PERMAINAN layang-layang tradisional Melayu yang sering dimainkan warga di Jalan Kota Cina, Paya Pasir, Medan Marelan, yang bersebelahan dengan Danau Siombak, mengusik hati sejarawan dan Budayawan Indonesia Dr Phil Ichwan Azhari untuk memasilitasinya.
Ternyata dari festival yang dilaksanakan pada awal April dan berakhir Minggu 29 April 2018 itu mendapat respon yang sangat positip. Hal ini ditandai dengan ramainya peserta mengikuti festival yang baru pertama kalinya dilaksanakan di Medan Marelan.
Demikian juga dengan masyarakat yang ingin menikmati pertandingan layang-layang tersebut. Mereka memenuhi pinggir lapangan maupun jalan raya yang dijadikan arena pertandingan.
Adanya event ini juga menarik para pedagang memanfaatkan keramaian itu untuk menjual dagangannya kepada warga setempat maupun kepada para pendatang yang hendak menonton atraksi layang-layang tradisional Melayu itu.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Dr Ir Hidayati MSi saat menutup kegiatan tersebut, Minggu (29/4) sangat menyambut baik festival yang dipusatkan di Kota Cina, Medan Marelan itu. Bahkan, mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara itu mengusulkan festival layang-layang tradisional itu dapat dijadikan agenda tahunan dan diselenggarakan di lokasi yang sama. Ini dilakukan agar dapat menarik kunjungan masyarakat Kota Medan bahkan warga dari luar Medan untuk singgah ke Kota Cina itu tidak lain untuk menikmati festival layang-layang tradisional melayu itu.
“Hanya saja, lokasi bertandingnya perlu dibuat lebih refresentatif lagi dari yang sekarang. Lihatlah itu, lokasiny asemak dan tidak rata. Nantinya, lokasi yang dijadikan arena bertanding dipasang paving blok. Namun hal ini perlu dibicarakan dengan camat, lurah setempat dan pihak lainnya,” jelasnya.
Dr (Phil) Ichwan Azhari selaku pemrakarsa festival layang-layang tradisional melayu itu mengungkapkan, festival layang-layang yang diselenggarakan di lapangan Kota Cina berdampingan dengan Danau Siombak itu tadinya hanya untuk memasilitasi hobi masyarakat yang memang senang bermain layang-layang tradisional melayu tersebut.
“Kita hanya memasilitasi hobi masyarakat dalam bermain layang-layang tradisional melayu ini. Ternyata, peminatnya sangat banyak sekali. Dan animo masyarakat setempat maupun pendatang untuk menyaksikan sangat antusias,” ujar Ichwan yang juga Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Sumut dan dosen Unimed ini.
Ketua DKSU Baharuddin yang turut hadir juga sangat antusias menyambut festival yang dilaksanakan setiap hari minggu itu. Bahkan, sebagai bentuk apresiasi, dia berkeinginan atas izin pemilik layang-layangan tradisional melayu itu untuk diberikan kepadanya yang kemudian akan digantungkan di sekretariat DKSU Sumatera Utara.
Pada festival tersebut, Muhammad Syahrizal, warga marelan yang menerbangkan layang-layang jenis Sari Bulan ini keluar sebagai juara pertama setelah menyingkirkan puluhan peserta lainnya.
Menyusul di tempat kedua diraih Arifin dengan jenis layangan Paha Ayam dan Suhendrik jenis layangan yang juga Paha Ayam menduduki tempat ketiga. Panitia juga menyediakan hadiah bagi para pemenang harapan I, II dan III yakni, Nanda (Sari Bulan), Rizky (Sari Bulan) dan Suhendrik (Sari Bulan).
Pada final festival yang turut dihadiri para seniman Sumut seperti Mangatas Pasaribu dan lainnya itu, masyarakat yang berbondong ke lokasi disuguhi atraksi layang-layang dari para pelayang dalam memainkan layangannya.
Begitu layangan naik ke udara, layangan yang terbuat dari kertas dengan rangka bambu dan dilengkapi dengan alat dengung itu pun menderu-deru membelah angkasa.
Nilai tinggi akan diberikan para juri di antaranya, Khairiah Lubis dari DAAI TV apabila pelayang mampu melakukan atraksi, menaikan dan menurunkan layang-layang sesuai kriteria yang ditetapkan, ketinggian layang-layang dan suara dengung layangan.
Festival yang diketuai Agus Susilo tersebut, diakhiri dengan aneka tarian yang disajikan anak-anak Kota Cina. (Mahjijah Chair)