Medan, (Analisa). Balai Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah I Medan menyebutkan perubahan cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini di wilayah Indonesia bagian barat termasuk Sumatera Utara mengikuti dinamika atmosfer yang terjadi.
Kepala Stasiun Klimatologi Deliserdang, Klaus JA Damanik ST dalam keterangannya kepada Analisa, Selasa (13/3) sore menyebutkan, seringnya terjadi hujan kendati saat ini masih musim kemarau karena tingginya pembentukan awan-awan konvektif yang berdampak pada bertambahnya potensi curah hujan. Berbeda dengan sebagian wilayah Indonesia bagian timur yang sebagian dalam kondisi kering dan merupakan bagian dari dinamika perkembangan atmosfer yang tengah berlangsung.
Menurut Damanik, kita perlu memperhatikan fenomena cuaca skala global dan regional. Fenomena skala global meliputi El Nino-La Nina, Indian Ocean Dipole/ indeks Dipole Mode, dan Madden Julian Oscillation (MJO).
“Adapun fenomena skala regional meliputi sirkulasi monsun Asia-Australia dan kondisi suhu muka laut,” ujar Klaus.
Selanjutnya ia mengungkapkan bahwa adanya gangguan cuaca seperti daerah pusat tekanan rendah sirkulasi eddy di perairan barat Sumatera juga dapat mengakibatkan terbentuknya daerah konvergensi yang merupakan daerah perkumpulan massa udara.
Hal ini mengakibatkan cuaca buruk di wilayah Sumatera Utara, seperti hujan lebat dan angin kencang, walaupun saat ini wilayah Sumatera Utara masih mengalami musim kemarau yang diprediksi hingga dasarian II April 2018. Oleh karena itu, perkembangan kondisi dinamika atmosfer perlu dipantau setiap harinya untuk dapat memprakirakan kondisi cuaca dengan baik
Dia menjelaskan, berdasarkan analisis fenomena global, maka Maret hingga April 2018 wilayah Indonesia secara umum mengalami La Nina lemah dan indeks Dipole Mode yang terpantau normal. Hal ini, jelas Damanik mengindikasikan perpindahan aliran massa uap air dari Samudera Hindia ke Indonesia bagian barat tidak signifikan. Selanjutnya, hasil analisis MJO terupdate 10 Maret 2018 menunjukkan bahwa MJO aktif di bagian tengah Samudra Hindia pada fase 3 dan berdasarkan peta prediksi spasial anomali Outgoing Longwave Radiation (OLR),
Dikatakannya fenomena skala regional seperti monsun kurang berpengaruh untuk wilayah Sumatera Utara. Sebab secara umum wilayah Sumatera Utara lebih dominan memiliki pola hujan ekuatorial atau dalam dua puncak musim. Selanjutnya dilihat dari suhu muka laut di wilayah Sumatera Utara, pada dasarian I bulan Maret 2018 dan diprediksi bertahan hingga akhir Maret 2018.
Anomali suhu muka laut dalam kondisi netral hingga positif (0°– 0,6° C) dengan suhu berkisar antara 29,1°- 30,0° C. Hal ini menambah potensi pertumbuhan awan konvektif di wilayah Sumatera Utara. (rmd)