Mengapa ada jalan rusak? Sebenarnya ada target yang ingin dicapai. Tapi karena kekurangan anggaran yang membuat jalan mantap tidak tercapai,” kata Kadis Bina Marga Sumut, Ir Abdul Haris Lubis,MSc saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion (FGD) bertema Sinergi Pemerintah dan Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur Sumut di Arya Duta Medan, Senin (19/3).
Pembicara lain pada FGD yang digelar Sumut Pos-Bank Mandiri antara lain Guru Besar Fakultas Ekonomi USU Prof Sahad Afifudddin Lubis, Ketua Gapensi Sumut Tiopan Pardede, Kepala Bappeda Sumut diwakili Ismail Sinaga dan moderator Dedi Ramdani dari Bank Mandiri. Turut hadir Mulianto dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumut Arief Budi Santoso,Deputi Bank Mandiri Region I Sumatera I Agus Sanjaya dan Humas Hendry Tampubolon.
Abdul Haris Lubis mengatakan untuk memenuhi anggaran pembiayaan infrastruktur tersebut perlu mencari sumber pembiayaan alternatif seperti dana Corporate Social Responsibility (CSR) mapun Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBSU).
Dia menyebutkan dari 3.048,5 Km panjang jalan provinsi rusak ringan 478,30 Km atau 15,69 %. Sementara panjang jalan tanah 291,85 Km atau 9,57 %. Ada beberapa permasalahan yang membuat jalan rusak. Antara lain pengerasan tidak memenuhi standar, bencana alam seperti gempa di darat, letusan gunung berapi, tanah longsor yang mencapai 40-50 % dari ruas jalan.
“Bukan hanya itu kondisi tofografi kawasan pantai barat dan kepulauan Nias juga menjadi masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan segera. Kondisi tanah sangat labil. Kita perbaiki kembali rusak. Ini dapat merugikan pengengusaha karena biaya lebih besar.
Karena itu perlu ditingkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Ini membutuhkan pembahasan,” kata Haris.
Dalam FGD yang digelar Sumut Pos-Bank Mandiri, dia menambahkan ada jalan tanah sepanjang 291 Km yang belum bisa dilewati. Hal ini harus dicari solusi.
Bagaimana upaya jalan tanah bisa dilalui seperti jalan aspal yaitu menggantikan penggunaan material konvensional sehingga memiliki tingkat kekuatan aspal termasuk mampu menambah daya dukung jalan terhadap beban melintas.
“Justru itu kami akan mempersiapkan dokumen konstruksi yang membutuhkan biaya cukup besar yang akan ditawarkan kepada pihak swasta. Kita terus meyakinkan pengusaha.
Koridor kita sudah memiliki indentifikasi awal sepanjang 90 Km objek wisata baru yang sangat menjanjikan dikembangkan,” papar Haris.
Dedi Ramdani dari Bank Mandiri mengakui salah satu kendala dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia pembiayaan besar. Paling tidak setiap tahun diperlukan Rp2000 triliun. Kendala lain pembebasan lahan, teknis kontruksi, perencanaan,persiapan dan perizinan. Di Sumut membutuhkan dana sebesar Rp600 triliun lebih.
“Program Bank Mandiri katanya mengangkat isu-isu yang sangat krusial. Secara umum tujuan kita melihat tantangan dalam pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara,” katanya.
Sementara Tiopan Pardede mengatakan jasa kontruksi sangat besar bagi pembangunan infrastruktur. Karena itu dia menilai regulasi perlu direvisi lagi. Soalnya untuk mendapat proyek infrastruktur di Sumut masih sulit.
Begitu pula citra buruk konstruksi di daerah ini juga perlu diperbaiki. Ini perlu turun tangan gubernur untuk melakukan pembinaan.
“Bagaimana kemitraan kita semua ke depan dalam mendorong pembangunan infrastruktur kalau kita mau maju. Di Sumut anggaran sangat kecil. Jumlah kue pembangunan juga sangat sedikit Rp2,5 triliun. Termasuk APBD Medan sangat minim dibanding DKI Jakarta 18 kali lipat. Artinya Medan nomor 5,” sebutnya.
Hal senada dilontarkan Prof Sahad Afifuddin, jangan sampai Sumut hancur karena kue tidak dibagikan. Ada sisi yang belum siap di bidang infrastruktur sehingga memerlukan waktu panjang. “Termasuk pajak ekspor kita di Jakarta itu perlu diturunkan ke Sumut,” katanya.
Menanggapi permasalahan pembiayaan infrastruktur, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumut, Arie Budi Santoso kepada pers mengakui peran perbankan untuk pembiyaan infrastruktur masih terbatas. “Kita mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan, namun perlu kehati-hatian,” pintanya.
Menurut catatan kami, kata Mulianto dari OJK hingga posisi Januari 2018 kredit perbankan untuk infrastruktur di Sumut Rp7,7 triliun. Ini besar, tapi masih kecil dibandingkan dalam skala nasional. (sug)