Asap Kereta Masih Mengepul di Jalan Mesjid

Oleh: J Anto

Sekalipun sentra suku cadang dan bengkel kereta (sepeda motor) bermunculan di pinggiran Kota Medan, namun sentra  bisnis onderdil di Jalan Mesjid, Kesawan masih tetap memiliki magnet tersendiri. Di sini segala onderdil dari berbagai merk kereta, aksesoris, stiker, jasa pembuatan kunci, reparasi sadel, sampai servis vespa yang makin langka, tersedia. Harga onderdil pun relatif miring.

Rintik gerimis masih turun di sepanjang Jalan Mesjid, Medan Kesawan, Kamis (17/5) sore. Namun di sepanjang Jalan Mesjid, aktivitas di sejumlahtoko onderdil masih ramai. Tukang servis kereta terlihat sibuk mengotak-atik kereta. Asap tipis knalpot hanya terlihat sekilas membumbung, sebelum lenyap disapu rintik air hujan. Di sebuah toko onderdil Akang (65) dibantu isteri, anak dan 10 karyawan, sibuk melayani pembeli yang menyesak seperti tengah antri membeli sembako.

“Suku cadang di toko ini memang terkenal komplit. Keaslian suku cadang juga terjamin, dan kita juga bisa pesan sesuai kualitas yang diinginkan,” ujar seorang pembeli. Tahun 1986, saat masih berstatus mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas HKBP Nommensen, Brilian Moktar, kini anggota DPRD Sumut, juga kerap membawa kereta miliknya ke toko ini.

Akang (60), si pemilik Toko Muda ini, Aceh, telah menekuni bisnis onderdil sejak tahun 1970. Pria asal Kuala Simpang ini tak menampik. Dalam berbisnis suku cadang motor, pedagang  harus mampu menjaga kepercayaan konsumen. Selain item suku cadang harus komplet, harga lebih miring, kualitas barang juga yang tersedia juga harus variatif. Mampu menyesuaikan isi kantong konsumen.

Bisnis onderdil menurut Akang tak kenal musim, seperti bisnis aksesoris dan stiker kereta. Onderdil kereta tetap dibutuhkan karena tiap komponen punya masa pakainya sendiri-sendiri. Jika tak diganti kereta bisa ngadat.

Suku cadang kereta menurut Akang terdiri dari tiga jenis. Pertama suku cadang yang tergolong death moving, slow moving dan fast moving. Toko onderdil umumnya menjual komponen yang dikategorikan fast moving atau onderdil yang masa berlakunya tergolong cepat diganti seperti busi, rantai, karet, penyaring udara ruang bahan bakar, kampas rem, ban, lampu,  tali kipas dalam, dsb.

Perilaku konsumen berubah

“Fast moving itu ibaratnya makanan sehari-hari,” ujar Akang terbahak. Meski ramai, Akang mengakui bahwa besaran omset tak seperti saat ekonomi masih berjaya. Ia memberi ilustrasi sederhana. Saat ekonomi baik, orang yang punya uang, tangannya selalu gatal. Suku cadang kereta belum rusak parah atau belum habis masa pakainya, sudah diganti. Tapi perilaku konsumen belakangan ini berubah. Kalau suku cadang sudah rusak parah, baru diganti.

Bisnis onderdil juga penuh resiko. Menurut bapak 2 anak dan 6 orang cucu ini, keuntungan berjualan onderdil tipis,.

“Sementara model kereta tiap tahun terus berganti. Jika tidak pintar, banyak barang mati,” kata Akang saat ditemui di tokonya. Barang mati yang dimaksud adalah suku cadang yang tak lagi dibutuhkan konsumen karena model kereta sudah berubah. Perubahan model kereta, otomatis mem­buat perubahan komponen kereta. Suku cadang kereta menurutnya juga sangat banyak. Sampai ribuan item. Butuh ketelitian dan tempat penyimpanan luas.

Grosir onderdil

Di Jalan Mesjid sendiri sekarang ada sekitar 10 toko onderdil. Dari 10 toko tersebut, menurut Mak Pak Kim (60), seorang pengusaha percetakan yang pernah jadi teknisi bengkel di situ, ada beberapa toko yang tergolong grosir besar seperti Toko XYZ, MUDA, BS, Abadi, dll. Mereka punya karyawan cukup banyak. Bangunan toko yang bertingkat, sebagian dipakai untuk tempat penyimpanan barang. Untuk menurunkan barang, ada toko yang sudah menggunakan lift barang, tapi ada juga yang dikerek pakai tali. Banyak bengkel-bengkel di pinggiran Medan dan di Aceh serta kota-kota lain di Sumut yang berbelanja onderdil  di sini.

Selain toko onderdil, di Jalan Mesjid juga terdapat pedagang aksesoris, helm, stiker,  reparasi sadel kereta, dan pembuat kunci kereta.

Sejak tahun 1970-an, Jalan Mesjid memang dikenal sebagai sentra grosir onderdil  kereta dari berbagai merk. Jalan yang membentang sepanjang kurang lebih satu kilometer  dari ujung Jalan Hindu sampai ujung Jalan Palang Merah, tak hanya dikenal sebagai sentra bisnis suku cadang, tapi juga bisnis percetakan. Puluhan usaha percetakan memenuhi setengah dari Jalan Mesjid dihitung dari ujung pertemuan Jalan Palang Merah dan Jalan Mesjid. Usaha percetakan dapat ditemui di Jalan Ahmad Yani I menuju sampai dekat Makam Datuk Kesawan.

Sistem borong

Umumnya toko onderdil juga sekaligus melayani jasa servis kereta. Sistemnya borongan. Ar­tinya mekanik bukanlah karyawan dari toko onderdil. Mereka men­dapat upah dari menjual jasa servis. Namun onderdil harus dibeli dari toko onderdil dimana mekanik menjual jasa mereka.

“Kita juga tetapkan kesepakatan bagi hasil servis, karena mekanik menggunakan listrik, air kita, juga untuk uang kebersihan toko,” ujar Cipto (58), pemilik Panca Teknik. Bengkel miliknya terletak persis di tikungan Jalan Mesjid, tak jauh dari Mesjid lamaGang Bengkok yang selesai dibangun tahun 1885 de­ngan bantuan dari Tjong  Yong Hian dan Tjong Afie tahun 1885.

Cipto sudah membuka bengkel dan toko onderdil sejak 1991. Dulu, almarhum ayahnya dikenal sebagai sebagai tukang cat vespa dan barang-barang besi lain.

Namun sejak 1991, Cipto memilih  membuka bengkel dan menggeluti bisnis onderdil.

“Usaha bengkel sekarang tak seramai dulu, saingan sudah makin banyak. Tapi tiap

hari memang tetap saja ada yang servis,” katanya. Laku tidaknya onderdil,  menu­rut Cipto tergantung seberapa banyak orang yang datang untuk servis. Kadang,  saat polisi gencar razia spion, omzet spion juga ikut terdongkrak.

 Bengkel di tempatnya memakai sistem borongan. Mekanik dikenakan jasa 20 persen dari biaya servis. Bagi hasil itu digunakan untuk mensubsidi biaya listrik, kompresor, air dan retribusi kebersihan. Sistem borongan memungkinkan mekanik leluasa membantu mekanik di bengkel lain. Di kawasan Jalan Mesjid juga ada bengkel khusus vespa, jenis sepeda motor yang makin langka.

Mekanik spesialis yang menjual jasa ini namanya Akeng. Ia sudah 40 tahun menjadi teknisi vespa. Aweng (63) mengaku  hanya punya keahlian servis vespa. Tahun 80-an saat vespa masih lalu lalang di jalan-jalan  Kota Medan, Aweng ber­­sama meka­nik lain bisa menservis sam­pai 10 ves­pa tiap hari.

“Kecuali ru­sak berat paling 1 - 2 vespa,” kata­nya. Ia pernah kerja di bengkel di Jalan Kesawan, lalu sejak 2010 ia be­kerja di Akong Ser­vis Jl. Ahmad Yani 1.  

Pemilik vespa me­nurut Akeng di Medan masih cukup banyak. Tapi pemilik vespa umum­nya menyimpan sebagai koleksi ken­daraan kuno. Mereka baru mengeluarkan saat konvoi khusus. Selesai itu, vespa disimpan lagi. Itu sebabnya, bengkel vespa kini tergolong sepi. Akeng kini sehari-hari membuka servis vespa di Jalan Ahmad Yani I, letaknya bersebelahan dengan makam para Datuk Kesawan.

Sementara bisnis stiker, menurut Ahui (61), pedagang grosir dan eceran, baru akan menggeliat seminggu jelang dan setelah hari raya Idul Fitri. Penggemar stiker kereta tak hanya anak muda,  tapi juga orangtua.

“Siapa sih yang tak ingin keretanya tampil cantik saat lebaran?”ujar Ahui sembari tersenyum simpul. Namun saat ditanya berapa omset penjualan stiker di tokonya dalam sehari, dengan tergelak Ahui berujar: “Sekarang ini, pokoknya nggak bisa terus makan ayam tiap hati, kadang juga makan ceker ayam,” ujarnya tergelak.

Begitulah sekilas gambaran bisnis onderdil, aksesoris dan servis kereta di Jalan Mesjid. Sekalipun menghadapi banyak saingan dan tantangan, namun ibarat asap kereta, terus mampu berkepul.

()

Baca Juga

Rekomendasi