Oleh: Isnaini Kharisma
GORGA Batak Toba merupakan kesenian ukir yang biasanya terdapat pada bagian luar rumah adat dan alat kesenian (gendang, serunai, kecapi), dan lainnya. Gorga dapat disebut sebagai corak atau motif yang tidak hanya dipahat, tapi juga dilukis. Pada umumnya gorga hanya menggunakan cat tiga warna yakni, merah, hitam, dan putih.
Awalnya, gorga menjadi dekorasi (hiasan) yang dibuat dengan cara memahat kayu. Namun sekarang sebagian sudah direlif dengan semen pada rumah permanen, kemudian dicat dengan tiga warna (tiga bolit).
Bahan untuk ukiran gorga biasanya kayu lunak, misalnya kayu ungil, ada juga yang menyebut kayu ingul. Kayu ini mempunyai sifat tertentu, tahan terpaan sinar matahari dan guyuran air hujan. Karena tidak cepat lapuk, kayu ini juga biasa dipakai untuk material kapal/perahu di Danau Toba.
Gorga banyak dijumpai dalam desain sejumlah gedung bersejarah, gedung pemerintah, dan lainnya. Misalnya, di gedung Museum Negeri Sumut, di Jalan HM Joni Medan.
Arsitek, Dr Raflis Tanjung, ST,MT,IAI mengatakan, tampak jelas dalam transformasi dari atap-atap bangunan adat yang ada di Sumut, yaitu gabungan adat Batak Toba, Nias, Karo, dan Melayu. Hal itu mencerminkan begitu banyak peninggalan sejarah di Sumut. Bentuk segitiga merupakan bentuk yang umum untuk atap di daerah tropis.
"Yang paling menarik, di Sumut banyak sekali rumah adat yang memakai atap segitiga dan mempunyai ornamen yang berbeda-beda. Bahkan, setiap ornamen dan bentuk memiliki arti serta makna yang berbeda pula," katanya.
Raflis menjelaskan, ada beberapa jenis rumah maupun gedung bentuk gorga, di antaranya Rumah Gorga Sarimunggu, merupakan rumah adat Batak Toba yang paling lengkap gorganya. Untuk membangun rumah jenis ini, perlu waktu, dana, dan tenaga yang tidak sedikit. Selain itu, ada juga Jabu Ereng, rumah yang tidak dihiasi gorga. Rumah ini cocok untuk ditempati.
"Ada beberapa bangunan yang bentuknya menyerupai segitiga seperti bangunan Museum Negeri Sumut, yaitu Gedung Tarukim di Jalan Wiliam Iskandar Medan. Selain itu, gedung-gedung pemerintah daerah juga menganut bentuk arsitektur lokal dan itu dikenal dengan kearifan lokal," ujarnya.
Untuk Museum Negeri Sumut, diresmikan pada 19 April 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr Daoed Yoesoef, namun peletakan koleksi pertama dilakukan Presiden Soekarno pada 1954, berupa makara. Karena itu, museum ini terkenal dengan nama Gedung Arca.
Museum ini berdiri di lahan seluas 10.468 meter persegi, terdiri dari bangunan induk dua lantai yang difungsikan sebagai ruang pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang audio-visual/ceramah, ruang kepala museum, tata usaha, ruang seksi bimbingan, perpustakaan, ruang mikro film, ruang komputer, serta gudang. Secara arsitektur, bentuk bangunan induk museum ini menggambarkan rumah tradisional Sumut.
Pada bagian atap depan dipenuhi ornamen dari etnis Melayu, Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Pakpak, dan Nias.