Oleh: Yasmin C Nazria
INI adalah hari pertamaku di kelas 6A. Ini juga merupakan hari pertama ayahku mulai bekerja di PT Angkasa yang kantornya terletak lumayan jauh dari rumah dan sekolahku. Bahkan sebelum aku turun dari mobil tadi, ayah mengatakan, “Nina, nanti kalau ayah menjemputmu agar terlambat, tunggu saja di kelasmu dan jangan ke mana-mana ya,” begitu kata ayah.
“Hei Nina, ternyata kita sekelas lagi, ya?” seru anak itu. Aku sangat mengenal suaranya. Pastilah itu Krista, temanku sejak TK. Kami selalu sekelas, bahkan ada yang mengatakan kalau kami mirip. Memang, sih, kalau dipikir-pikir kami mirip juga. Tapi nilai kami tidak pernah mirip. Krista selalu meraih peringkat satu sedangkan aku selalu meraih peringkat di atas sepuluh.
“Hai Krista, Iya, kita sekelas lagi nih,” ucapku singkat seraya tersenyum.
“Aku dengar ayahmu pindah kantor ya, Nin?” Tanya Kristra. Pastilah ia tahu hal itu dari ibunya yang merupakan teman ibuku.
“Iya, Kris. Mana nanti ayahku jemputnya lama lagi. Kamu bisa gak menemaniku di kelas ini setelah pulang sekolah nanti?”
“Maaf Nin, tapi aku harus les sepulang sekolah nanti,”
Wajahku pun menjadi murung. Masa sih aku harus duduk diam di kelas ini sepulang sekolah nanti. Les, les, les, semuanya pada les. Kenapa ayah tidak memasukkan aku ke bimbel saja?
Kriiiing….kriiing…. krinngg… bel masuk berbunyi. Wali kelas kami pun masuk ke kelas. Haaah…. Membosankan sekali. Belajar lagi, belajar lagi. Ini semua tidak ada gunanya, toh, nilaiku masih begitu-begitu saja.
Perasaan bosan ini merasukiku. Aku mengabaikan guru IPS yang sedang menjelaskan tentang posisi geomet…geogglf…geoga..ah! Apapun itu! Pokoknya ini sangat membosankan.
Aku pun mengamati kelas baruku ini. Kelasnya lebih bagus daripada ruang kelas saat kelas 5 dulu. Papan tulisnya masih baru, jam dindingnya pun tampaknya bukan hadiah sponsor merk cat seperti di kelas 5 dulu. Ada pula lukisan cat air tiga anak SD yang sedang belajar bersama seorang guru laki-laki. Tidak ada tanda tangan pelukis pada lukisan itu.
“Mungkin itu dilukis oleh guru kesenian,” pikirku.
Kriiiing….kriiing…. bel pulang berbunyi. Guru dan semua siswa ke luar. Kecuali aku. Hufft…. Ya sudahlah, aku tunggu saja ayah di sini.
“Dasar anak jaman sekarang, padahal sudah kelas 6, waktu kosong bukannya dipakai untuk belajar, malah bengong,” ucap suara di belakangku. Aku menoleh , itu adalah guru laki-laki yang ada di lukisan tadi. Aku pun melihat lukisan itu, untuk menyamakan wajahnya dengan wajah guru laki-laki di lukisan tadi.
Tetapi alangkah anehnya guru yang ada di lukisan tadi lenyap, tinggal ada tiga anak SD yang sedang belajar.
“Anda…anda siapa?” tanyaku gugup.
“Aku? Hahaha, panggil aku Pak Tono. Reaksi kalian semua sama saat pertama kali melihatku,”
“Mengapa Anda di sini?”
“Panggilan alam… setiap kali aku melihat anak dengan aura malas, aku akan keluar dari lukisan itu dan mengajarinya,”
“Eem, tidak usah, pak. Nanti saya daftar bimbel saja,”
“Tidak! Jangan! Hanya aku yang dapat memperbaiki auramu. Bimbingan belajar paling mahal pun tidak akan dapat mengubahmu. Kamu ingin seperti Krista, yak an?” mataku terbelalak mendengar ucapannya. Aku pun mengeluarkan buku pelajaranku cepat-cepat. Dan belajar hingga ayah menjemput.
Hari demi hari, nilaiku membaik. Rutinitas belajarku selalu sama. Belajar dari ham 12.15 wib sampai jam 14.00 WIB. Terkadang pun aku belajar di malam hari. Tidak ada yang tahu tentang Pak Tono. Ia sangat lihai dalam menghilang.
Beberapa bulan berlalu, hingga ujian nasional pun semakin dekat. Sekarang nilaiku mendekati sempurna. Aku sangat berterimakasih pada pak Tono. Ia sudah menggali potensi belajarku dan menyadarkanku bahwasannya aku tidak akan tahu seberapa besar kemampuanku hingga aku mencoba.
Hasil ujian nasional pun telah keluar. Nilaiku mendapat peringkat kedua setelah nilai Krista. Aku pun masuk ke kelas 6A untuk terakhir kalinya. Pak Tono tidak akan keluar dari lukisan itu lagi, karena aura malasku telah hilang. Tapi ada yang janggal di lukisan itu. Lihatlah! Sekarang anak yang sedang belajar bertambah satu, ada wajahku di sana.
(Penulis adalah siswi kelas IX SMP Negeri 7 Medan)