KAWASAN Nuern Plub Warn terletak di jalur highway Bangkok-Pattaya. Jaraknya 150 kilometer di utara ibukota Thailand, Bangkok. Banyaknya warung makan yang menjual makanan halal, menunjukkan ada perkampungan muslim di daerah ini.
Di kawasan ini terdapat sebuah pintu gerbang beraksen islam, dengan ciri khas dua menara dengan kubah di atasnya. Tak hanya bentuk, warna hijau dan tulisan arab di atasnya membuat pendatang yakin bahwa ini adalah perkampungan muslim.
Setelah memasuki gerbang dan menyusuri gang kecil didalamnya. Ornamen kaligrafi menghiasi beberapa rumah di dalam gang ini. Meski dalam suasana idul fitri, warga tetap menjalankan kegiatan seperti biasanya, tak ada dekorasi khusus untuk menyambut hari kemenangan umat muslim ini.
Perjalanan menyusuri jalan utama kembali dilanjutkan. Beberapa ratus meter dari gerbang tadi, akan dijumpai sebuah masjid besar. Masjid itu bertuliskan menggunakan aksara Thailand, namun di sisi lain ditemukan dalam bahasa latin yang ditulis dengan "Noo Rule Yakeen", yang lebih biasa didengar dengan Nurul Yaqin.
Di dalam masjid terdapat beberapa orang tua yang tengah duduk bersantai. Salah satunya sedikit bisa berbahasa melayu, meski terbata, tetapi dapat di mengerti apa yang diucapkannya.
Masjid Nurul Yaqin dibangun sejak 50 tahun silam. Di awal pembangunan, beberapa umat muslim dari berbagai penjuru seperti India dan Arab turut memberikan sumbangan.
Sampai pada akhirnya, Masjid ini diambil alih pemerintah Thailand. Oleh pemerintah, masjid ini diperluas dan direnovasi tanpa menghilangkan bentuk aslinya. Bagian belakang masjid merupakan komplek pemakaman yang merupakan tanah wakaf.
Di sebelah kanan terdapat sekolah muslim seperti pesantren untuk belajar agama Islam. Di sebelah kiri dibangun sekolah super besar, bentuknya membentuk huruf 'U'. Setiap bangunannya dibuat lebih dari empat lantai. Meski dibuka untuk umum, siswa yang belajar di sekolah ini mayoritas muslim. Saat berkunjung ke sekolah ini, para siswa tengah ujian semester, padahal masih dalam suasana libur idul fitri.
Idul fitri tetap menjadi hari yang besar bagi mereka. Meski perayaannya tak sebesar di negara muslim lain, mereka tetap saling berkunjung. Umat Budha yang menjadi mayoritas, sangat menjunjung tinggi rasa toleransi mereka. Jika ada yang melintas, mereka saling memberi salam, bahkan sesekali memberi pelukan. Rasa toleransi antar umat beragama sangat dijunjung tinggi. Meski populasi muslim hanya sedikit, mereka tetap saling menghormati satu sama lain.
Masjid
Di Bangkok, kendati mayoritas beragama Budha merasakan suasana Idul Fitri bisa juga terasa istimewa. Salah satunya suasana lebaran di kota yang minoritas muslim. Dengan mengikuti shalat Idul Fitri di masjid Jawa.
Yaitu sebuah masjid yang ada kaitannya dengan orang dari Pulau Jawa. Ternyata pada tahun 1906, masjid Jawa dibangun oleh seorang perantau dari Jawa bernama Muhammad Shaleh. Jadilah masjid ini sangat kental dengan budaya Jawa, mulai dari arsitekturnya sampai tradisinya. Salah satu tradisi Jawa yang masih dipertahankan disini adalah kenduren.
Di sekitar Masjid Jawa juga tinggal orang-orang keturunan Jawa yang sudah jadi orang Thailand. Untuk yang sudah sepuh beberapa masih bisa bahasa Jawa, tapi kalau yang muda sudah tidak bisa.
Malam takbiran ikut juga di Masjid Jawa. Suasana masjid ternyata ramai. Bisa bertemu dengan sekelompok remaja masjid, semua asli Thailand dan muslim, cuma mereka tidak berjilbab dan pakai baju anak muda Thailand lainnya. Tentu sedikit mengejutkan karena kalau di daerah Thailand selatan yang muslim pasti berjilbab.
Logat bicara mereka juga persis seperti terlihat di film-film Thailand, nadanya berlenggak lenggok. Sebagian dari mereka ada yang takbiran, beres-beres shaf shalat dan ada yang bersih-bersih.
Sambil jalan ke masjid dan memperhatikan sekitar. Semuanya sama saja dengan hari biasa, ojek-ojek tetap lalu lalang mengantarkan penumpangnya, orang-orang kantoran dan anak sekolah mulai berangkat. Maklumlah, disini lebaran bukan libur nasional. Bahkan beberapa muslim harus izin dari kantornya buat ikut Shalat Ied. Sampai di masjid, ternyata lumayan banyak juga orang-orang yang datang untuk shalat Ied, jadi masjid agak sedikit penuh.
Pukul 9 an shalat dimulai, tapi sayangnya lingkungannya agak ribut oleh orang yang lalu lalang di sekitar termasuk pedagang balon yang lagi nawarin balonnya. Imamnya pakai 2 suara dengan diikuti seorang bilal, contohnya saat imam mengucapkan “Allahu akbar”, maka akan ada satu suara lagi yang lebih keras mengikutiam “Allahu akbar”. Ucapan kedua itu agar jama’ah tahu kalau imam sudah rukuk, sujud dan seterusnya. Soalnya karena bising jadi tidak kedengeran takbirnya.
Selesai shalat Ied jamaah tidak boleh pergi dulu, tradisi disitu setelah selesai shalat ada acara makan-makan b ersama dengan semua orang yang ikut shalat tadi. Cara makannya, semua orang duduk berkelompok. Lalu takmir masjid akan membagikan tampah besar yang isinya makanan semua kepada masing-masing kelompok.
Setelah itu baru orang-orang bisa mulai makan bersama-sama. Seru juga, suasana kekeluargaannya. Habis makan barulah bubar dan melanjutkan aktifitas masing-masing. Selesai shalat ada yang langsung berangkat ke kantor, berangkat sekolah, pokoknya langsung sibuk dengan aktivitas seperti biasanya. Beberapa ada yang masih lalu lalang di masjid dan bersalam-salaman.
Senang sekali bisa merasakan suasana lebaran di Bangkok. Meskipun jadi minoritas dan sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, mereka masih menyempatkan diri untuk ikut shalat Ied. (hbc/ppc/ar)