Bangunan Kafe Ala Arsitektur Kolonial

Oleh: Isnaini Kharisma

PADA masa penjajahan Belanda, Indone­sia mengalami pengaruh occidental (barat) dalam berbagai segi kehidupan, termasuk tata kota dan bangunan. Para pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal maupun tradisonal Belanda dalam peren­canaan dan pengembangan kota, termasuk bangunan dan permukiman.

Keberadaan penjajah dari bangsa-bangsa Eropa, terutama Belanda selama 3,5 abad di Indonesia, meninggalkan banyak bangunan yang patut menjadi bahan penelitian, khu­susnya untuk pengembangan dunia arsitek­tur. Bangunan peninggalan Belanda ini, dari sisi arsitektur  tidak terlepas dari pengaruh arsitektur bangunan yang ada di Eropa atau yang lebih dikenal dengan arsitektur kolonial.

Adanya pencampuran budaya, membuat arsitektur kolonial di Indonesia menjadi fenomena budaya yang unik. Jika diteliti, keberadaan arsitektur tersebut di berbagai tempat di Indonesia, mempunyai perbedaan-perbedaan dan ciri tersendiri.

Dosen Arsitektur Universitas Panca Budi Medan, Dr. Raflis Tanjung ST MT IAI me­nga­takan, arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang dibangun selama masa kolonial, ketika Indonesia menjadi jajahan Belanda pada 1600-1942 atau selama 350 tahun.

Arsitektur kolonial ini cenderung menga­dopsi gaya neo-klasik, yakni gaya yang berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Ada pun ciri menonjol terletak pada bentuk dasar bangunan dengan trap-trap cripedoma (tangga naik). Kolom-kolom dorik, ionik dan corinthian dengan berbagai bentuk ornamen pada kapitalnya. Bentuk pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relief mitos Yunani atau Romawi di atas deretan kolom.

Selain itu, bentuk-bentuk tympanum (konstruksi dinding berbentuk segi tiga atau setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan.

"Arsitektur kolonial Belanda adalah gaya desain yang cukup popular di Netherland pada 1624-1820. Ciri-cirinya yakni fasad simetris, material dari batu bata atau kayu tanpa pelapis, entrance mempunyai dua daun pintu, pintu masuk terletak di samping bangunan, denah simetris, jendela besar ber­bingkai kayu, dan terdapat dormer (bukaan pada atap)," katanya.

Masyarakat Indonesia sampai saat ini masih merasakan peninggalan masa kolonial tersebut. Masih banyak bangunan pening­galan kolonial yang kokoh seperti di Medan, misalnya gedung Lonsum, Kantor Pos Me­dan, Kantor Kereta Api, dan lainnnya.  Tak hanya itu, bangunan bersejarah wajib diles­tarikan sebagau wujud penjagaan terhadap bangunan arsitektur bergaya kolonial tersebut.

"Saat ini, fenomena bangunan kolonial banyak dialihfungsikan dan hal tersebut sangat bagus dengan catatan tidak merubah fasad bangunan yang dominan. Seperti di Kota Lama Jakarta yang telah menjadi objek bangunan bergaya kolonial," jelasnya.

Gaya arsitektur kolonial yang berkembang pada 1800-an disebut juga dengan the Empire Style/the Dutch Colonial Villa. Gaya arsitektur ini dipengaruhi oleh arsitektur neo-klasik terjemahan bebas yang sedang ber­kem­bang di Eropa kala itu. Belanda yang merupakan salah satu negara di Eropa, ten­tulah terkena dampak arsitektur neo-klasik, sehingga mereka yang dari Belanda mengap­likasikan gaya itu di Indonesia.

Semakin berkembangnya bangunan di kota besar, arsitektur kolonial ini juga menu­lar pada pembangunan sejumlah kafe di beberapa kota di Indonesia. Seperti, Cafe Batavia yang bercirikan arsitektur kolonial.

Bentuknya yang simetris dengan lantai atas ditutup dengan atap perisai, tembok te­bal ciri khas bangunan lama masa peme­rintahan Hindia Belanda, dan terdapat barisan kolom bergaya Yunani.

Ketika menikmati senja di Kota Tua Jakarta, memang paling asyik ditemani kopi hangat dan camilan sederhana. Tak perlu bingung, karena Kedai Seni Djakarte menye­diakan tempat nyaman tersebut untuk kamu. Kafe dengan bangunan tua dua lantai ini berada di Jalan Pintu Besar Utara, Taman Sari, Jakarta Barat yang menjadi jalan wisatawan menuju Museum Fatahillah.

Sebagai pecinta bangunan tua, tak lengkap rasanya jika belum mampir ke Bangi Kopi Tiam Kota Tua. Kafe bergaya kolonial ini bakal membawa di kehidupan masa lalu. Ba­gaimana tidak, kafe ini menawarkan banyak ornamen unik yang berusia puluhan tahun.

Di Kota Medan, ada juga beberapa bangu­nan kafe yang mengusung arsitektur sejenis, yakni Warung Koffie Batavia di Jalan Kapten Pattimura Medan.

BANGUNAN TUA: Kafe dengan bangunan tua dua lantai di Taman Sari, Jakarta Barat.

MASA LALU: Gaya kolonial bangunan ini membuat serasa mengenang kehidupan masa lalu.

BERGAYA KOLONIAL: Arsitek­tur bergaya kolonial menjadi keunikan pada gedung-gedung kafe di Indonesia.

TEMBOK TEBAL: Tembok tebal ciri khas bangunan lama masa pemerintahan Hindia Belanda.

PIGURA PENDUKUNG: Pigura berlukiskan peman­dangan masa lalu di beberapa kafe berarsitektur kolonial.

Foto-foto: Analisa/internet

()

Baca Juga

Rekomendasi