Kembalikan Identitas Budaya Kota Medan

Oleh: Multajimah MA.

Menjadi penting bagi identitas daerah yang dimiliki, pengembangan budaya dan potensi lokal. Nilai-nilai lokal se­ba­gai sumber inspirasi kreatif, dan men­do­rong rasa kebang­gaan masyarakat ter­ha­dap buda­ya­nya, sekaligus bangga ter­ha­dap daerah Kota Medan yang juga merupakan miniatur dari pariwisata dapat dibuktikan de­ngan sejuta keindahan panorama alam dan berbagai tempat yang bersejarah. Sa­lah satu dari tempat bersejarah yang juga merupakan cagar budaya di Kota Medan adalah Istana Maimun, Taman Sri Deli dan Masjid Raya Al-Mashun.

Secara historis perkembangan Kota Medan, sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan (ekspor-impor). apalagi saat ini merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara. karena se­bagai pusat perhatian dan mobilisasi per­gerakan ekonomi dan masa, maka arus globalisasi masuk tanpa ada filter. Glo­balisasi telah menggoyahkan rasa per­caya diri kita, sehingga muncul ang­gapan bahwa segala sesuatu yang datang dari warisan masa lalu dianggap usang dan harus diganti dengan yang baru ber­asal dari peradaban Barat modern. Ge­ru­san budaya konsumerisme dan he­donisme yang bersumber dari kelata­han kita dalam mengadopsi semua yang berbau Barat.

Namun seiring perkembangan zaman, eksistensi budaya dan nilai-nilai budaya yang dimiliki sampai saat ini belum op­timal dalam upaya membangun ka­rakter warga, bahkan setiap saat kita sak­sikan ber­bagai macam tindakan ma­sya­­rakat yang ber­akibat pada kehan­cur­an suatu budaya yak­ni menurunnya pe­rilaku sopan santun, me­nurunnya pe­rilaku kejujuran, me­nu­runnya rasa ke­ber­samaan, dan me­nu­runnya rasa gotong ro­yong diantara anggota masya­rakat. Se­hu­bungan dengan hal tersebut menurut Lic­kona (1992:32) terdapat tanda-tanda dari perilaku manusia yang menun­juk­an arah kehan­cur­an suatu budaya yaitu: Me­­ningkatnya ke­ke­rasan dikalangan re­maja, ke­tidak­jujuran yang membudaya, se­makin ting­ginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru dan figur pemimpin, pe­ngaruh pergroup terhadap tindakan ke­ke­rasan;, me­ningkatnya kecurigaan dan keben­cian, peng­­gunaan bahasa yang memburuk, penurunan etos kerja, me­nu­runnya rasa tanggungjawab individu dari warga Negara, meningginya perilaku merusak diri, dan semakin kaburnya pedoman moral.

Manusia hidup dalam ruang dan waktu yang ditempuh selama hidupnya, ia juga selalu belajar dari sejarah. Kita sering me­ngucapkan dan menghayati frase: be­lajarlah dari sejarah, atau jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sadar atau tidak manusia terikat oleh sejarah, baik da­lam lingkup pribadi, kelompok kecil se­perti keluarga, masyarakat desa, mau­pun yang lebih besar dalam kelom­pok bangsa, per­him­punan bangsa, atau dunia. Kota Medan misalnya terbentuk dari proses sejarah budaya yang kompleks, Untuk me­ngem­bangkan peradaban atau si­vi­lisasi­nya, manusia belajar, baik secara for­mal maupun informal

Sementara itu laju gerak budaya lokal semakin lama me­mudar, dimana akti­vi­tas­nya sedang “berhadapan” dengan arus global. Banyak potensi budaya memiliki nilai yang terabaikan, padahal melalui budaya dapat mengikat ma­syarakat untuk bertahan dikarenakan hasil cipta, karsa, dan rasa manusia itu sendiri yang mem­be­rikan nilai dan manfaat. Begitu juga mo­bilitas masyarakat yang padat me­nye­babkan landasan budaya seorang men­jadi “mengabur” yang ber­akibat ke­ter­i­katan orang terhadap fisik geografis bu­daya semakin melemah. Kita bisa be­lajar dari bangsa Jepang yang mampu me­ngem­bangkan peradabannya di abad mo­dern ini justru dengan melestarikan nilai-nilai luhur yang mereka warisi dari nenek moyang, seperti ikebana, bonsai, dan kebiasaan bekerja keras serta ke­banggaan sebagai bangsa yang memiliki karakter tersendiri.

Realita budaya merupakan kapasitas ma­syarakat mem­perdaya sistem tradisi yang telah berlanjut terus menerus dalam ke­hidupan. Upaya-upaya mem­per­ta­hankan ideologi ini pada dasarnya adalah bagaimana adat istiadat diper­lakukan dan menjadi bagian kehidupan. Pendekatan budaya asalnya tidak sepenuhnya diting­galkan, justru ada bagian yang masih melekat dan dilestari­kan.

Budaya memiliki nilai-nilai yang se­nantiasa diwariskan, ditafsirkan, dan di­laksanakan seiring dengan proses per­ubahan sosial kemasyara­katan. Pelaksanaan nilai-nilai buda­ya merupakan manifestasi, dan legi­ti­masi masyarakat terha­dap budaya. Eksistensi budaya dan keragaman nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia me­rupakan sarana dalam membangun karakter warga negara, baik yang berhubungan dengan karakter privat maupun karakter publik. Geertz (1992:5).

Di masa jayanya dulu, daerah ini adalah salah satu dae­rah yang mene­gaskan betapa kayanya Bumi Nusan­tara. Daerah yang sangat maju dan ramai aktivitas perda­gang­annya, ka­ya akan sumber daya alam, tak heran juga disebut sebagai Bumi Bertuah. Disini pula, lahir para pujangga-pu­jangga Melayu yang mumpuni, para ulama terkenal, raja-raja bijaksana, dan para patriot dan negarawan yang turut serta dalam menopang, mendu­kung, dan mendirikan Negara Kesa­tuan Republik Indonesia.

Bangunan-bangunan lama yang memiliki keistimewaan yang mena­rik dan memiliki nuansa historis dalam rekam jejak perjalanan sejarah Kota Medan serta masih berdiri ko­koh. Lokasi tapak juga terletak di ke­camatan Medan Maimun yang di sekitarnya terdapat Istana Maimun dan Mesjid Raya yang menganut Arsitektur Melayu yang cukup kuat dan menarik perhatian masyarakat ditengah kota yang sudah bercampur dengan arsitektur Eropa.

Di tinjau dari keberadaannya, ternyata di Kota Medan masih ba­nyak terdapat ba­ngunan-bangunan lama yang secara fisik masih tegak berdiri sampai se­ka­rang dan memi­liki aspek historis di dalamnya. Banyak sekali benda-benda pening­galan dari Kesultanan Deli, sebuah bangunan akan terlihat biasa saja jika kita tidak mengetahui sejarah dibaliknya.

Geertz menekankan bahwa kebu­dayaan merupakan hasil karya ma­nusia yang dapat mengembangkan sikap mereka terhadap kehidupan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Melalui proses komunikasi dan belajar agar generasi yang diwariskan memiliki karakter yang tang­guh dalam menjalankan kehidupan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kearifan lokal berada dalam transformasi melalui moderenisasi. Transformasi merupakan usaha yang dilakukan untuk melestarikan kear­ifan lokal agar tetap bertahan dan dapat dinikmati oleh generasi beri­kut­nya agar mereka memiliki karak­ter yang tangguh sesuai dengan ka­rak­ter yang disiratkan oleh ideologi Pancasila. Nilai erat hubungannya dengan manusia, baik dalam bidang etika yang mengatur kehidupan ma­nusia dalam kehidupan sehari-hari, maupun bidang estetika yang ber­hubungan dengan persoalan kein­dahan, bahkan nilai masuk ketika ma­nusia memahami agama dan ke­yakinan beragama. Oleh karena itu, nilai berhubungan dengan sikap se­seorang sebagai war­ga masyarakat, warga suatu bangsa, sebagai pe­meluk suatu agama dan warga dunia. Dalam konteks tersebut maka manu­sia dikategorikan sebagai makhluk yang bernilai. Masyarakat Kota Me­dan dalam ukiran sejarahnya harus­lah mempunyai nilai etika dan es­tetika. produk budaya yang ditam­pilkan dalam lukisan peninggalan menimbulkan karakteristik tersen­diri bagi yang lain. Ini juga yang hendak diopinikan penulis bagi pihak terkait seperti eksekutif dan legislative untuk menampilkan simbol-sim­bol budaya Me­layu yang pernah ada dahulu di Kota Deli ini.***

Penulis adalah Dosen UIN SU & STAIS TTD.

()

Baca Juga

Rekomendasi