KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengungkapkan pihaknya sedang mengkaji kemungkinan penerapan kembali pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di bangku sekolah. Rencananya PMP mulai diajarkan kembali pada tahun ajaran 2019.
Seperti diketahui PMP merupakan sebuah pelajaran wajib bagi siswa tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) serta sekolah kejuruan mulai 1975 untuk menggantikan pelajaran Kewarganegaraan. Namun sejak 1984 pelajaran PMP dihapuskan dari kurikulum.
Dasar Kemendikbud memasukan kembali PMP dalam kurikulum sekolah untuk menekan munculnya paham radikalisme dan berbagai ideologi lain yang bertentangan dengan norma Pancasila sebagai dasar negara. Rencana Kemendikbud memasukan kembali pelajaran PMP ke dalam kurikulum langsung menimbulkan pendapat pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.
Tidak tanggung-tanggung Wakil Presiden RI Jusuf Kalla langsung memberikan tanggapan. Wapres meminta Kemendikbud agar tidak gegabah untuk langsung memasukkan PMP. Menurutnya, pengamalan Pancasila bukan hanya lewat pelajaran yang didapat dari sekolah melainkan juga membutuhkan peran guru dan orangtua.
Pada sisi lain tidak sedikit tokoh pendidikan yang mendukung kebijakan Kemendikbud. Menurut mereka, sudah waktunya pelajaran PMP kembali masuk ke dalam kurikulum mengingat situasi dan kondisi negara saat ini terutama munculnya paham-paham yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Alasan Wapres yang mengingatkan Kemendikbud untuk tidak gegabah patut diberi perhatian. Demikian pula pendapat yang minta agar PMP kembali masuk kurikulum juga perlu dicermati karena alasan yang dikemukakan masuk akal. Untuk itu memang harus ada kajian yang mendalam. Apakah PMP memang harus masuk kurikulum? Kalau memang harus masuk kurikulum apakah harus masuk dalam mata pelajaran sendiri atau dimasukan ke mata pelajaran lain.
Pada sisi lain masuknya PMP dalam kurikulum sudah tentu menambah beban para pelajar. Mata pelajaran apa yang harus dikeluarkan dari kurikulum jika PMP kembali masuk? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus dijawab sebelum diambil putusan untuk memasukan kembali pelajaran PMP.
Harus diakui bahwa kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini agak menghawatirkan dengan munculnya berbagai paham dan aliran yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Tidak sedikit dari paham atau aliran ini yang muncul secara terang-terangan di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu memang tidak salah jika pelajaran PMP kembali masuk ke dalam kurikulum.
Namun kehadiran kembali PMP tidak boleh seperti yang dulu. Bagi generasi lalu mengikuti pelajaran PMP termasuk membosankan. Pelajaran ini membosankan karena cara pengajarannya yang kurang tepat dan tidak menarik. Saat itu pelajar hanya dijejali dengan teori-teori atau teks-teks tanpa ada praktik atau setidaknya simulasi. Pelajar hanya diminta untuk menghapal nilai-nilai yang ada tanpa tahu bagaimana aplikasinya.
Untuk itu jika PMP kembali masuk ke dalam kurikulum maka cara pengajarannya harus diubah agar jangan membosankan. Ingat generasi saat ini yang merupakan generasi milenial sangat berbeda dengan generasi terdahulu. Jika generasi terdahulu mungkin hanya diam untuk melawan kebosanan, generasi saat ini bisa memberontak. Jadi kehadiran pelajaran itu malah bisa menjadi kontraproduktif.
Karena itu pengkajian yang mendalam sangat dibutuhkan untuk mencari formulasi yang tepat. Apakah PMP harus berdiri sendiri atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dimasukan ke pelajaran lain. Formulasi apa pun yang dipilih bisa diambil asal tujuan awal dari masuknya PMP kembali dalam kurikulum bisa tercapai. Yang pasti kita semua menginginkan generasi ke depan merupakan penerus bangsa yang tidak hanya pintar namun berbudi luhur sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.