Tahun 2018

NASA Berencana Kirim Misi 'Sentuh' Matahari

KALAU pada era 1950-1980an, perlombaan luar angkasa itu sama pentingnya dengan persaingan senjata dalam politik internasional. Negara dengan teknologi dan pengetahuan paling maju tentang luar angkasa, dianggap sebagai negara terkuat di dunia.

Negara-negara adidaya pada masa itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet, silih berganti me­ngirim pesawat ulang-aliknya menembus atmosfer bumi. Tujuan pertama­nya?! Massa seperti pla­net yang terdekat dari bumi, bulan. Seperti yang orang ketahui bersama, pemenang lomba itu ada­lah Amerika Serikat lewat misi Apollo 11 yang mendarat di bulan pada tanggal 20 Juli 1969.

Langkah pertama Neil Armstrong di bulan, merupakan langkah paling penting bagi umat manusia. Sayangnya setelah bulan, manusia belum lagi berhasil ‘men­darat’ di planet ataupun satelit lain di luar angkasa.

Misi Mars yang sudah digarap bertahun-tahun ternyata juga belum membuahkan hasil yang maksimal. Namun ada kabar mengejutkan dari badan luar ang­kasa Amerika Serikat, NASA. Sebagaimana dilansir dari Independent, NASA berencana mengirim misi untuk ‘menyentuh’ matahari pada tahun 2018 ini.

Bukan planet lain, NASA umumkan bahwa target mereka selanjutnya adalah pusat tata surya kita yaitu matahari. Tujuan misi ini adalah untuk ‘menyentuh’ matahari

Dikutip dari Independent, NASA umum­kan kabar yang mengejutkan. Pada tahun 2018 ini, NASA akan meluncurkan pesawat luar angkasa menuju matahari. Misi ambisius ini diberi nama Solar Probe Plus (SPP). Tujuan utama dari misi ini adalah untuk mencapai dan mengambil data di korona, lapisan terluar dari atmosfer matahari.

Dari dulu  para peneliti memang penasar­an sekali sama lapisan korona ini. Pasalnya untuk alasan yang tidak diketahui, suhu korona itu jauh lebih panas dari permukaan matahari sendiri. Suhu di korona sampai 500.000 derajat Celcius! Kalau bisa dapat informasi dan data langsung yang bisa men­jelaskan fenomena ini, diyakini mereka bisa bakal bisa lebih memahami cuaca di bumi.

Jelas ‘menyentuh’ matahari bukanlah hal yang mudah. Namun NASA merasa mampu bahwa mereka sudah punya teknologi dan pesawat yang bisa mengemban misi ini.

Terdekat

Jelas untuk bisa ‘menyentuh’ atau berada dalam titik terdekat dalam sejarah dengan matahari, NASA harus mengembangkan pesawat ulang-alik khusus yang mampu bertahan di suhu dan radiasi ekstrem matahari.

Pesawat yang berhasil dikembangkan NASA untuk misi tahun 2018 ini dilapisi oleh perisai komposit karbon setebal 11,5 cm. Dengan perisai ini, pesawat tersebut dipre­diksi bisa bertahan sampai jarak 4 juta mil atau sekitar 6,5 juta kilometer dari matahari.

Jika berhasil, tentu saja itu bakal jadi jarak terdekat dalam sejarah bagi objek buatan manusia yang mendekati matahari. Pembangunan pesawat ini dikabarkan bakal memakan biaya sebesar US$ 1,5 Miliar. Wah emang cuma negara kaya yang bisa merencanakan misi seperti ini.

Meski biayanya mahal sekali dan risiko gagalnya besar, misi ini penting sekali untuk kemajuan peradaban manusia. Terutama memahami fenomena cuaca esktrem yang sekarang juga sering terjadi di bumi.

Misi ini jelas tidak seperti la­yaknya misi bulan atau Mars, yang bisa secara fisik mendaratkan pesawat ke permukaannya. Matahari tidak memiliki permukaan. Meski hanya ‘menyentuh’ atau mencapai titik terdekat de­ngan matahari, misi ini diyakini bakal bisa kembali menyibak satu lagi misteri terbesar alam semesta ini. Terutama yang berkaitan dengan cuaca.

Sebagai pusat tata surya, matahari memiliki suhu paling tinggi dan ekstrem yang menyebabkan berbagai fenomena seperti badai matahari. Badai matahari seringkali menyebabkan banyak gangguan komunikasi di bumi yang sampai sekarang belum ada solusinya.

Selain itu data-data dari misi ini juga diyakini penting untuk dapat lebih mema­hami cuaca ruang angkasa. Jika ingin lebih aktif lagi ‘berkelana’ dan mencari planet baru yang bisa ditinggali, pemahaman ini sangat penting.

Sungguh kemajuan peradaban manusia! Tahun 1950-an dulu, manusia baru bisa bermimpi ke bulan. Tahun 2017 ini, manusia sudah siap-siap meluncurkan misi ke matahari. Tapi itu baru sebatas eksplorasi tata surya  saja.

Masih banyak planet dan galaksi lain yang belum terjamah sama teknologi manusia. Misteri alam semesta itu memang sepertinya tidak ada habisnya. (hwc/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi