Oleh: Nasib Tua Lumban Gaol. Kondisi pencapaian pendidikan di Indonesia pada jenjang pendidikan dasar dan menengah saat ini masih berada dalam kotegori di bawah rata-rata (Kompas, 16/02/2018). Beranjak dari situasi ini, pembenahan kualitas pendidikan menjadi salah satu tugas fundamental bagi bangsa Indonesia dalam mempersiapkan “generasi emas” di tahun 2045.
Kebutuhan urgen tak lagi hanya mengupayakan pendidikan yang dapat diakses (accessible) oleh setiap warga negaranya, tetapi Indonesia harus juga membenahi kualitas pendidikannya secara serius. Hal tersebut dikarenakan kualitas pendidikan menentukan sumber daya manusia, yang mana berkorelasi positif dan signifikan dengan peradaban bangsa Indonesia di masa mendatang.
Berdasarkan data Global Human Capital Report, diterbitkan World Economic Forum tahun 2017, peringkat Indonesia dalam urusan pendidikan menempati peringkat 65 dari 130 negara. Posisi itu masih jauh tertinggal dari negara-negara anggota ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), misalnya Singapura (12), Malaysia (33), Thailand (40), dan Filipina (50).
Dari laporan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) itu, pertanyaan penting pun muncul. Mengapa kualitas pendidikan Indonesia masih “mandek”, padahal di tahun 2018 ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah genap berusia 73 tahun? Usia yang tak lagi belia.
Andrew Rosser (2018), Professor Universitas Melbourne, Australia, dalam laporan studinya yang berjudul “Beyond access: Making Indonesia’s education system work” menganalisis mengapa Indonesia masih gagal dalam mengembangkan sebuah sistem pendidikan yang mampu menghasilkan pencapaian belajar yang berkualitas.
Hasil kajian Professor Andrew menunjukkan bahwa penyebab permasalahan pendidikan di Indonesia begitu kompleks. Misalnya, ada yang dikarenakan ketidakcukupan dana (inadequate funding), kekurangan sumber daya manusia (human resource deficits), struktur-struktur keinginan yang berlawanan (perverse incentive structures), dan manajemen yang buruk (poor management). Selain itu, ditemukan juga, seperti dominasi politik, birokrasi, dan kumpulan kaum elit selama Orde Baru dan setelah Order Baru yang masih saja mendominasi, termasuk dalam birokrasi pendidikan dan institusi pendidikan negeri.
Faktor dan Solusi
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia yang disebabkan berbagai faktor sebagaimana telah diuraikan Professor Andre adalah temuan yang bermanfaat bagi perbaikan pendidikan Indonesia.
Selanjutnya, solusi dari Bank Dunia yang menyarankan adanya perubahan cara penyampaian materi kurikulum menjadi sederhana, seleksi calon guru ketat, evaluasi berkala dan terstandar terhadap program pembelajaran, dan memprioritaskan anggaran pada pendidikan dasar dan menengah (Kompas, 19/03/2018) juga merupakan rekomendasi penting bagi perbaikan pendidikan di Tanah Air.
Namun, karena kajian dan solusi di atas terlalu luas dan tidak mempertimbangkan Indonesia yang heterogen, diperlukan pembahasan mendalam dan menyentuh permasalahan supaya kontekstual. Dengan begitu, akan ditemukan faktor dan solusi untuk memperbaiki kualitas pendidikan kita. Setidaknya, ada empat penyebab “lambannya” peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pertama, kebijakan pemerintah yang tidak mendarat dan cenderung melahirkan permasalahan baru. Kebijakan pemerintah sering kali dikeluarkan begitu saja karena sedikitnya kajian ilmiah yang “matang”. Sehingga, kebijakan dan program yang ada tidak berdampak signifikan pada perbaikan kualitas pendidikan. Misalnya, kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional yang kini sudah Berbasis Komputer - UNBK. Selain memboroskan dana pendidikan, evaluasi pembelajaran dengan UNBK sebenarnya hanya mengabaikan potensi siswa karena tidak adanya proses evaluasi pengalaman belajar secara menyeluruh - kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan kondisi Indonesia yang begitu heterogen dari Sabang sampai Merauke yang sudah mencapai 250 juta jiwa, seharusnya pemerintah mempertimbangkan secara komprehensif setiap kebijakan dan program pendidikan yang dikeluarkan. Pemerintah harus semakin peka terhadap “keluh kesah” di daerah dan menjadikannya pertimbangan dalam setiap pengambilan kebijakan.
Kedua, rendahnya sumber daya manusia pendidikan dalam bidang pendidikan. Berdasarkan hasil analisis kinerja sumber daya manusia pendidikan yang dilaporkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016), kinerja kepala sekolah dan guru di wilayah Indonesia masih minim. Perbaikan kualitas sumber daya manusia dalam sektor pendidikan harus menjadi fokus pemerintah karena personalia pendidikan adalah penentu dalam pencapaian hasil belajar siswa.
Program pendidikan dan pelatihan bagi guru dan kepala sekolah harus berinovasi. Sering kali program pendidikan dan pelatihan bagi kepala sekolah dan guru tidak maksimal dan terabaikan. Padahal, kepala sekolah dan guru merupakan pelopor pendidikan yang berperan vital dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien di sekolah.
Ketiga, manajemen Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang masih rendah dan membutuhkan perbaikan. Kecenderungan LPTK adalah tidak beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mempersiapkan lulusannya. Akibatnya, mutu lulusan LPTK tak memadai (Kompas, 13/03/2018).
Saatnya LPTK memperbaiki kurikulum dan metode pembelajaran mahasiswa supaya dapat meluluskan calon pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional. Selain itu, diperlukan juga pembenahan proses seleksi masuk calon mahasiswa dan standar kelulusannya. Ini sebagai upaya untuk memastikan tiap lulusan dari LPTK sudah dipersiapkan dengan baik dan memenuhi kualifikasi - tidak karbitan.
Kempat, aktivitas politik yang lebih mengutamakan kekuasaan dan uang. Misalnya, dalam penentuan tenaga kependidikan, seperti kepala sekolah atau dinas pendidikan, cenderung berdasarkan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Masih jarang penentuan pemimpin kependidikan dilakukan dengan melibatkan komite sekolah atau lelang jabatan secara demokratis.
Seharusnya, para politikus tidak mengintervensi dan menjadikan bidang pendidikan sebagai lahan basah untuk meraup keuntungan kelompok atau partai. Ketika bidang pendidikan sudah didominasi kepentingan politik yang demikian, sistem pendidikan akan sulit diperbaiki dan bahkan kualitas pencapaian pendidikan dapat memburuk.
Tak Mustahil
Perbaikan kualitas pendidikan di Tanah Air memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai hal perlu dipertimbangkan, misalnya dana, sumber daya manusia, kondisi geografis, budaya dan sebagainya. Namun, keseriusan dan keterlibatan aktif pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh stakeholder pendidikan dapat mempermudah dan mempercepat pembenahan masalah pendidikan Indonesia.
Dengan demikian, sebenarnya upaya memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia tak mustahil dilakukan dengan baik. Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia adalah anugrah tak ternilai yang dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mewujudkan Indonesia yang unggul. Semoga! ***
Penulis adalah alumnus Magister Pendidikan National Taiwan Ocean University, Taiwan