sedangkan menurut istilah ibadah adalah segala amal atau perbuatan yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa per­kataan, perbuatan atau tingkah laku. Prinsip ibadah merupakan tin­dak lanjut terhadap rajutan “aqad” ma­nu­sia kepada Allah sebelumnya. Dalam hal ini, manusia harus tahu tugasnya dalam kehidupan, yakni be­ri­badah kepada Allah Swt. Raju­tan “aqad” yang telah dilakukan ma­­­nusia sebelum ia dilahirkan, harus diimple­mentasikan dengan ibadahnya kepada Allah dalam kehidupan. seluruh aktifitas ibadah­nya semata-mata karena Allah Swt. Allah berfirman: “dan aku tidak men­ciptakan jin dan manusia me­lainkan supaya mereka mengab­di kepada-Ku”. (Q.s. adz-Dzariyat: 56). Maka dari itu, setiap ketaatan kepada Allah dengan penuh tunduk dan merendahkan diri meru­pakan suatu ibadah. Terkait dengan implementasinya, menurut Yusuf al-Qardhawi, ibadah seseorang harus memiliki dua hal: pertama, komitmen dengan apa yang disya­riatkan Allah dan diserukan oleh rasul-Nya baik perintah maupun larangan yang penuh ketaatan dan ketundukan kepada Allah. Kedua, komitmen ibadah keluar dari hati yang mencintai Allah dengan pemahaman tiada di kehi­dupan ini yang lebih pantas dari Allah untuk dicintai.

Ketiga, prinsip akhlak. Kalimat akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu bentuk jamak dari pada “al-khuluq” yang berarti perangai. Pe­maknaan akhlak akan mencakup budi pekerti, adab, perangai, tingkah laku, pegangan, sikap ataupun ta­biat. Prinsip akhlak merupakan cer­minan seorang manusia terhadap segala bentuk perbuatan yang ia sajikan dalam kehidupan. Prinsip akhlak tak kalah penting dengan prinsip akidah dan prinsip ibadah. Sekiranya prinsip akidah dan prinsip ibadah lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat vertikal, maka prinsip akidah lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat horizontal. Penerapan prinsip akhlak seringkali bersinggungan dengan kehidupan orang lain, hal ini dikarenakan akhlak seseorang diketahui saat ditunjukkan eksistensi dirinya dalam bentuk kebaikan dan keburu­kan pada orang lain. Maka pada akhirnya akan muncul argumen bahwa seseorang yang berakhlak baik selalu melaksanakan kewaji­ban-kewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang berhak, melakukan kewaji­bannya terhadap dirinya sendiri yang menjadi hak dirinya, begitu juga terhadap makhluk lain dan ter­hadap sesama manusia yang men­jadi hak mahluk hidup lainnya yang menjadi haknya. Dan sebalik­nya seorang yang disebut tidak berakh­lak tatkala melanggar norma-norma kehidupan, bergelimang dalam keburukan dengan penyelewengan dan pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku, yang seharus­nya ditaati penuh dengan sifat-sifat tercela, merusak hak orang lain dan tidak memberikan hak bagi yang sudah melaksanakan kewajibannya.

Melalui ketiga prinsip tersebut, hidup seorang muslim telah terhias dengan baik jikalau secara konsisten menjalankannya. Ibarat menempati sebuah rumah, akidah diumpa­ma­kan sebagai pondasi, ibadah dium­pa­makan luas bangunan dan instru­men bangunan, dan akhlak diumpa­makan sebagai teras. Kuat tidaknya bangunan tentu terletak pada pon­dasinya. Merasa nyaman, tenteram, terlindung dan amannya bangunan tentu dirasakan pada luas bangunan beserta instrumen yang terpenuhi dan berfungsi dengan baik, serta indahnya penampilan rumah tentu dilihat dari terasnya. Keseluruhan dari sebuah bentuk yang namanya rumah tersebut akan menjadi baik jika yang menempatinya pun memanfaatkan, memfungsikan dan menggunakannya dengan baik.

Siapapun yang mengaku sebagai muslim harus teguh menerapkan prinsip akidah dan harus bersiner­gitas pula dengan ibadah, karena dengan ibadah-lah akan memun­culkan karakter akhlak yang baik. Akidah sebagai pondasi dalam diri harus kuat meyakini Allah di dalam hati, ibadah sebagai penga­kuan kehambaan kepada Allah harus didasari pula dengan komitmen diri, dan berakhlak sebagai penunjukkan jati diri kepada sesama manusia harus tetap dijun­jung tinggi. Akidah tanpa disertai ibadah tentu adalah hal yang sia-sia. Beribadah tanpa ada­nya akhlak baik dalam kehi­dupan, juga dianggap belum beri­man (beraki­dah) sepenuhnya kepa­da Allah Swt. Tiada gunanya seki­ranya seseorang itu tinggi amal iba­dahnya tetapi akhlaknya sesama manusia tidak dipelihara. maka sebelum seluruh fase kehidupan ini terlambat, mari pastikan sejak saat ini apakah diri sudah menjadi mus­lim yang memegang prinsip-prinsip Ilahi. Wallahu a’lam bi as-shawab

Penulis: Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN-SU Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi