Oleh: Ir. Fadmin Prihatin Malau
Lapangan Merdeka mengingatkan kita terhadap pohon trembesi. Pohon tersebut mampu menjadikan kawasan Lapangan Merdeka sejuk, nyaman bagi siapa saja yang berada di daerah itu. Itu cerita pohon trembesi masa lalu.
Kini pohon trembesi tidak mampu lagi memberikan rasa sejuk dan nyaman di sekitarnya. Andai pohon itu bisa ngomong, pasti dia tak akan berbohong, dan akan mengatakan yang sebenarnya. Pohon itu kini merana, seperti kata pepatah, “hidup segan mati tak mau”.
Acap kali pohon trembesi di Lapangan Merdeka itu tumbang. Lantas yang selalu disalahkan hujan dan angin kencang. Pernah pohon itu tumbang saat cuaca cerah pada siang hari, tanpa angin dan hujan.
Penulis pernah menyaksikan pohon pelindung di Lapangan Merdeka itu tumbang, Januari 2017 dan menjadi berita Harian Analisa.
Lokasi tumbangnya pohon trembesi di depan deretan kafe di kawasan itu. Dulu di bawah pohon trembesi yang tumbang itu adalah pedestrian atau tempat bagi pejalan kaki. Kini jadi tempat parkir mobil dengan posisi 45 derejat maka wajarlah Pohon Trembesi yang tumbang itu menimpa mobil yang sedang parkir. Dulu Pohon Trembesi berjajar di sisi parit besar. Baru kemudian jalan yang sangat teduh karena rimbunnya dedaunan Pohon Trambesi.
Kini kawasan lapangan Merdeka Medan sudah berubah, pohon Trambesi mengelilingi lapangan Merdeka Medan tersiksa hidupnya sehingga daunnya tidak rimbun lagi. Dulu Belanda membangun Kota Medan berwawasan lingkungan, terbukti di kawasan Lapangan Merdeka Medan dibangun kantor pos, bank (de java bank), hotel, balai kota dengan alun-alun bernama Esplanade yang ketika Indonesia Merdeka berubah nama menjadi Lapangan Merdeka Medan.
Diperkirakan usia tanaman Pohon Trembesi di Lapangan Merdeka itu mencapai 150 tahun. Sudah tuakah? Banyak pihak berkomentar sudah tua. Namun, sesungguhnya belum atau tidak tua sebab usia Pohon Trembesi bisa mencapai 500 tahun.
Kini di Malaysia, di Tokyo-Jepang Pohon Trembesi masih tumbuh subur meski telah berusia lebih dua ratus tahun. Jadi tidak benar Pohon Trembesi di Lapangan Merdeka Medan itu sudah tua. Namun, kondisi tumbuh Pohon Trembesi yang kurang wajar, tidak normal maka terlihat sudah tua dan tumbang.
Pohon Trembesi sesungguhnya bisa hidup lebih dari 500 tahun maka seharusnya Pemerintah kota (Pemko) Medan menjadikan Pohon Trembesi di Lapangan Merdeka sebagai tanaman dilindungi berdasarkan Undang-Undang (UU) Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 yang menyebutkan lingkungan bagian dari desain rekayasa budaya manusia masa lalu.
Namun, lahan tumbuh Pohon Trembesi di kawasan Lapangan Merdeka Medan menjadi lahan Merdeka Walk yang semuanya dicor. Hal ini yang membuat Pohon Trembesi merana, lahan tumbuhnya menjadi tidak layak. Hal itu karena tidak punya daerah resapan air sedikit pun juga sehingga Pohon Trembesi tidak bisa hidup normal.
Akhirnya Pohon Trembesi yang tidak dapat hidup normal itu tumbang meski usianya masih muda. Apa yang dilakukan Belanda dengan lahan tumbuh tanaman Pohon Trembesi sudah tepat sebab memiliki daerah resapan air yang luas karena pohon itu akan tumbuh sampai 500 tahun.
Pohon Trembesi (Samanea Saman) dibawa Kolonial Belanda ke kota Medan tahun 1880 dalam jumlah ratusan batang. Ditaman di kota Medan, ada 48 batang ditanam di Lapangan Merdeka, puluhan lagi ada di sepanjang jalan Imam Bonjol dan jalan-jalan lain di kota Medan. Kini di Lapangan Merdeka tersisa sebanyak 20 batang.
Pohon Trembesi, Pohon Asam Jawa, Pohon Mahoni, Pohon Bunga Tanjung menjadi saksi dari perubahan suhu di kota Medan dari sejuk menjadi panas dan gerah seperti sekarang ini. Kolonial Belanda telah memikirkannya maka ditanam ratusan pohon di kota Medan agar udara segar dan sejuk.
Pohon yang ditanam bukan sembarang pohon tetapi pohon yang tepat untuk mengatasi suhu udara Kota Medan agar warga dapat tenang, tidak gerah kepanasan. Mengapa Pohon Trembesi? Jawabnya, Trembesi merupakan tumbuhan pohon besar, tinggi, tanaman ini memiliki kemampuan menyerap air tanah sehingga pohon terbaik dalam menyimpan persediaan air dalam tanah.
Pohon Trembesi berasal dari Amerika yang tropik sehingga cocok tumbuh di Indonesia. Pohon Trembesi merupakan tanaman pelindung yang mempunyai banyak keunggulan. Dapat bertahan 2-4 bulan atau lebih lama di daerah mempunyai curah hujan <40 mm/tahun (Dry season), dapat hidup di daerah dengan temperatur 20-300C, maksimum temperatur 25-380C, minimum 18-200C, temperatur minimum yang dapat ditoleransi 80C.
Dari kondisi ini terlihat Pohon Trembesi sangat luar biasa dalam beradaptasi. Terbukti dalam temperatur bagaimanapun juga dapat bertahan hidup. Tidak heran banyak negara menanamnya sebagai tanaman peneduh. Di India dan Amerika Latin, Pohon Trembesi banyak di taman, di pinggir jalan, lahan pertanian dan padang rumput.
Lain lagi di Walt Disney “Swiss Family Robinson” Pohon Trembesi dijadikan rumah pohon yang tinggi pohonnya mencapai 60 meter dan diamater kanopinya 80 meter. Di Malaysia dijadikan tanaman pelindung kakao, kopi, patchouly dan vanila. Pohon Trembesi sudah terbukti hebat sebagai tanaman peneduh dan penghasil oksigen (O2) terbaik.
Hasil penelitian membuktikan bahwa Pohon Trembesi yang ditanam di atas lahan satu hektar dapat menghasilkan 0,6 ton oksigen (O2) yang mampu memenuhi kebutuhan oksigen untuk 1.550 orang per hari.
Di samping itu Pohon Trembesi terbukti mampu menyerap 2,5 ton karbondioksida (CO2) per tahun atau 6 kilogram CO2 per batang per tahun. Trembesi juga unggul menanggulangi banjir sebab mampu menyimpan 900 meterkubik air tanah per tahun dan mampu menyalurkan (mentransfer) 4000 liter air per hari.
Dengan sirkulasi air yang ada di Pohon Trembesi diproyeksikan tanaman ini mampu menurunkan suhu 5-8 derejat Celcius. Kini Pohon Trembesi di Lapangan Merdeka Medan tumbang, berbagai komentar dan pendapat terlontar. Namun, hal yang penting realisasi dari berbagai komentar dan pendapat itu.
Kondisi Pohon Trembesi yang tumbang itu memprihatinkan. Wakil Walikota Medan, Akhyar mengatakan pihaknya akan mengambil langkah tepat dan melakukan evaluasi terhadap kondisi pohon. Pemko Medan akan menyelamatkan pohon-pohon Trembesi di Lapangan Merdeka yang masih bisa diselamatkan. Namun, untuk pohon yang tidak bisa diselamatkan, Akhyar mengatakan pihaknya akan mengganti dengan bibit Pohon Trembesi yang baru.
Bila Pemko Medan ingin menyelamatkan, tidak ada pilihan lain selain mengembalikan habitat Pohon Trembesi. Pihak Belanda menanam Pohon Trembesi itu untuk membangunan alun-alun sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Medan, bukan untuk membangun bangunan di alun-alun.
Apa bila yang dilakukan Belanda itu diteruskan maka dipastikan Pohon Trembesi di Lapangan Merdeka Medan itu akan berusia sampai 500 tahun. Bila ini terjadi maka pohon-pohon itu terselamatkan dan menjadi sejarah bangsa.
Selama Pohon Trembesi tidak dikembalikan kepada habitatnya seperti yang dibangun Belanda maka Pohon Trembesi dikhawatirkan akan tumbang satu per satu. Bukan tindakan yang tepat memangkas dahan, ranting dan daun Pohon Trembesi karena tanaman ini memiliki diamater kanopinya 80 meter. Bila dipangkas kanopinya maka fungsi sebagai pohon pelindung tidak ada lagi dan produksi oksigen dari Pohon Trembesi terganggu.
Hal yang tidak tepat juga bila dikatakan untuk menyelamatkan Pohon Trembesi dengan menyiramnya setiap hari sebab Trembesi adalah pohon penanggulangan banjir. Pohon Trembesi mampu menyimpan 900 meterkubik air tanah per tahun dan mampu menyalurkan (mentransfer) 4000 liter air per hari.
Artinya tidak perlu disiram setiap hari akan tetapi begitu hujan maka pohon akan menyerap dan menyimpan air. Hal inilah maka Pohon Trembesi ditanam Belanda di tepi parit besar di Lapangan Merdeka. Kini parit besar itu sudah tidak ada di Lapangan Merdeka.
Pohon Trembesi memiliki sirkulasi air dalam batang dan akan menyalurkannya ketika air tanah berkurang maka Trembesi tanaman yang baik menanggulangi banjir dan kekeringan. Faktanya kini di kawasan Lapangan Merdeka Medan, jika hujan turun terjadi banjir dan bila tidak hujan terjadi kekeringan. Kembalikan Pohon Trembesi pada habitatnya.
(Penulis adalah dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, Pengurus Majelis Lingkungan Hidup PW Muhammadiyah Sumut dan aktivis Yayasan Badan Warisan Soematra (YBWS)