Merawat Gajah, Menjalin Ikatan Batin

SERINGKALI kita dihebohkan dengan kejadian mengenai gajah yang tertinggal kawanannya di hutan mengalami kondisi parah dan terluka akibat jerat atau perangkap pemburu liar atau orang tertentu.

Sebut saja Erin, gajah berumur empat tahun ini mengalami belalai yang terpotong akibat jerat para pemburu liar.

Erin sudah berumur dua tahun ketika ditemukan di dalam hutan dengan kondisi menyakitkan tersebut. Kemudian, dia dirawat selama dua tahun di Pusat Konservasi Gajah (PKG) di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung hingga sekarang dan masa akan datang.

Dengan keadaan seperti itu, gajah Sumatra itu mengalami kesulitan untuk makan. Belum lagi kesakitan yang harus dialami serta kemung­kinan trauma yang membekas.

Erin terpaksa menunduk untuk mengambil makanan dan me­ma­sukkannya ke dalam mulut, bahkan sebagian makanan seperti kacang panjang sering terjatuh dari geng­gaman belalainya.

Untuk itu, Sukowiyono, sang pengasuh atau mahot Erin mem­ban­tunya untuk memakan makanannya dengan cara menyuapinya. Erin pun harus terus belajar dan dilatih untuk beradaptasi dengan kondisi belalai buntung. Padahal, sebenarnya, belalai ini sangat berperan penting untuk menjangkau makanan. Kini Erin belum bisa bebas me­raih makanan dengan sendirinya di kawasan hutan dengan kondisi belalai sepert itu.

Sukowiyono pun dengan setia membantu Erin untuk menjangkau makanan dan secara perlahan melatih Erin untuk bisa hidup lebih baik meski belalainya tidak bisa berfungsi maksimal seperti dulu.

Kondisi seperti ini tidak seha­rusnya dialami gajah yang dilindungi dari kepunahan. Perburuan liar menjadi ancaman terhadap keles­tarian gajah.

Untuk itu, pemahaman akan pen­ting­nya melakukan pelestarian gajah dan penghentian perburuan liar harus dimiliki semua lapisan ma­syarakat sehingga tidak seenaknya berburu ilegal untuk kepen­tingan dan ke­puasan diri sendiri.

Selain Erin, ada juga Yetty. Gajah berumur 5 tahun ini ditemukan dengan kondisi luka-luka parah di dalam hutan. “Dia ditinggal sendiri (oleh kawanannya) dan hampir mati,” kata salah satu petugas kesehatan Rumah Sakit Gajah di PKG TNWK, Iwan.

Dengan kondisi seperti itu, Yetty ditemukan oleh pekerja di PKG dan dibawa untuk diselamatkan.

Ketika dikunjungi, baru-baru ini, Yetty sedang mendapatkan asupan asam amino, vitamin dan cairan lain lewat infus untuk meningkatkan staminanya. Saat itu, dia mengalami kelelahan dan lemas karena asyik berkeliaran dan bermain.

“Yetty ini gajah liar ditemukan di hutan. Dia diting­galkan rom­bongannya di sebuah kanal karena sakit hampir mati dan juga luka-luka,” ujarnya.

Iwan mengatakan, setiap bulan selalu ada gajah yang lemas karena kelelahan berkeliaran sambil mengikuti program pelatihan, seperti latihan tunggang atau atraksi yang harus dilatih secara rutin.

Kini Yetty sudah pulih dari kondisi hampir mati ketika ditemukan di dalam hutan. Dia dirawat dan dilatih dengan baik di PKG TNWK itu oleh perawat yang biasa disebut mahot.

TNWK merupakan taman nasioanal perlindungan gajah di Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur. Taman nasional seluas 125.621,30 hektare itu berjarak 110 km dari Kota Bandar Lampung.

Pengolah Data TNWK, Hartato, mengatakan, ada sebanyak 247 gajah liar dan 66 gajah jinak di kawasan tersebut. Ke-66 gajah jinak tersebut berada di PKG TNWK. Saat ini, sebanyak 16 anak gajah yang dirawat di PKG itu.

“Isteri pertama”

Para mahot memberikan dedikasi dalam melakukan tugasnya me­rawat gajah. Mereka yang rutin memelihara para gajah menjadi saha­bat dan pelindung yang setia. Mereka memandikan, memberi makan dan memastikan gajah berada dalam kondisi sehat dan terawat.

Mahot dan gajah menunjukkan ikatan kuat antara kedua belah pihak. Bagaimana tidak, setiap hari mahot dan gajah selalu bertemu dan berinteraksi. Mereka me­ngenal, menghibur berlatih dan bermain satu sama lain. Kasih sayang itu pun semakin kuat terjalin seiring ter­bentuknya koneksi antara mahot dan gajah.

Suharno merupakan salah satu mahot di PKG TNWK. Biasanya satu mahot bertanggung jawab untuk merawat satu gajah. Suharno menjadi perawat gajah yang bernama Kartija. Nama Kartija merupakan singkatan dari “kar­tininya gajah” karena gajah betina ini ditemukan pada 21 April yang bertepatan dengan Hari Kartini.

Kartija adalah gajah liar yang pertama kali dievakuasi ke PKG TNWK pada 1985 yang merupakan tahun yang sama dengan berdirinya pusat pelatihan gajah tersebut.

Kartija dengan berat sekitar dua ton tersebut saat ini tengah hamil yang ke-empat. Kini Kartija yang merupakan maskot di PKG berumur 30 tahunan.

Suharno mulai bekerja di PKG pada 1995. Dia mulai menjadi mahot bagi Kartija pada 2006 menggantikan mahot-mahot sebelumnya yang pensiun.

Pria kelahiran 1973 itu mengungkapkan perasaan yang senang ketika dapat bersama-sama dengan gajah karena dia menyukai satwa ini. “Senang bisa bersama-sama satu hari bergelut dengan dia,” ujarnya.

Dia mengatakan bekerja tanpa hari libur. Tidak mung­kin dia dapat libur dari pekerjaan merawat gajah. Karena jika ditinggal pergi, tidak ada yang akan memandikan dan menggembalakan gajah.

Inilah pengorbanan mahot yang hanya bisa dilakukan oleh seorang perawat dan penjaga setia gajah. “Saya sama dia kayak keluarga sendiri, kayak istri pertama. Pagi dimandikan, sore dimandikan, bertemu terus,” katanya.

Istri di rumah tidak dimandikan setiap hari, anak belum tentu bertemu saat dia berangkat pagi untuk pergi kerja. “Kalau di rumah, istri kedua,” ujar Suharno saat menjelas­kan hubungan antara dia sebagai mahot dengan gajah Kartija.

Saat menggembala sang gajah, Suharno mulai dengan memberi minum di pagi hari, memandikannya lalu meng­gembalakan gajah di hutan. Kemudian gajah bebas bermain bersama rombongan di habitatnya. Lalu siang menjelang sore, mahot mencari gajah dengan menelusuri jejak kaki gajah. “Kita ikuti jejak kaki gajah setiap harinya,” ujarnya.

Pada sore hari, gajah digiring untuk pulang ke kandang. Gajah-gajah ini juga dimandikan setiap sore untuk membersihkan badan mereka dari kotoran dan lumpur sehabis bermain dan berkeliaran di dalam hutan.

Para mahot menyikat seluruh badan gajah dan me­mastikan mereka bersih sebelum masuk ke kandang-kan­dang yang tanpa batas pagar. Lalu para gajah diberi minum dan makan kembali agar tidak kelaparan di malam hari.

Menurut Suharno, Kartija merupakan gajah yang keibuan. Anak-anak gajah liar yang diselamatkan sering­kali bermain bersama Kartija. Anak-anak gajah seperti Erin dan Yetty sering mengikuti Kartija seolah-olah me­nganggap Kartija sebagai ibu mereka. (Martha Herlina­wati Simanjuntak/Ant)

()

Baca Juga

Rekomendasi