Indonesia Harus Berkaca dari Runtuhnya Uni Soviet

Oleh: Erman Episabri. Uni Soviet merupakan salah satu mantan negara adi da­ya yang terkuat di dunia yang menjadi rival abadi Amerika Seri­kat. Negara ini juga sebagai negara komunis teragung sejagat raya pada masanya, sehingga kekuatan politiknya tidak dapat diremehkan sejak berdiri pada tanggal 25 Oktober 1917. Bah­kan 3 tahun setelah itu, pada tahun 1920 Vladimir Lenin ber­usaha keras melebarkan sayap komunisme di Eropa Timur yang kita kenal dengan istilah (Komintern) Komunis Inter­nasional.

Pada masa kejayaannya, Uni Soviet berhasil menyebarkan paham komunisme ke beberapa negara Eropa Timur. Namun, dinamisme perkembangan didalam negaranya sendiri gagal menyatukan negara-negara bagian yang bersatu dibawah naung­an Uni Soviet. Negara ini wajib memberikan per­lin­dung­an dan sumbangan materi kepada negara yang berpaham so­sial-komunis yang menjadi bawahannya. Semua ini dipicu oleh karena perang dingin dengan Amerika Serikat, kedua negara ini tidak pernah perang secara militer. Namun, yang dila­kukan Amerika ketika itu adalah mendorong/menghasut negara-negara kecil agar terlibat konflik lebih dalam. Hal ini memperlihatkan kedua negara ini memiliki dendam diantara mereka.

Kemudian, disamping Amerika Serikat kian sontak me­nyuarakan demokrasi yang tidak membatasi rakyatnya untuk bereaksi mengeluarkan pendapat secara bebas, tetapi Uni Soviet negara sosialis-komunis ini tetap membatasi rakyatnya untuk berkreativitas dengan alasan negara yang menganut paham ini hidup teratur secara adil. Namun, zaman memberi­kan tantangan yang berat kepada kedua kubu, dan Amerika keluar sebagai pemenang dari perang dingin tersebut. Cool War atau perang dingin menyebab kan Uni Soviet runtuh pada tanggal 25 Desember 1991.

Penyebab Keruntuhannya dan Relevansinya dengan Indonesia :

 Terdapat banyak faktor yang menyebabkan negara sebesar Uni Soviet runtuh, di antaranya kasus KKN yang membuat tran­sparansi dalam pemerintahan tertutup, konflik antar suku, gerakan sporadis penghancur kedaulatan negara.

Keragaman Budaya

 Hal ini sangat memiliki relevansi bagi Indonesia, kita me­ngenal bahwa Indonesia sebagai negara yang majemuk, memiliki bermacam-macam suku yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Ter­nyata keragaman budaya merupakan sumber kehancuran suatu bangsa. Oleh sebab itu, Indonesia perlu berkaca dari runtuhnya Uni Soviet, sehingga Indonesia menjadikan keragaman budaya menjadi sebuah kekuatan. Uni Soviet sebuah negara yang mana pemerintahan pusatnya ber­ada di Moskow, namun ia mengkomandoi 15 negara berbentuk republik. Tentunya dengan jumlah yang sebanyak itu, luas wilayah yang begitu lebar, bahkan Uni Soviet menjadi salah satu negara yang memiliki daerah kekuasaan yang terbesar di dunia. Selain wilayah yang luas, berpengaruh pula kera­ga­man etnis, suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan yang menjadi ciri khas negara-negara bagian. Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang cukup luas, 34 provinsi yang tersebar diseluruh tanah air. Sistem yang di terapkan ialah otonomi daerah/pendelegasian wewenang bagi tiap-tiap dae­rah untuk membangun wilayahnya masing-masing. Perlu kita pahami bahwa otonomi daerah yang diterapkan Indonesia tahap awal guna menyiapkan negara bagian (sistem fede­ral). Di samping itu, tidak bisa kita pungkiri bahwa setiap daerah memiliki keragaman budaya yang berbeda, etnisitas dan adat istiadat yang majemuk. Selain itu, kembali meninjau dari runtuhnya Uni Soviet ialah Etnosentisme/rasa kedaerahan yang berlebihan, padahal Uni Soviet berdiri sebagai pemer­satu. Dengan demikian, nasionalisme akan tergusur, maka yang berpotensi terciptanya keruntuhan sebuah negara (state) yaitu keragaman budaya apa bila tidak dijadikan sebagai sumber kekuatan.

Ketika pemerintahan pada masa Uni Soviet kewalahan da­lam menjami kesejahteraan kehidupan negara bagian, maka yang akan muncul adalah rasa tidak puas dari banyak pihak dan berakibat kepada ba­nyaknya gerakan sparatis memper­li­hat­kan rasa tidak suka terhadap kinerja pemerintah. Keba­nyak­an negara yang menetang ialah negara bagian yang me­mi­liki jarak jauh dari ibu kota, Moskow. Sama halnya Indonesia, munculnya OPM, GAM, itu adalah suatu bentuk ke­tidak­puasan atas ketidakadilan pemerintahan pusat di beberapa dae­rah di Indonesia.

Totaliter

Bukan tentang NAZI, namun pemerintahan Uni Soviet pada masa Lenin memakai sifat totaliter. Cara ini tidaklah di asum­sikan sebagai hal yang negatif saja, melainkan bertujuan men­cip­takan keteraturan agar tujuan negara tersebut tercapai. Na­mun, sangat disayangkan terdapat pihak-pihak tertentu me­man­faatkan momentum ini untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, sehingga rakyat akan menciptakan perlawanan seperti yang terjadi di Uni Soviet. Untuk melancarkan sifat totaliternya Uni Soviet melahirkan Polisi rahasia bentukan bernama KGB yang dipelopori Felix Dzerzhinsky yang di­kenal sa­ngat kejam.

Terlepas dari masa pemerinta­han Orde Baru, rakyat juga harus kritis dalam kedinamisan politik konvensional, pem­batasan berkreasi dengan lahirnya UU IT merupakan bentuk dari upaya pemerinta­han totaliter. Perlu kita sadari bah­wa unsur-unsur pembatasan terhadap kehidupan berdemokrasi sudah dimulai.

Kemiskinan

Tidak ada negara maju yang penduduknya hidup dibawah garis kemiskinan. Indikator kemiskinan akan diukur dari taraf kesejahteraan rakyat, Amerika Serikat membuktikan bahwa negara-negara bagian dibawah kepemimpinannya hidup penuh dengan kesejahteraan. Berbeda dengan negara yang menganut paham sosialis-komunis seperti Uni Soviet. Segala proses yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian dila­kukan dengan keterlibatan pemerintah. Keterbatasan rakyat dalam kegiatan ekonomi menyebabkan kemiskinan bagi rakyat jelata. Sedikit berbeda namun bukan berarti tidak memiliki konteks kesamaan,Indonesia dengan sistem ekonomi panca­sila, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, namun yang terjadi adalah kesejahteraan bagi pemilik modal seperti kaum borjuis dan proletar tetap menderita dan pemerintah seperti mem­per­li­hatkan keberpihakannya kepada pengusaha.

Kemajuan Zaman

Kemajuan zaman tentu sangat identik dengan globalisasi. Globali­sasi berimbas kepada kemajuan teknologi. Sebagai sebuah negara tentu memiliki 2 generasi lama-baru, memiliki per­bedaan penda­pat sebagai hal yang pasti. Tetapi tidak perbe­daan seperti yang terjadi pada peristiwa Rengas Dengklok Indonesia. Generasi muda Uni Soviet mengetahui perkem­bangan dunia internasional melalui alat komunikasi radio dan televisi. Dari kedua media tersebut, keinginan menjadi indi­vidu yang bebas merdeka menyuarakan dan mengkreasikan pikiran tum­buh semakin subur. Mereka memiliki ide merebut kem­bali hak asasi manusia dari radio dan televisi yang mem­be­ritahu ke­majuan serta kemapanan kehidupan negara luar tan­pa tota­li­ter, dengan demokrasi penuh. Termasuk dalam golongan muda Soviet yaitu Gorbachev dan Yeltsi. Hal ini, ten­tu relevan dengan kondisi kekinian dimana generasi muda dituntut untuk memprioritaskan informasi yang harus dipub­likasikan se­hingga kejadian yang sebenarnya akan menjadi terkubur, dan bisa menye­babkan ambisi zaman menyebakan perpecahan sebuah negara. ***

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu politik Universitas Andalas.

()

Baca Juga

Rekomendasi