Pencemaran Danau di Indonesia

Oleh: Firman Situmeang

INDONESIA merupakan salah satu negara dengan ke­kayaan alam yang sangat me­limpah. Salah satunya danau yang begitu banyak nan in­dah. Tercatat ada 840 danau besar dan 735 danau kecil (situ). Danau terdalam di Indonesia adalah Danau Montana di Sulawesi Tengah (590 meter) dan merupakan danau terdalam ketujuh di dunia (Bemmelen, 1949).

Sedangkan yang terbesar ada­lah Danau Toba, 905 me­ter dpl (di atas permukaan laut), dengan panjang 275 kilometer, lebar 150 kilometer, dan luas 1.130 kilometer per­segi. Danau Toba merupakan danau vulkanik terbesar di du­nia.

Dalam kehidupan sehari-hari, danau merupakan tem­pat masyarakat mencari sum­ber protein, berupa ikan, udang dan kerang-kerangan. Bahkan danau juga dimanfa­atkan masyarakat sekitarnya sebagai tempat mandi, men­cuci, sumber air minum, dan tempat bermain anak-anak.

Tak jarang pula danau di­jadikan sumber mata pen­caharian masyarakat di seki­tarnya dengan bekerja seba­gai nelayan. Bagi masyarakat yang punya modal juga bisa memanfaatkan danau sebagai tempat memelihara ikan da­lam keramba terapung. Da­nau terkadang penuh sesak dengan keramba terapung.

Ketika dunia wisata ber­kembang, danau dimanfaat­kan sebagai objek wisata. Bah­kan di beberapa daerah di Indonesia seperti di Suma­te­ra Utara (Sumut), danau dija­dikan se­bagai ikon pariwi­sa­tanya. Berkembangnya pari­wisata berbasis danau ber­dampak pada berdirinya hotel-hotel megah di seputar da­nau.

Hiburan untuk bermain di danau juga disediakan, seper­ti atau perahu untuk menik­mati keindahan alam sekitar. Keberadaan pariwisata ber­basis danau pun tak jarang berkontribusi pada mening­katnya pendapatan masyara­kat sekitar seperti terbukanya la­pangan pekerjaan, hingga meningkatkan pembangunan daerah.

Namun sayangnya roman­ti­ka keindahan danau yang dulu kini tinggal kenangan. Danau di Indonesia yang dulu begitu bersih, indah dan ek­sotis, kini banyak meng­alami degradasi akibat aktivitas seperti eksploitasi berlebih­an. Keindahannya pun kini semakin berkurang.

Danau pada dasarnya ba­nyak difungsikan sebagai pembangkit tenaga listrik, tempat rekreasi, pengairan atau irigasi, sumber air tawar untuk keperluan masyarakat, perikanan, menjaga ekosis­tem sekitar danau dan pence­gah terjadinya banjir. Namun sayangnya fungsi ini kian kian tergerus, bahkan meng­hilang. Hal ini tidak terlepas dari terjadinya pencemaran pada danau-danau di Indonesia.

Salah satu danau yang se­dang mengalami pencemaran adalah Danau Toba yang merupakan ikon pariwisata Sumut dan merupakan salah satu objek wisata andalan Indonesia. Salah satu indika­tor tercemarnya Danau Toba adalah meningkatnya kadar nitrogen. Air danau toba yang dulu sangat jernih pun kini berwarna kecokelatan, kotor, berminyak, banyak ditum­buhi eceng gondok serta di­cemari sampah. Hal hampir serupa juga terjadi pada Da­nau Maninjau, Danau Laut Tawar, Danau Limboto, Da­nau Buyan, maupun Danau Poso.

Ada beberapa faktor pe­nyebab terjadinya pencemar­an danau di Indonesia. Perta­ma, aktivitas ekonomi berupa berdirinya bangunan-ba­ngun­an baru seperti aktivitas nelayan, hotel, rumah makan (restoran), maupun peternak­an. Contoh kasus yang dapat kita saksikan adalah pence­maran Danau Toba akibat di­jadikannya danau sebagai tempat pembuangan kotoran hewan dari salah satu peter­nakan di salah satu daerah di Simalungun.

Kedua, posisi bangunan. Posisi bangunan yang berdiri di sekitar danau menjadi sa­lah satu aspek yang ber­kon­tribusi dalam pencemaran da­nau. Seperti yang kita ke­tahui, bangunan-bangunan seperti hotel yang berdiri po­sisinya membelakangi da­nau.

Posisi ini membuat limbah atau kotoran yang ber­asal da­ri hotel akan dibuang lang­sung lewat pipa pembuangan ke arah danau. Kita bisa ba­yangkan apa yang akan terja­di. Kondisi ini bisa menjadi bumerang dan merusak da­nau bila tidak segera diatasi.

Ketiga, gaya hidup ma­sya­rakat setempat yang be­la­kang­an ini cenderung mence­mari da­nau seperti mem­buang sam­pah sem­barangan dan mencuci di ping­giran da­nau.

Keempat, keberadaan se­bagian keramba apung. Ke­ramba apung yang mempro­duksi fosfor dan nitrogen me­nyebabkan tercemarnya air danau yang dibuktikan se­makin banyaknya eceng gon­dok yang tumbuh di da­nau.

Kelima, prilaku wisata­wan yan turut berkontribusi dalam menye­babkan pence­maran danau. Mere­ka tak ja­rang membuang sampah sem­barangan di te­ngah danau mem­buat danau tercemar.

Dangkal

Dampak jangka panjang dari pencemaran danau ada­lah terjadinya pendangkalan kedalaman danau. Salah satu danau yang mengalami pen­dangkalan yang ekstrim ada­lah Danau Tondano (Sulawe­si utara). Danau yang pada tahun 1934 kedalamannya 40 meter, kini hanya 14 meter saja.

Ada beberapa faktor yang me­nyebabkan terjadinya pro­ses pendangkalan Danau Ton­da­no, yakni kegiatan peng­olah­an tanah para petani se­kitar danau yang tidak baik sehingga terjadilah erosi ke lokasi perairan danau, usaha karamba jaring apung (KJA) dan pemupukan petani sawah menyebabkan terjadinya pe­nyuburan danau yang disebut Eutrokasi, tumbuh pesatnya tanaman gulma enceng gon­dok, maraknya usaha rumah makan di tepi danau dan ber­kembangnya pemukiman di sekitar danau. Faktor ini juga secara umum terjadi pada ba­nyak danau di Indonesia, ter­masuk Danau Toba.

Introspeksi

Kita harus berbenah dan berintropeksi diri. Kita harus mengembalikan keadaan dan fungsi danau seperti semula.

Lalu apakah yang harus dilakukan agar danau-danau di Indonesia tidak mengering (dangkal), tercemar dan bah­kan punah? Apakah ini hanya tugas pemerintah, dan aktivis pecinta alam? Siapa yang harus bertanggung jawab?

Kita berharap timbul kesa­daran masyarakat, dan tang­gungjawab moral, baik pada pemerintah maupun peng­usaha yang memiliki akses, otoritas, dan dana, agar tidak menyalahgunakan kemam­pu­an yang mereka miliki secara semena-mena terhadap alam.

Kesadaran menjaga alam dan lingkungan ini bukanlah milik segelintir orang, tapi tanggung­jawab bersama. La­kukan apa yang bisa kita la­ku­­kan untuk menjaga alam dan lingkungan. Hargai dan hormatilah danau kita, kare­na alam bukanlah milik kita, tapi milik Tuhan yang perlu kita jaga untuk keberlang­sungan dan kehidupan semua mahluk di muka bumi ini.

(Penulis adalah pengamat sosio-politik dan pegiat Literasi di Toba Writers Forum)

()

Baca Juga

Rekomendasi