Oleh: Bhikkhu Thitavamso Thera
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
DALAM pandangan Agama Buddha, hidup adalah pilihan dan bukan kewajiban. Artinya, seseorang dalam menjalani kehidupan ini boleh memilih hidup berumah tangga ataupun hidup sendiri. Hidup sendiri dapat menjadi Bhikkhu, Bhikkhuni, samanera, samaneri ataupun tinggal di rumah tanpa memiliki ikatan dalam perkawinan. Jika seseorang telah menjalin hidup sebagai perumah tangga, maka hendaknya ia melaksanakan segala tugas dan kewajibannya dengan baik. Orang yang demikian ini sesungguhnya adalah seperti seorang pertapa tetapi hidup dalam rumah tangga. Sikap ini pula yang dipuji oleh Buddha. Tentu untuk melaksanakan tugas sebagai perumah tangga yang baik ini ada beberapa syarat yang harus diikutinya sesuai dengan Buddha uraikan untuk menjalin perumahtangga yang baik.
Didalam Digha Nikaya III, 152, 232 dan dalam Anguttara Nikaya II, 32. Buddha menguraikan bahwa ada minimal empat sikap hidup yang dapat dipergunakan untuk mencari pasangan hidup sekaligus membina hubungan sebagai suami istri yang harmonis. Keempat hal itu adalah: pertama.
Kerelaan, keiklasan “Dana”. Kualitas keiklasan ini seperti seorang ibu yang menyayangi anak tunggalnya. Ia akan mempertahankan anak tercintanya dengan seluruh kehidupannya, melindungi anak tersayangnya dari segala macam bahaya dan bencana, memberikan segalanya demi kebahagiaan anaknya, serta rela memaafkan segala kesalahan anaknya.
Yang kedua. Ucapan yang Baik/Halus “Piyavaca”, Dalam dunia ini, siapapun pasti akan suka mendengar kata-kata yang halus, termasuk pula pasangan hidup. Tidak ada orang yang suka mendengar kata kasar, walaupun orang itu sendiri kasar kata-katanya.
Ke tiga. Melakukan Hal yang Bermanfaat Baginya “Atthacariya”. Dalam pengembangan konsep berdana, sudah ditekankan akan adanya pembentukan sikap mental: “Semoga semua mahluk hidup berbahagia”. Demikian pula dengan pasangan hidup.
Ke empat. Batin Seimbang, Tidak Sombong “Samanattata”, Pengembangan sikap penuh kerelaan, ungkapan dengan kata yang halus dan tingkah laku yang bermanfaat untuk orang yang dicintai hendaknya tidak memunculkan kesombongan. Jangan pernah merasa bahwa tanpa diri ini segala sesuatu tidak akan terjadi.
Buddha juga menguraikan empat faktor yang membuat rumah tangga lebih berbahagia. Empat hal tersebut telah diuraikan dalam Anguttara Nikaya II, 62 yaitu bahwa pasangan hendaknya memiliki kesamaan dalam “Saddha” keyakinan, “Sila” kesusilaan, “Caga” kemurahan hati, dan “Panna” kebijaksanaan.
Dengan memiliki empat faktor pandangan yang sama maka hidup sebagai perumahtangga akan dengan mudah untuk mengemudikan bahtera rumah tangga dengan suasana kehidupan yang penuh keharmonisan. Karena Kesamaan Keyakinan bukan hanya harus sama dalam agama, tetapi merupakan keyakinan yang muncul dari pikiran dan pandangan yang benar sehingga akan membentuk pola hidup. Dalam Kesamaan Kemoralan selalu berusaha bersama-sama melaksanakan Pancasila Buddhis terdiri dari lima latihan kemoralan, yaitu usaha untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan.
Untuk Kesamaan dalam Kedermawanan bukan hanya sekedar suka berdana, tetapi adalah seseorang yang mempunyai jiwa tanpa beban, jiwa melepas, iklas, dan tidak melekat.
Bagi orang yang murah hati pasti akan memiliki metta, karuna, mudita, dan upekkha.
Sedangkan Kesamaan dalam Kebijaksanaan segala sesuatu diputuskan secara baik dan benar dalam membangun kebahagiaan sebagai perumah tangga.
Oleh karena itu, hidup sebagai perumah tangga bisa memiliki kebahagiaan didunia ini maupun didunia selanjutnya apabila sesuai dengan Dhamma sebagai perumahtangga.
“Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta, semoga semua makhluk berbahagia”