ANAK-ANAK PELAUT
Abd.Sofi
Di remang senja kami belajar memancing,mendayung perahu melaju hingga jauh, berenang tenang,menyelam hingga kelam memetik kembang-kembang batu karang udara yang kami hirup adalah asin air laut dan bau kembang sesaji nenek moyang hentakan ombak kemarau membuat kami sebatang-kara menahan kencang angin timur dan cuaca-cuca risau membalut wajah ibu kami anak pelaut mengulur layang-layang dari tepi pantai kelak mimpi tercapai

SAJAK NELAYAN
Abd.Sofi
Sampan menghadap ke arah timur
bekal sekaleng kopi,satu toples tembakau,baju plastik warna biru ia bawah bersama senja setengah karam
ombak bergulung,langit mendung
arus ke selatan, arus ke utara,cuaca jantan siap menerkam di depan terbisan
"lalu dinyalakan mesin dengan roda berputar gila."
membuka layar,menarik jangkar
perlawanan hidup dimulai, baling-baling berputar kencang
do'a dilafalkan di tepi pantai oleh anak istrinya berharap mereka pulang selamat sampan berlayar,menjauh dari pantai seluruh debar ditebar meninggi ke langit Akbar
MENULIS MIMPI
Abd.Sofi
Di suatu senja cerah kita duduk di atas tangkis laut sambil memandang sampan berlayar ke depan memecah gulungan ombak yang menghadang
kita menulis mimpi di langit tinggi,setajam batu jeriji menukik perih
kita menggenggam warna-warna angan,ingin melukis dunia dengan tangan
pukulan palu ibu kian keras menghancurkan waktu beku dan dari mayang siwalan,lahang terus menetes membasah mimpi kita jadi nyata,jadi pasrah
NENEK SATIMAH
Abd.Sofi
Daun-daun berguguran di halaman rumahnya senja menyentuh rambut putihnya di atas kursi bambu kumal ia duduk,sambil memandang anak cucunya matanya pucat,kakinya lumpuh:sesekali ia bercakap dengan bayangan,"Tuhan memberi makan aku yang lumpuh,"sambil membaringkan tubuh ke ranjang kayu penuh debu
keriput wajahnya menulis peta-peta usia: purnama, gerhana, warna-warna, teka-teki, jalan-jalan murung, bukit-bukit perih, jurang-jurang curam,dan senja yang segera tenggelam menyambut malam.
musim tembakau
Alunk Estohank
Pagi mengembun di tubuhku
orang-orang tumbuh dari tidurnya
langkah-langkah kecil
gemericik air disumur
menyulam subuh
di surau yang hampir rubuh
aku bangun meninggalkan lamunan
mimpi dan igauan
yang mendesakku semalam
ini pagi telah sempurna sebagai pagi
kudengar alunan timba
dan cericit burung-burung
kemudian senyum mengembang
diladang yang terbentang
musim tembakau telah datang
2016
PINCUK
Alunk Estohank
Tak ada kopi atau rokok malam ini
yang ada hanya aku malam dan segala yang bernama malam
menghanyutkanku pada kelamnya
cahaya lampu yang temaram
membakar habis pandangku
engkau yang tercipta dari patahan
bayang-bayang semakin asik berlalulalang dan akhirnya aku sadar
bahwa tak ada kopi atau rokok malam ini yang ada hanya bayang-bayang
yang ada hanya aku temaram dalam pandang
2016
DI SEBUAH PANTAI
Alunk Estohank
Di sebuah pantai
ada sepasang sepatu
yang lupa akan bayang-bayangnya
dia menunggu
sampai matahari beringsut
ketubir waktu
kemudian sepasang sepatu itu menatapku seakan mengajak bercakap tentang masa depan
ya, masa depan yang kini tengah lupa jalan pulang
sebab masalalu menirus kejantungku
2016
DI BALIK POTRETMU
Dheny Christine Manurung
Seketika saja mata mengisyaratkan
akan kesesakanku perjalanan yang bermula dari keingintahuan yang sedari kemarin tak kunjung kukenali betul hanya meratapi beberapa hal di balik layar potretmu saja.
RINDU DIKALA APRIL
Dheny Christine Manurung
Seperti biasa, April membuat rindu
kali ini rindu perihal si empunya tawa sumringah pemilik garis-garis yang sedikit nakal di balik rupanya sajak rindu di bulan april kali ini teruntuknya
sosok penopang ketiga buah hatinya.
ANYAMAN RASA
Dheny Christine Manurung
Semesta menggenggam erat
perihal ia yang bernama rasa
membagi walau setitik saja
namun perih dipastikan kian bertumbuh terkadang bermekaran
layaknya semerbak yang mendiami pelataran ini.
IBARAT HUJAN
Dheny Christine Manurung
Hujan kali ini tak sama seolah singgah hanya di teras rumah tuaku
tak sendiri, ia ditemani deraian yang tak kalah hebat ini bukan tentang hujan aku hanya mengibaratkannya saja.
perpisahan yang terdalam
Toba Sastrawan Manik
Hadirmu adalah sebuah karunia terindah menyentuh lewat mata, terpendam mendalam dalam hati
hadirmu kini menyatu dalam ruang-ruang hidupku bersemi hingga melukis kenangan meninggalkan jejak-jejak
berpisah denganmu adalah sebuah takdir yang bisa dipungkiri
kepergianmu itu menggoreskan luka mendalam..
meneteskan air mata
memupus dedaunan hijau menyurutkan mentari di balik awan kelabu
SEBUAH NAMA, SEUNTAI MAKNA (Pada : Universal)
Taufiq Ismar
Aku rindu bersamamu,
bermain di pinggiran danau
sambil mendengarkanmu bernyanyi dengan alunan petikan gitar
dan menatap desiran gelombang air bersama rintik-rintik kecil yang jatuh dari langit Menyatu dengan hitamnya air limbah-limbah pembuangan
atau menatap danau-danau yang berisikan ikan-ikan kecil yang mati ditemani sampah-sampah limbah bertebaran
dan kicuan burung-burung yang terbang diatas bahkan enggan menepi mencari makanan ditepian danau
lalu aku bertanya pada rintik-rintik hujan
pada gemeruh angin yang menerjang
atau pepohononan malang yang tersisa masih adakah harapan melihat keindahan dari Sang Pencipta ?
Sajak Memori di Bulan April
Taufiq Ismar
April
tak ada spesial tentang april
hanya sekumpulan kenangan yang datang lalu tertinggal
setelah ia pergi beranjak menjadi lembaran baru mei
tiada indah tentang april
hanya hawa panas yang menyisir batu kerikil menjadi sebab-sebab sulit ku beranjak
tak ada yang hebat dengan april
dengan berisi kisah memilukan tentang penyerangan negara adidaya terhadap Negara yang tak berdaya
lalu apa yang kita banggakan tentang april ?
hanya kabar memilukan dari negeri ujung tandus
KAU ADALAH SECANGKIR KOPI
Taufiq Ismar
Kau seperti secangkir kopi hitam
yang tiada manis namun rasa pahitnya begitu istimewa Membuatku merasa candu menikmatinya, meski berulang kali dan aku tak pernah menyesal
walaupun rasa pahitnya masih tertinggal di indra pengecapku
kau selayaknya secangkir kopi yang kuseduh pada malam hari menemani malamku hingga pagi menjelang
membuatku tak kunjung tidur untuk terus memikirkanmu.
AWAN HITAM
Taufiq Ismar
Kemelut awan hitam yang panjang
menandakan mendung yang menanti kejatuhan hujan namun air tak kunjung jatuh menerjang bumi
lalu adakah yang salah dari cuaca itu ?
atau mata kita yang salah memandang dan mengartikan kebesaran tuhan
hitam tak selalu buruk dipandang
hanya cara memandang kita yang memperlihatkan keburukan
KITA /1/
Ali Munir
Kita belum miliki semua
hanya ada semacam bakat
untuk tertawa
tertawa kepada apa saja
kepada peristiwa nan lalu
atau menangis sendu
kepada kesedihan yang terlalu
kita tak pernah akan mencoba
melupakan siapa pun
kau dengar air mata ibumu di telepon
dia sedang mengenang satu pepatah
tentang kepolosan seorang anak kecil
aku baca laki-laki lain di surat ayahku
dia mengulang-ulang petuah usang
tentang kehidupan dan juga kematian
yang terkadang datang bersamaan
KITA /2/
Ali Munir
Kita tidak akan ke mana-mana, katamu
kita akan tetap di sini
diam dan menatap foto di dinding
yang rindu ada tungku pemanas di bawahnya mari ke kamar tidur, katamu
kita harus banyak belajar memahami mimpi anak-anak yang rumit
dan mulai menyingkirkan masa remaja
ke gudang, ke gulungan-gulungan tissu
KITA /3/
Ali Munir
Kita baru saja terjaga
oleh mimpi anak-anak yang seragam
tentang hijau daun yang terbakar
tentang seorang gadis dalam gelap
yang mencari seekor musang petualang atau lelaki jahat di sekitar rumah kita di rumah kita hanya ada
alat-alat elektronika yang sakit
matanya samar dan suaranya kasar
televisi bicara pada dirinya sendiri
dan pepiring kotor menangis
minta segera dibilas
kau dan aku serupa patung
yang saling menangisi
saling mengisi masing-masing tubuh
dengan kesedihan
PERGI
Ali Munir
Kau boleh pergi sekarang, kata lemari
yang menyimpan baju dan kenanganmu
aku tak ingin bicara, kata jam dinding
yang menyimpan waktu dan harapanmu
tasmu hitam dan menunggu di atas kursi bagaimana mungkin kau tinggalkan rumah meja dapur hanya menatap langit
DI SUDUT KOTA
Sri Kartika Dewi
Musim seperti apa yang kau sebut sejarah kau kembali bercerita tentang orang-orangan sawah yang senantiasa menjaga padi, jangkrik di malam hari, dan obor di sepanjang jalan. atau entah dimana aku saat itu, waktu perlahan terkikis detik. dan ketika ku dengar kau menyematkan sebuah berlian, aku bukanlah padi atau orang-orang sawah. melainkan
sebuah sudut kota, yang sengaja kau singgahkan.
penulis mahasiswa UMSU/FOKUS UMSU
MENERJEMAHKANMU
Sri Kartika Dewi
Aku yang senatiasa bertahan di rantingmu, membenci angin, menciptakan makna. jangan sesekali berkhianat. jika begitu banyak daun yang jatuh tepat dibawahmu, ingatlah. mereka hanya pengemis kekayaanmu, maka teguhlah inginmu.kemudian, jika warna daun itu kecoklatan maka
tunjukanlah bahwa daun yang bertahan ini layak untuk kau inginkan sampai akhirnya terhembus angin.
penulis mahasiswa UMSU/FOKUS UMSU
AWAL /1
Sri Kartika Dewi
Kamu adalah aku,
yang duduk disebuah jantung, menghadap ke Tuhan
sembari melantunkan doa di langit Nya.
kamu adalah aku,
yang kerap berpulang saat janungku menjeritkan rindu.
Mahasiswi UMSU/FOKUS UMSU
AWAL /2
Sri Kartika Dewi
Sudahi saja rindu yang teramat berat ini, sementara
aku hanya terpaku dalam kenang, tertinggal hanya sebab
yang selalu kau lenyapkan,
Mahasiswi UMSU/FOKUS UMSU