Prasetyo:

"Central Authority" MLA Jangan di Kemenkumham

Jakarta, (Analisa). Jaksa Agung HM Pra­setyo menyatakan "central authority" dalam penye­lenggaraan Mutual Legal Assistance (MLA) terkait ker­jasama imbal-balik da­lam masalah pi­dana antar negara, sudah tidak relevan lagi berada di bawah Ke­men­terian Hukum dan HAM.

Karena tidak lagi memi­liki tugas dan kewenangan yang secara langsung ber­hubu­ngan dengan proses penegakan hukum, kata­nya dalam pembukaan Munas Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) di Jakarta, Kamis (1/2).

Karena itu, kata dia, persoalan tersebut selayak­nya dibahas dalam munas PJI kali ini dan ditindak­lanjuti dan diperjuangkan.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) yang juga Ketua Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), Noor Rach­mad, menjelaskan central authority itu adalah otoritas pusat yang fungsinya ketika ada hubungan timbal balik antara negara dengan negara itu yang mewakilinya.

"Sekarang konteksnya adalah kemen­kumham itu bukan lagi sebagai lembaga yang melaksanakan tugas penanganan hu­kum atau yudisial. Dia itu adalah lembaga dengan perundang-undangan," katanya.

Kalau dahulu, kata dia, kementerian ke­hakiman ada tugas yudisial, karena tidak punya kewenangan dalam tugas yudisial maka pada akhirnya ketika ada komu­nikasi antar negara itu pada akhirnya tidak lang­sung ditangani kemenkumham tapi meminta bantuan kejak­saan dan kepolisian.

Hal itu, kata dia, tentunya menambah panjang biro­krasi oleh karena itu lebih ideal akan dilaksanakan kejaksaan aparatur yang memiliki kewenangan di bidang pena­nganan hukum.

Misalnya, masalah bu­ronan yang dicari di negara lain (interpol) mungkin ketika mengejar harta di negara lain itu perlu MLA (Mutual Legal Action) yang akan membahas mengenai bagaimana caranya mencari harga yang ada di negara itu sehingga butuh kerja sama dengan negara-negara.

"Nah ini yang mewakili secara administratif dalam kemen­kumham ketika dia mau mengeksekusi dia tidak tahu per­soalannya.

"Atau Ini perkara yang mana, caranya gimana? Sejarahnya bagaimana? Pasti akan diarahkan ke kejaksaan atau kepolisian. Ka­rena dua instansi itu yang mengeta­hui­nya," katanya.

Sistem demkian berarti menambah pan­jang biro­krasi namum kalau sudah dikuasai oleh kejaksaan tinggal memanggil yang menangani masalah itu dan mencari berkas­nya lalu apa langkah selanjutnya.

"Itu lebih memudahkan dalam rangka untuk mem­percepat proses pena­nganan­nya," katanya.

Kemudian, penelusuran aset atau me­ngejar terpidana yang lari keluar negeri. "Proses administrasinya kan ada dan itu dibuat oleh kemenkumham. Tapi akhir­nya kemenkumham itu minta bantuan ke instansi yang punya kewenangan penanganan hu­kum," papar­nya. (Ant)

()

Baca Juga

Rekomendasi