Oleh: Jonson Pasaribu.
Tak banyak orang mengenal dia sebagai pelukis. Sebab dia tak begitu suka muncul kepermukaan sebagai orang yang suka berbicara. Sikap bersahaja dan rendah hati menjadi kesehariannya dalam hidup. Ketekunan dalam melukis membuatnya sudah banyak sekali menciptakan gambar yang berbeda dengan berbagai media yang berbeda pula.
Tiap hari dilaluinya dengan menggoreskan kuasnya di berbagai media mulai dari kertas, kanvas, kayu, resin bahkan sampai dinding. Setiap media gambar yang dia gunakan dia pilih dan sesuaikan dengan apa yang akan dia lukiskan.
Mulyadi namanya. Seorang pelukis yang sudah menghabiskan semua waktu dalam hidupnya hanya dengan melukis. Mulyadi biasa dipanggil dengan sebutan Wak Mul oleh teman-temannya melukis. Bagi Wak Mul, hidup adalah bekerja dan berbuat. Semua itu dilakukannya dengan penuh kecintaan dengan tulus.
Melukis adalah dunia yang tidak bisa ditinggalkannya sejak dulu. Ini bisa dibuktikan dari semua jalan hidupnya, seolah seperti jalan gambar yang mengalir dari satu gambar ke gambar yang lain. Dari satu media ke media lain. Awalnya Mulyadi seorang pelukis poster film yang marak di era tahun 75-80an. Di tahun 1975 inilah dia memulai melukis potret dengan belajar dari paman seorang temannya semasa SMA.
Pekerjaan sebagai pelukis poster film, dilakoninya sampai ke Jakarta. Ketika film sudah tak banyak lagi penontonnya, order lukisan poster film berkurang drastis. Mulyadi segera berpindah ke media lukis lain. Kanvas menjadi pilihannya saat itu. Keterampilannya dalam melukis membuat Mulyadi tak pernah mengalami kesulitan dalam menggambar dengan media yang berbeda.
Bali juga pernah menjadi tempat pengalaman melukisnya berlangsung. Tahun 1978 bersama dengan beberapa orang temannya mereka berangkat ke Bali. Dia tak lama tinggal di Bali karena hanya ingin mencecap dan mengambil pengalaman yang akan dia gunakan selanjutnya. Mulyadi kembali lagi ke Medan untuk melukis poster film. Lagi-lagi lukisan poster film ini tak juga memberikan hasil yang baik.
Kelesuan lukisan poster film ini membuat dia kemudian mengambil keputusan bergabung dengan seorang temannya M Yatim. M Yatim pelukis yang mendirikan sanggar “Sanggar Rowo” Tanjung Morawa. Di sanggar inilah Wak Mul menjadi pelukis yang konsisten, melukis di atas kanvas. Dia bergabung dengan Sanggar Rowo sekitar tahun 1992 sampai tahun 2003, hingga akhirnya memutuskan untuk melukis sendiri.
Keputusannya untuk melukis sendiri dan tidak bergabung pada kelompok tertentu akhirnya membuat dia lebih bebas. Bebas untuk terus bereksplorasi melukis dengan berbagai media yang berbeda. Dikesendiriannya membawa dia menemukan dan mencoba berbagai media. Kemudian menghantarkan dia mampu melukiskan apa saja di media apapun.
Dengan penampilan sederhana dan bersahaja Wak Mul adalah pribadi yang hangat, ramah namun sedikit pendiam. Karena dia hanya mau berbicara tentang sesuatu ketika merasa teman bicaranya itu cukup kenal dekat dengannya. Di waktu tertentu dia sesekali berbicara namun tak jarang tutur katanya mengejutkan. Ketika sedang melukis sesekali dia mengeluarkan canda sangat lucu. Candanya bisa membuat teman-teman yang sedang melukis disekelilingnya terheran-heran. Temannya sambil memandang satu dengan yang lain, kemudian tertawa terbahak-bahak.
Ketika sedang melukis, dia terlihat sangat asyik menikmati lukisannya bahkan tak perduli dengan suasana yang terjadi di sekelilingnya. Dengan tekun satu persatu sapuan kuasnya dia goreskan sampai membentuk sebuah objek yang dia inginkan. Matanya sudah kurang tajam. Dia tak lagi bisa melihat dengan jelas dan detail setiap bidang kecil bagian yang akan dilukisnya.
Dia tetap bersemangat dengan kacamata yang sudah berbeda ukuran plus dan minus di bagian mata kanan dan kiri. Bahkan ketika kacamata tak lagi bisa digunakan Wak Mul memakai kaca pembesar untuk melihat bagian kecil yang harus dilukisnya. Matanya sudah tak setajam dulu lagi, tapi semangatnya masih setajam belati.
Dia tak pernah sekalipun menyerah atau berhenti untuk melukis. Semua media sudah dicobanya, namun tak membuatnya merasa puas akan apa yang sudah dicapainya. Kepada teman yang lebih muda dia selalu mengatakan; “coba saja terus. Nanti akan bisa kau buat, jangan takut mencoba dan jangan berhenti berusaha”.
Ketika ditanya tentang kesenimanan seorang seniman, Mulyadi selalu berkata “saya tak pernah berpikir tentang dianggap menjadi seniman atau tidak. Aku bisa hanya menggambar. Menggambar apa saja, di media apa saja dan di mana saja. Aku bisa hanya menggambar dan menggambar.”
Begitu sederhananya pernyataan dari Wak Mul namun disitulah letak keseniman seorang Mulyadi yang hanya bisa menggambar dan menggambar. Dia tak peduli dilabeli menjadi seorang seniman atau tidak. Seniman bukan sekedar gelar yang diberikan pada seseorang. Seniman adalah orang yang terus berkarya dan tak pernah gerus dimakan usia.
Berkaryalah terus Wak Mul seperti ucapanmu menggambar apa saja, di media apa saja dan di mana saja. Sebab tak perlu kau nyatakan siapa dirimu karena dalam setiap karyamu kau sudah berbuat, kau sudah mencipta. Lewat semua karyamulah akan tercatat namamu.
Melukislah terus Wak Mul jangan pernah berhenti melukiskan keindahan dunia ini dengan tangan dan kuasmu yang sudah mengispirasi kami. Terima kasih buatmu Wak Mul sudah mengisi dan mengabdikan hidupmu menjadi pekerja seni yang setia. Kami terus menanti kejutan dari kesetiaanmu menggambar dan menggambar.
Penulis; seniman, 2018, Tanjung Morawa.