Penurunan Yield AS Gerus Valuta Asia

Singapura, (Analisa). Sebagian besar mata uang Asia merosot berkelanjutan terhadap dolar AS, Kamis (6/12), dipicu oleh kekhawatiran pasar tentang kondisi pasar obligasi AS yang me­nunjukkan tanda-tanda resesi karena penurunan kurva imbal hasil (yield) yang terus melemah.

Para investor khawatir dengan pergerakan kurva yield antara ob­ligasi AS tenor 3 tahun dan 5 ta­­hun serta tenor 2 tahun dan 5 ta­hun yang semakin rendah. Se­lisih (spread) imbal hasil antara obligasi AS tenor 2 tahun dan tenor 10 ta­hun menyempit ke ki­sa­ran ter­kecil sejak Juli 2007 pada pekan ini. Kurva imbal hasil yang lemah berpotensi pada resesi yang akan berdampak negatif pada laju dolar AS dan performa ekonomi AS.

Meski begitu, hanya sebagian kecil pihak yang memprediksikan eko­nomi AS akan melemah dras­tis dalam waktu dekat. Tapi di si­si lain, pasar keuangan Asia juga be­­risiko menjadi pasar yang pa­ling terkena dampak jika ekonomi Negeri Paman Sam melemah ka­rena ketergantungannya yang cu­kup besar pada AS, terutama da­lam hal perdagangan.

Di antara sejumlah mata uang Asia, won memimpin pelemahan d­engan penurunan 0,4 persen. Di­susul oleh ringgit dengan pe­nu­runan 0,3 persen.

Won merosot di tengah pros­pek suram pemulihan ekonomi Ko­­rea Selatan akibat lemahnya per­­mintaan dalam negeri yang ma­sih menjadi risiko bagi laju mata uang Negeri Ginseng ini. Ber­dasarkan hasil evaluasi bu­la­nan mengenai kondisi ekonomi Ko­rea Selatan yang dirilis oleh Ko­rea Development Institute (KDI) pada Selasa, pertumbuhan eks­por masih relatif stabil. Na­mun, perlambatan pertumbuhan per­mintaan dalam negeri berisiko menekan laju pertumbuhan eko­nomi Korea Selatan ke depannya.

Ringgit melingsir masih di te­ngah ketidakpastian hubungan dagang AS-Tiongkok karena ku­rangnya kejelasan dari pihak Pre­siden AS Donald Trump dan Pre­siden Tiongkok Xi Jinping peri­hal kesepakatan awal meredakan pe­rang dagang untuk sementara wak­tu. Para pakar memperkira­kan jika ketegangan perdagangan dua raksasa ekonomi dunia ter­sebut terus berlanjut akan meng­ham­bat laju pertumbuhan produk do­mestik bruto (PDB) Malaysia yang sudah moderat. Jika AS be­nar-benar memberlakukan tarif tambahan atas impor Tiongkok, volume perdagangan luar negeri Malaysia akan merosot. Negeri Jiran diprediksikan jatuh dalam resesi jika mencatatkan penuru­nan angka pertumbuhan PDB se­lama dua kuartal berturut-turut.

Rupiah melemah terhadap do­lar AS pada Kamis dipicu oleh ke­­khawatiran pasar terhadap pros­­pek hubungan dagang AS-Tiong­kok. Para investor me­nyang­­sikan kelanjutan kese­pa­katan awal dua raksasa ekonomi du­­nia tersebut yang akan be­ru­paya meredakan pe­rang dagang dalam 90 hari. Kekhawa­tiran pasar tentang ke­­tegangan perda­ga­ngan AS-Tiong­kok yang mungkin bi­sa berlanjut jika ma­­sih tidak ada ke­je­lasan dari dua be­lah pihak, membuat investor cenderung beralih ke dolar AS untuk menjaga nilai aset mereka. Aki­bat­nya, permintaan untuk aset mata uang berisiko -- termasuk rupiah -- jadi melemah.

Pada awal perdagangan rupiah di­buka pada level 14.390

Pada pukul 10.00 rupiah be­rada pada level 14.505

Di akhir perdagangan rupiah be­­rada pada tingkat 14.515, me­lemah dari 14.390 level sebe­lumnya.

Kurs terakhir berbagai mata uang Asia terhadap dolar AS, ter­catat sebagai berikut:

Dolar Singapura: 1,370, turun dari 1,368

Dolar Taiwan: 30,84, turun dari 30,79

Won Korea: 1118,60, turun dari 1115,00

Baht Thailand: 32,82, turun dari 32,70

Peso Pilipina: 52,69, naik dari 52,78

Rupee India: 71,01, turun dari 70,59

Ringgit Malay­sia: 4,165, turun da­ri 4,156

Yuan Tiongkok: 6,877, turun dari 6,862

Di Tokio, yen be­ringsut lebih tinggi ter­­hadap dolar AS pa­da Jumat karena mata uang Ne­geri Paman Sam itu merosot aki­bat penurunan yield obligasi AS yang terus ber­kelanjutan dan per­nya­taan Ketua Fed Jerome Powell perihal laju pe­naikan suku bunga AS yang bernada kurang agresif (do­vish). Powell me­ngatakan ting­kat suku bunga AS berada di ba­wah level netral.

Dolar AS terakhir tercatat 112,72 yen, melemah 0,4 persen di­bandingkan dengan level sebe­lumnya.

Di London, euro melemah ber­kelanjutan terhadap dolar AS pada Kamis dipicu oleh pertum­bu­han bisnis zona euro yang merosot ke level terlemah dalam dua tahun ter­akhir pada Novem­ber akibat penu­runan industri ma­nufaktur dan jasa.

Sejumlah hasil survei me­nun­jukkan pelemahan pertumbuhan bis­nis yang dikhawatirkan akan menghambat rencana di Bank Sen­tral Eropa (ECB) untuk meng­akhiri program pembelian aset be­sar-besaran senilai 2,6 triliun euro kurang dari kurun waktu se­bulan.

Yen Jepang: 112,79, turun dari 112,98

Franc Swiss: 0,9958, turun dari 0,9977

Dolar Kanada: 1,3414, naik dari 1,3272

Sterling terhadap dolar: 1,2760, turun dari 1,2768

Euro terhadap dolar: 1,1349, turun dari 1,1352

HARGA EMAS

Di Comex New York, harga emas melemah pada pembukaan Kamis.

Kontrak Februari 2019 diper­da­gangkan pada level $1.241,60 per ounce, turun $1,00.

Harga spot kitco pada pukul 13.30 GMT (20.30 WIB) tercatat $1.237,80 per ounce, naik 0,09 persen.

Di London, harga emas be­ring­sut lebih rendah pada Kamis ka­rena dolar AS ditopang oleh per­nyataan Ketua Fed New York, Wil­liams, yang menyebutkan eko­nomi AS sedang dalam kon­disi sangat baik dan penaikan suku bu­nga bisa terus dilanjutkan seca­ra berangsur. Prospek penaikan s­uku bunga AS yang kembali op­ti­mis berdampak menggerus pa­sa­ran logam mulia ini karena akan mendorong penguatan dolar AS.

Di London, harga emas $1.236,23 per ounce, turun 0,1 per­­sen dari penutupan sebelum­nya di New York.

Harga perak tercatat $14,36 per ounce, turun 1 persen dari pe­­nutupan sebelumnya. Di Singa­pura, harga emas di per­da­gangan Asia melemah pada Ka­mis karena dolar AS beringsut le­bih tinggi didukung oleh op­ti­mis­me Ketua Fed New York, Wil­liams, yang mengatakan kon­disi eko­­nomi AS mampu men­dukung pe­naikan su­ku bunga secara berangsur.

Di Singapura, harga emas $1.235,57 per ounce, turun 0,2 per­sen dari penutupan sebe­lum­nya di New York.

Di Tokio, kontrak benchmark De­sember 2018 mencapai 4.485 yen per gram, melemah 7 dari pe­nutupan sebelumnya. (Rtr/AP/AFP/ant/asri)

()

Baca Juga

Rekomendasi