Jejak Wakaf Orang Aceh di Penang

Oleh: Iranda Novandi

“ORANG Aceh adalah orang kaya. Banyak tanah wakaf mereka yang tersebar di Pulau Penang ini,” ujar Ainon, pemandu wisata di Penang, saat Analisa bersama sejumlah warta­wan asal Aceh melintasi Jalan Dato Keramat, Penang Malaysia, 16 Maret 2018.

Dato Keramat adalah salah seorang orang Aceh yang merantau ke Malaysia dan menetap di Pulau Pinang atau lebih dikenal dengan sebutan Penang. Dato Keramat adalah orang yang sangat disegani dan dihormati.

Bukan cuma dia, di Penang ada juga orang Aceh yang sangat menjadi panutan dan ikut membangun kawasan George Town, sebagai kota pertama di Pulau Pinang sejak dibuka oleh Francis Light dari Inggris. Dia adalah Tunku (Teungku) Sayyed Hussein Al-Adid.

Atas jasanya yang besar, Inggris memberi kewenangan besar bagi Sayyed hingga mendirikan kampung muslim pertama di Penang dan berhak menerapkan hukum sesuai dengan syariat Islam di daerah tersebut.

Sebagai perkampungan muslim di semenanjung melayu itu, Teungku Sayyed mendirikan masjid yang diberi nama Masjid Melayu (Jamik) Lebuh Aceh. Di plang nama di pintu gerbang masjid ini dengan jelas disebutkan kalau masjid ini merupakan wakaf Tunku Sayyed Hussein Al Adid dan didirikan pada 1808 Masehi.

“Masjid ini sudah berusia 2 abad lebih atau 210 tahun dan selalu ramai dikunjungi muslim yang datang ke George Town,” ujar Ainon yang merupakan warga Malaysia keturunan Jawa-Melayu.

Saat menginjakkan kaki di masjid ini, Analisa teringat akan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Menara yang terdapat di masjid ini nyaris sama persis dengan menara Masjid Raya Baiturrahman.

Masjid ini dibangun persegi empat dan tanpa memiliki kubah. Sebagai pengganti kubah, diberi atap yang berbentuk limas layaknya masjid-masjid tua yang ada di Aceh, seperti masjid tua Indrapuri di Aceh besar.

Meski memiliki kran air untuk wudu layaknya masjid di Aceh juga, di masjid Jamik ini juga terdapat kulah (bak air) untuk mengambil wudu. Kulah ini sampai sekarang masih banyak digunakan ma­sya­rakat Aceh di setiap masjid.

Di papan informasi yang terdapat di halaman masjid disebutkan, Teungku Sayyed merupakan saudagar kaya dari Aceh keturunan Yaman yang juga kerabat kerajaan Aceh. Dia datang ke Pulau Pinang pada 1792. Pulau Pi­nang saat itu baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light di akhir Abad Ke-18.

Teungku Sayyed Hussein Al-Aidid yang merupakan saudagar per­ka­palan ini mem­bangun pemukiman dan perdagangan di Lebuh Acheh (Kampung Aceh). Pada masa itu, masyarakat Aceh cukup berhasil dan sukses di Penang.

Ini tidak hanya terbatas ha­nya pada masa Teungku Sayyed, tapi pascamening­galnya pada pertengahan Abad Ke-19, perkampungan ini terus berkembang dan men­capai kegemilangannya hingga akhir Abad Ke-19.

Teungku Sayyed dima­kamkan di kompleks masjid tersebut, bersisian dengan ku­buran istrinya. Makam ini berada di dalam sebuah ba­ngunan sederhana. Para ke­ra­bat dan pengikutnya yang telah meninggal dunia juga dimakamkan di kom­pleks pemakaman yang ada dalam area masjid tersebut.

Turut melawan Belanda

Konon, berdasarkan ceri­ta warga setempat, meski sudah sukses di Penang, Teunku Sayyed tak pernah lupa akan kampung hala­man­nya. Pada masa itu, Kerajaan Aceh sedang meng­hadapi gempuran kolo­nial Belanda.

Menurut keturunan Teung­ku Sayyed yang ber­nama Yahya, Teungku Say­yed tidak tinggal diam. Dia ikut mengirimkan senjata ke Aceh untuk balatentara Aceh menghadapi Belanda. Bah­kan, dia sem­pat ditangkap dan dipenjara gara-gara ka­palnya membawa meriam untuk dikirim ke Aceh.

Kini semua hasil usaha yang dilakukan Teungku Sayeed tersebut telah diwa­kafkan bagi masyarakat se­tempat dan terus dirawat, se­bagai jejak dan saksi besar­nya pengaruh dan pengor­banan orang Aceh di Penang.

Sayangnya, saat ini ko­munitas muslim di Pulau Pi­nang semakin sedikit. Se­hing­ga, masjid yang dahulu­nya selalu dipenuhi jemaah saat salat berjamaah, kini ha­nya tersisa sekitar dua shaf saja.

Dengan semakin berku­rang­nya jemaah ini, maka tempat salat Jumat pun harus dilakukan bergiliran dengan masjid Kapitan Keling. Mas­jid ini merupakan masjid tertua di Pulau Pinang yang didirikan saudagar India.

Dari informasi yang ter­tera di papan pengumuman di masjid Kapitan Keling, dise­butkan masjid ini di­dirikan pada 1801. Masjid yang ber­bahan dasar dari batu bata ini didirikan Kader Mydin Me­rican, Kapten Keling.

“Masyarakat muslim di George Town melakukan sa­lat Jumat berjamaah ber­gi­liran. Bila Jumat ini dila­ku­kan di masjid jamik, maka jumat depan dilakukan di masjid Kapitan Keling,” je­las Ainon. 

Ini juga menjadi salah sa­tu upaya untuk menyatukan umat Islam yang ada di George Town yang meru­pakan masyarakat minoritas saat ini. Meski minoritas, ta­pi kerukunan umat beragama di sini sangat baik. Apalagi, di kawasan George Town ter­dapat juga kuil, gereja yang megah dan besar.

Keberhasilan orang Aceh di semenanjung Malaysia, tidak hanya diper­lihatkan Da­tok Keramat atau Teung­ku Sayyed. Pada awal Abad Ke-20, juga ada orang Aceh cukup terkenal, Teuku Nyak Putih, ayahanda seniman le­gendaris Melayu, P Ramlee. Nyak Puteh juga sangat ter­kenal di Penang.

Di samping itu ada juga orang keturunan Aceh yang sukses di sini, bahkan men­duduki jabatan setingkat men­teri, seperti Tansri Sa­nusi Junid yang pernah men­jabat Menteri Besar Kedah, Malaysia.

()

Baca Juga

Rekomendasi