Merajut Hati Menuju Biqolbin Salim

Oleh: Ahmad Azwar Batubara

“Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinika

HATI sudah seyogyanya menjadi pondasi mendasar bagi seiap makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah yaitu manusia. Bukan saja diberikan panca indra yang utuh dan serba lengkap manusia juga diberi akal nurani dan jasmani yang sangat sempurna. Bukan hanya sempurna, manusia juga salah satu makhluk yang unik. Kita mungkin sering melihat manusia yang begitu baik, rendah hati, dermawan, rajin beribadah, akan tetapi tidak jarang kita melihat manusia yang berkelakuan sangat keji, tidak santun, dan menjadi peresah bagi masyarakat. Namun itulah manusia makhluk yang paling sempurna sebagaimana firman Allah Swt pada Q.S Al-Infithor ayat 6-8 yang artinya, “Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan-mu Yang Maha Pengasih. Yang telah Menciptakanmu lalu Menyempurnakan kejadianmu dan Menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia Menyusun tubuhmu.”

Sungguh manusia benar-benar makhluk yang paling sempurna dicipta­kan oleh Allah Swt. Sangat beruntung orang-orang yang selalu mau bersyukur dan bermunajat kepada Allah Swt atas kesempurnaan yang telah diberikan olehNya. Orang yang beruntung dalam pandangan Allah bukanlah orang yang sukses, bukan orang yang hanya bersih pakaiannya saja, bukan orang yang bersih rumahnya, tapi yang paling bersih hatinya. "Qad aflaha man zakka ha, wa qad kha ba man dassa ha (Q.S As-Syams: 91-92) amat sangat beruntung orang yang mensucikan jiwanya merugi dan merugi orang yang mengoko­torinya. Karena di akhirat kelak hanya beberapa orang yang bisa bertemu dengan Allah Swt. Siapakah yang berjumpa dengan Allah nanti?

Yaumala yanfa’u malun wala banun illa man atallaha biqalbin salim, di akhirat nanti orang-orang yang berjumpa dengan Allah adalah bukanlah orang yang banyak ilmunya, bukan orang yang paling banyak amalnya, bukan yang banyak dakwahnya, bukan yang paling banyak berjuangnya, tapi yang mela­kukan semua pekerjaan tersebut yang berbuah qolbun salim. Yang ilmunya banyak berbuah qolbun salim, yang amalnya banyak berbuah qolbun salim, yang dakwahnya banyak yang berbuah qolbun saliim, itulah nanti yang akan berjumpa dengan Allah Swt.

Seperti yang dikatakan oleh K.H Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) dalam tausyiahnyaada orang yang ilmunya banyak, tapi sering tertipu merasa mulia dengan ilmu padahal ujub riya takabbur itu tidak akan menyelamatkan. Ada yang banyak ibadahnya namun lupa untuk membersihkan hatinya, tidak sehebat gigihnya ibadah, itupun tidak selamat karena yang hanya diterima Allah bukanlah orang yang banyak ibadah­nya, bahkan keturunan Rasulullah Saw Djaffar Ash Shodiq seorang sahabat Nabi berpesan kalau engkau ingin melihat kemulian seseorang jangan dilihat dari banyak ibadah tapi lihatlah bagaimana dia memperlakukan orang lain. Karena itulah akhlak yang sangat diutamakan. Mengutip kitab dari Ulama Sufi Adabul ‘Alim wal Muta’allim karya Hadratussyekh Hasyim ‘Ashari salah satu kutipan dari kitab tersebut berbunyiNahnu ila qalil minal adabi ahwaju minna ila katsiirin minal ‘ilmi. Yang artinya kita lebih membutuhkan adab (meskipun) sedikit dibanding ilmu (meskipun) banyak”.

Apakah kita bisa tahu kebersihan dan kekotoran isi hati seseorang? Tentu saja jawabannya tidak. Manusia tidak diberikan mukzizat untuk menerawang isi hati. Benar manusia tidak mengetahui isi hati, benar kita tidak usah sibuk melihat isi hati seseorang, tetapi Rasulullah Saw bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, ketauhilah bahwa di dalam tubuh ini ada segumpal daging atas sesuatu yang kalau dia baik maka semua baik adapun jika segumpal daging tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, maka ketahuilah segumpal daging itu adalah hati. Jadi bukan kita yang ingin tau isi hati orang, tapi orang tersebut yang memberiti tahu isi hatinya. Teko hanya mengeluarkan isi teko, di dalam kopi keluar kopi, di dalam kotoran akan me­nge­luarkan kotoran. Bukan kita yang mengetahui isi hati seseorang, namun perilaku seseorang yang memperlihat­kan isi hatinya.

Kalau hati sudah teracuni, bakal banyak penyaki hati nantinya yang muncul di kemudian hari. Racun-racun itu banyak macamnya. Belumlah bisa istikamah iman seseorang sebelum istikamah lisannya. Maka lurus dan istikamahnya hati dalam memegang keimanan itu dimulai dari lisan yang istikamah. Istikamah untuk selalu mengeluarkan kata-kata yang baik.

Rasulullah dalam suatu riwayat pernah mengisahkan seorang yang akan dijamin masuk syurga, “Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Ucapan Rasulullah SAW ini serta-merta membuat riuh para sahabat yang tengah berada di masjid. Mereka bertanya-tanya siapa gerangan sang penghuni surga itu.

Apakah dia salah satu sahabat yang paling rajin shalatnya atau yang paling rajin puasanya? Atau, yang paling banyak sedekahnya atau mungkin yang tak pernah absen dalam jihad? Tak lama, para sahabat pun melihat seorang laki-laki Anshar dengan wajah basah. Air wudhu menetes dari janggutnya.Tak ada yang spesial secara fisik.Para sahabat pun bertanya-tanya alasan apa yang membuat laki-laki tersebut menjadi penghuni surga. Keesokan hari belum terjawab rasa penasaran para sahabat, Rasulullah kembali mengucapkan hal sama. “Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Mereka pun kembali riuh bertanya-tanya, siapa lagi yang dipastikan merasakan nikmat Allah yang kekal.

Sampai dengan hari ketiga Rasullulah mengucapkan hal yang sama. Namun tetap selalu muncul laki-laki tadi. Para sahabat semakin bertanya-tanya. Para sahabat pun yakin laki-laki itulah calon penghuni surga.Tapi, tak satu pun sahabat yang mengetahui alasan di balik rahmat Allah memasukkan laki-laki itu dalam golongan yang selamat pada hari akhir. Namun, mereka tetap merasa tak enak hati jika menanyakannya hal itu kepada Rasulullah.

Tinggallah para sahabat terus dirundung keingintahuan. Salah satu sahabat yang amat penasaran, yakni Abdullah bin Amr bin Ash, memilih inisiatif untuk mencari tahu sendiri.Hari ketiga setelah Rasulullah mengucapkan hal yang sama, Abdullah bin Amr bin Ash bermaksud mengikuti si laki-laki penghuni surga. Ia pun membuntutinya hingga tiba di rumah laki-laki itu. Ia pun kemudian menyapa pria tersebut dan bermaksud meminta izin untuk mengi­nap di rumahnya. Abdullah bermaksud tinggal di sana agar dapat mengetahui amalan si penghuni surga.

Si penghuni surga tersebut dengan senang hati menyambut Abdullah. “Tentu, silakan,” ujarnya gembira. Maka, tinggallah Ibnu Amr di rumah calon peng­huni surga itu selama tiga hari. Selama 3 hari tinggal di sana, Abdullah mengamati setiap ibadah dan amalan yang dilakukan si calon penghuni surga. Abdullah hanya melihat ibadah si laki-laki yang biasa, hanya menjalankan ibadah wajib saja. Di sepertiga malam, pria itu tak pernah bangun shalat Tahajud.Meski Abdullah bin Amr selalu mendengar laki-laki itu berzikir dan bertakbir acap kali terjaga dari tidur, pria itu baru bangun saat waktu shalat subuh tiba. Luput dari shalat malam, pria penghuni surga itu pun tak menjalankan puasa sunnah. Namun, Abdullah juga tak pernah mendengar pria itu berbicara, kecuali ucapan yang baik.

Ketika izin pulang setelah menginap tiga hari, Abdullah mengakui maksud­nya untuk mencari keutamaan amalan si laki-laki itu hingga beruntung menjadi salah satu penghuni surga Allah yang dipenuhi segala kenikmatan. Apakah sebenarnya hingga kau mampu menca­pai sesuatu yang dikatakan Rasulullah sebagai penghuni surga?” tanya­nya.Namun, ketika Abdullah melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya. Ia berkata kepada Abdullah, “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”

Dari perkataan laki-laki tersebut, tergetar dan takjublah Abdullah bin Amr bin Ash. Ia yakin sifat tak pernah iri, dengki, dan hasad membuat pria itu masuk surga. Ia pun malu karena banyak dari Muslimin yang tak memperhatikan akhlak tersebut. Tak hanya ibadah semata yang mengantarkan manusia merasakan surga Allah, tetapi juga amalan kebaikan, termasuk sifat dan akhlakul karimah.

Berdasarkan kisah tersebut banyak pelajaran berharga yang kita petik bahwa penyakit hati seperti hasad, iri, dan dengki sangat dilarang dalam Islam. Bahkan, dari kisah ini tampak seorang yang tak pernah memiliki sifat itu merupakan penghuni surga Allah. Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian saling iri dan dengki.” (HR Muslim).

Daripada itu marilah sama-sama kita merawat hati agar selalu hudznudzon tidak berprasangka buruk terhadap orang lain. Sesungguhnya kunci dari segala amal dan perbuatan itu letaknya di dalam hati. Karena seseorang yang ahli ibadah sekalipun namun tidak qolbun salim, maka bisa menghentikan langkahnya untuk masuk di surgaNya. Menjadi pribadi Biqlobin Salim Insya Allah akan mengantarkan kita bukan hanya menjadi penenang dan penen­tram jiwa selama di dunia, namun juga kelak akan menjadi jalan untuk memudahkan kita menuju surgaNya. Semoga kita semua mampu menjadi pejuang Biqolbin Salim.

Penulis adalah Alumni Lembaga Pers Mahasiswa Dinamika UIN SU dan Mahasiswa Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN SU

()

Baca Juga

Rekomendasi