KONDISI sebagian besar tanah di wilayah Hijaz waktu itu khususnya sekitar Mekkah, adalah kering, berpasir dan berbatu-batu dan langka air. Tidak ada hasil pertanian yang dapat dipetik di wilayah itu. Alquran menggambarkan situasi itu dalam doa Nabi Ibrahim, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah)” yang dihormati, ya Tuhan kami [yang demikian itu] agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim (14): 37). Oleh karena itu mata pencaharian penduduk di kawasan itu pada khususnya adalah berdagang.
Sementara itu, Muhammad tumbuh dewasa di bawah asuhan Abu Thalib. Ia tentu saja belajar dengan Abu Thalib bagaimana menjadi seorang bisnisman. Muhammad awalnya merintis pekerjaannya tersebut dengan modal kecil melalui kerjasama dengan mitra dagangnya. Dengan kejujuran yang ada pada dirinya, akhirnya ia terkenal sebagai pedagang yang jujur dan tepercaya sehingga banyak pemilik modal yang bermitra dengannya, salah satunya adalah Khadijah.
Dalam catatan sejarah, Nabi memulai karier sebagai pedagang pada usia 12 tahun dan memulai usaha sendiri ketika berumur 17 tahun. Pekerjaan sebagai pedagang terus dilakukannya sehingga menjelang beliau menerima wahyu (berusia sekitar 37 tahun)
Di usia 25 tahun, Nabi Muhammad Saw melamar Siti Khadijah dengan mahar berupa 20 ekor unta dan 12 uqiyah emas. Coba kita rupiahkan nilai mahar Rasulullah supaya bisa menjadi kisah inspiratif untuk umat Muslim yang ingin menikah.
Satu ekor unta harganya adalah 4.000 riyal, bila dirupiahkan sekitar Rp 15 juta. Jika onta yang dijadikan mahar 20 ekor, maka nilainya Rp 15 juta x 20 = Rp 300 juta.
Satu uqiyah emas nilainya 7,4 dinar, sedangkan satu dinar nilainya mencapai Rp 2,2 juta. Jika dirupiahkan, maka mahar emas yang diberikan Nabi Muhammad Saw kepada Siti Khadijah adalah Rp 195 juta. Jika ditotal, maka mahar yang diberikan Rasulullah kepada Siti Khadijah adalah Rp 495 juta. Tentu, pemuda Muslim saat ini ditantang untuk menjadi pengusaha sukses seperti Nabi Muhammad Saw. Inilah kisah inspiratif yang bisa dipetik dari pernikahan Rasul dengan Khadijah. Ternyata, Rasulullah adalah sosok pengusaha muda yang sukses dan kaya raya. Bayangkan saja, mahar yang diberikan dalam pernikahannya saja mencapai Rp 495 juta, hampir setengah miliar untuk zaman sekarang di Indonesia.
Dari informasi ini jelas bahwa Rasulullah bukanlah orang yang tidak mampu. Bahkan sebaliknya ia orang kaya ditambah lagi dengan istrinya Khadijah yang memang perempuan kaya, sehingga saat mereka menjadi suami isteri kekayaan mereka sangat luar biasa.
Namun, Rasul tidak menganggap bahwa kekayaan yang ia miliki mutlak miliknya. Tidak! Baginya kekayaan itu hanyalah amanah dari Allah. Ia yakin dan percaya bila harta tersebut diperoleh dengan kemuliaan maka akan mendapatkan keberkahan tetapi sebaliknya bila diambil dengan rasa ketamakan maka harta tersebut tidak akan berkah.
“Sesungguhnya harta itu hijau dan lezat. Maka barang siapa mengambilnya dengan jiwa yang mulia, dia akan mendapatkan keberkahan padanya. Dan barangsiapa mengambilnya dengan jiwa yang tamak, dia tidak diberkahi padanya dan bagaikan orang yang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang.” (HR Muslim)
Nabi mengajarkan kepada kita untuk menyikapi harta dengan beroreintasi pada kebaikan dan manfaat yang optimal. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk kebahagian bersama saudara-saudara yang lain. Rasulullah Saw menegaskan bahwa pemilik mutlak harta adalah Allah Swt, sementara manusia hanyalah pemegang amanah (agent of trust).
Sebaliknya, Rasulullah juga tidak menginginkan umatnya miskin. Karena itulah Rasulullah juga mengingatkan bahwa kemiskinan yang mewabah dan dibiarkan, secara lambat namun pasti akan membahayakan akidah dan keimanan. Jika harta sedikit dan mayoritas umat Islam berada di bawah garis kemiskinan, progress dakwah pun akan tersendat-sendat dan pembangunan infrastruktur pendidikan Islam juga terhambat.
Suatu kali Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat, “Apabila kemiskinan dan kelaparan sudah merajalela dan meluas di kalangan masyarakat, siapakah orang yang paling bertanggungjawab dan juga paling berdosa?”
Mendengar pertanyaan kritis tersebut, Rasul menjawab, “Sesungguhnya Allah Swt telah mewajibkan zakat (sedekah) atas setiap hartawan muslim. Tidaklah mungkin seorang miskin kekurangan makanan dan pakaian kecuali karena kebakhilan orang-orang kaya. Ingatlah Allah Swt akan melakukan perhitungan dengan teliti (pertanggungjawaban) atas mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.”
Maka jangan heran, walaupun Nabi seorang kaya ditambah dengan isterinya yang juga kaya tetapi kekayaan mereka tidak mereka tumpuk, namun mereka ikhlaskan untuk dakwah dalam mengembangkan Islam. Bahkan dalam beberapa riwayat dijelaskan bagaimana Nabi setelah ditinggalkan isterinya Khadijah kehidupannya tidaklah lagi berorientasi pada mencari harta, tetapi sudah pada orientasi dakwah. Sehingga kita pernah membaca riwayat bahwa sering sekali Nabi harus berpuasa karena ketiadaan makanan di rumahnya. Ini artinya, harta yang ia dapatkan di usia mudanya, habis ia salurkan di jalan Allah Swt. Subhanallah
Bila saja kita sebagai umatnya mengikuti cara pandang Rasulullah tentang harta, maka tentunya Islam mampu mengembangkan potensi yang dimiliki terhadap harta tersebut, apalagi memang dalam soal ‘pembersihan’ harta. Islam mengajarkan cara-cara tersebut dengan melakukan zakat, infak, sedekah dan wakaf.
Ingat! Kehidupan kita di dunia ini, jangan membuat kita merasa bahwa kita hidup kekal. Tidak! Suatu saat kita akan mati, yang dibawa tidak banyak kecuali amal. Harta yang ada pada kita bisa berguna dan bisa tidak tergantung dari mana harta yang kita dapatkan tersebut dan digunakan untuk apa harta itu. Jangan sampai harta tersebut membuat kita celaka atau merana, jadi lakukanlah harta yang kita miliki seperti yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya di antaranya dengan mewakafkannya demi mengangkat harta dan martabat umat Islam.