Takdir Manusia Sudah Ditetapkan Allah Swt

Semua orang pasti tidak tahu bagaimana takdirnya ke depan. Apakah menjadi orang kaya atau miskin. Masuk surga atau neraka. Hanya Allah saja yang tahu. Jika kita mempunyai takdir, lalu apakah takdir tersebut dapat diubah ? Ada yang mengatakan takdir tidak bisa diubah, tetapi ada juga yang berpendapat, karena kita tidak tahu takdir, maka bisa saja takdir diubah menurut keinginan kita.

Terlepas dari dua masalah tersebut ada kisah yang menarik yang berhubungan dengan masalah takdir ini.

Ketika Umar bin Khattab ra. berangkat menuju Syam, ia mendapat kabar di Syam telah tersebar wabah penyakit malaria yang telah merengut banyak korban jiwa. Umar pun menyuruh semua yang ikut bersamanya untuk kembali ke Madinah dan mencegah orang-orang yang datang untuk tidak memasuki kota Syam.

Salah seorang dari rombongan tersebut Abu Ubaidah bin Jarah bertanya, “Wahai Umar apakah kita akan lari dari takdir Allah Swt.”

Maka Umar menjawab, “Bukankah Allah Swt telah mengubahmu dengan takdir-Nya wahai Abu Ubaidah ?”

Umar lalu menjelaskan, “Kita menjauh dan pergi dari satu takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Apakah engkau melihat bila engkau mempunyai unta yang digembalakan pada dua lembah, satu lembah kehijau-hijauan penuh dengan rumput yang subur sedang satu lembah yang lain tandus tanpa tanaman. Bila engkau memilih untuk mengembalakan untamu di padang rerumputan yang hijau itu berdasar takdir Allah, maka bila engkau menggembalakannya di padang lain yang tandus, maka itu juga bagian dari takdir Allah. Lalu, takdir Allah manakah yang engkau pilih?”

Dalam konteks ini, Umar menjelaskan bahwa pada dasarnya takdir seseorang itu berbeda dengan orang lain. Artinya bila takdir satu kaum bisa dihin-dari kaum yang lain maka seyogyanya kaum tersebut menghindari takdir tersebut.

Sebagai contoh, di kota Syam terjadi musibah, maka tidak ada salahnya meng­hindari musibah tersebut, karena boleh jadi Allah memilih takdir kita berbeda dengan penduduk Syam.

Katakanlah: "Siapakah yang dapat me­lindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak mempe­roleh bagi mereka pelindung dan pe­no­long selain Allah.(QS al-Ahzab: 17)

Banyak orang yang tidak berusaha menghindari sesuatu yang belum tentu itu takdirnya. Sebagai contoh, banyak yang terkena penyakit kanker dan telah divonis dokter ia akan meninggal paling lama 1 atau 2 bulan.

Karena merasa itu sudah takdirnya, ia tidak berusaha menyembuhkan penyakit tersebut. Ia pasrah dengan takdirnya ter­sebut. Padahal boleh jadi takdirnya bukan itu. Karena tidak ada seorangpun yang tahu kapan ia akan dicabut nyawanya oleh Allah. Jika kita beranggapan bahwa penyakit tersebut yang membuat kita harus berpisah antara ruh dan jasad, maka seolah-olah penyakit tersebut lebih ‘hebat’ dari kekuasaan Allah.

Maka tidak ada salahnya, berusaha mencari sebuah kemungkinan. Kemung­kinan itulah yang dise-but dengan ikhtiyar (usaha). Kemungkinan itu tidak dianggap lari dari takdir. Tetapi kalau kita pasrah dan tidak berusaha menyembuhkan pe­nyakit yang ada sama sajalah kita meng­anggap apa yang kita lakukan akan sia-sia.

Saat ini banyak orang yang mengangap bahwa ke-hidupannya di dunia ini sudah ditakdirkan Allah. Kalau dia miskin maka itulah takdirnya sehingga ia tidak berusaha untuk bekerja agar kemiskinannya hilang.

Kita mesti ingat, bahwa di dalam diri kita banyak peluang-peluang untuk me­nuai kesuksesan. Karena itu, jangan ada kata menyerah apalagi menyalahkan takdir.

Orang miskin dan orang kaya mungkin berbeda takdirnya, tetapi bukan berarti orang kaya ketika lahir sudah menjadi kaya tetapi mungkin saja ia terlebih dahulu mengalami proses jatuh bangun. Setelah ia menjadi kaya maka dalam benak kita yang terlintas adalah “Itulah takdirnya”, tetapi coba kita ingat apa-kah dengan sim salabim ia langsung menjadi kaya ? karena takdirnya menjadi orang kaya ? Tentunya takdir itu tidak akan berjalan jika pro­sesnya tidak ada. Itulah yang disebut dengan ikhtiyar (usaha).

Tetapi jika sudah berikhtiyar namun tidak kaya-kaya, maka bertawakallah karena sesungguhnya setiap makhluk tidak mengetahui bagaimana sebenarnya takdirnya dihadapan Allah.

Persoalan takdir memang bukan dimensi yang bisa diprediksi. Tidak ada yang mampu mengatakan bahwa ke depan negara ini lebih baik dari hari ini. Atau negara ini lebih buruk dari kemarin. Tetapi sebagai hamba Allah kita diharapkan selalu berikhtiyar mencari yang terbaik. Karena itu jangan terlalu risau dengan ramalan-ramalan yang ada, karena ra­malan tersebut merupakan dugaan bukan kepastian. Bisa iya dan tidak. Dan kalau­pun iya, mungkin hanya kebetulan. Oleh karena itu mintalah kepada Allah jangan meminta kepada makhluk-Nya.

()

Baca Juga

Rekomendasi