Menanti Jembatan Penyeberangan ke Pulau Samosir

Oleh: Timbul P. Siallagan

DANAU Toba yang dike­nal dengan Pulau Samosir, yang berdiri tegak di tengah tengahnya (kini sudah menjadi Kabupaten Pulau Samosir-red) me­rupakan salah satu da­ya tarik menarik minat wisa­tawan dalam dan luar negeri untuk berkunjung, sebab Pulau Samosir memiliki “se­gu­dang” obyek wisata yang layak dijual.

Ke obyek wisata Pulau Samosir, dapat ditempuh dari 6 kabupaten seperti Kabu­paten Simalungun, Toba Samosir, Ta­panuli Utara, Karo, Dari dan Kabu­paten Humbang Hasundutan dengan jarak tempuh tidak lebih dari satu  sampai dua jam.

Tetapi, sejak zaman dahulu  hingga zaman teknologi seka­rang ini sarana penyeberangan ke obyek wisata Pulau Sa­mosir, hanya bisa dilakukan dengan menggunakan sarana air atau berbagai jenis kapal, sehingga kesannya seperti tidak ada perkembangan, se­kalipun kenyataannya poten­sinya tidak kalah dengan ob­yek wisata Pulau Bali.

Memang, perkembangan sarana angkutan danau seperti berbagai jenis kapal termasuk feri dari tahun ke tahun ber­kembang pesat, tetapi serasa per­kembangan sarana peng­angkutan danau itu belum mampu menjawab kemajuan daerah tujuan wisata (DTW) yang sudah mendunia itu.

Artinya, menyusul juga program menjadikan Danau Toba, “Monaco Asia” yang kini ditangani Badan Otorita Danau Toba, sudah saatnya dilakukan per­ubahan-peruba­han yang benar-benar mampu mendongkrak jumlah wisata­wan dalam dan negeri ber­bondong bondong datang setiap saatnya.

Jembatan Penyeberangan

Secara jujur, salah satu perubahan pembangunan gu­na menjadikan DTW Danau Toba, benar benar welcome terhadap pengunjung dalam dan luar negeri guna me­nambah penghasilan asli da­erah (PAD) yang pada giliran­nya menambah devisa negara, kini peme­rintah sudah saatnya membangun jembatan penye­berangan (jalan darat) dari dan ke obyek wisata Pulau Samo­sir.

Membangun sarana pe­nyeberangan darat (jembatan) tampaknya jauh lebih berman­faat dari pada membuat kapal kapal penyeberangan yang super mewah sekalipun. Se­bab, kenyataannya nantinya misalnya kapal-kapal penye­berangan super mewah itu ha­nya bisa dinikmati segelintir orang saja.

Kenyataan nantinya, jem­batan penye­berangan bisa dinikmati semua kalangan (pengunjung lokal, nasional sampai internasional) karena sudah pasti akan memper­singkat waktu penyeberangan yang notabene kocek juga bisa dihemat. Kenikmatan dalam perjalanan juga sema­kin terasa.

Membangun jembatan pe­nyeberangan di DTW Danau Toba untuk berkunjung dari dan ke obyek wisata Pulau Sa­mosir yang kaya dengan berbagai legenda batak, seja­rah batak dan obyek-obyek wisata lainnya termasuk Batu Penghakiman di obyek wisata Huta Siallagan, Ambarita, kini mendesak untuk dilaksana­kan.

Hal itu seiring juga dengan pem­bangunan lapangan ter­bang perintis Sibisa Kabu­paten Toba Samosir dan la­pangan terbang Internasional Silangit yang saat ini sudah beroperasi yang diyakini tidak terlalu lama lagi akan meng­hadirkan jutaan wisatawan dalam dan luar negeri setiap tahunnya.

Berbicara tentang lokasi pembangunan jembatan pe­nye­berangan di DTW Danau Toba, sebagai sarana ber­kunjung ke obyek wisata Pu­lau Samosir dapat dilihat dari berbagai lokasi misalnya Desa Sigapiton Kabupaten Toba samosir yang jarak penye­berangannya hanya sekitar tiga sampai lima kilometer ke obyek wisata Pulau samosir, tepatnya di Desa Lontung. Begitu juga dari kabupaten lainnya.

Memilih Desa Sigapiton Kabupaten Toba Samosir, salah satu tempat pemba­ngunan jembatan penyebe­rangan ke obyek wisata Pulau Samosir, mengingat jarak tempuhnya hanya beberapa kilo meter dan dengan waktu beberapa menit dari kota wisata Parapat Danau Toba, Kabupaten Simalungun.

Sudah pasti, semisal jem­batan penye­berangan dari Desa Sigapiton kabupaten Toba Samosir sampai ke Desa Lontung obyek wisata Pulau Samosir, dibangun lama tem­puh hanya berkisar sepuluh sampai dua puluh menit dan tingkat keselamatan penye­berang juga bisa maksimalkan.

Senin (18/6) masyarakat Sumatera Utara, bahkan Indonesia, tersentak menyusul terbaliknya kapal motor (KM) Sinar Bangun diantara Desa Simanindo obyek wisata Pu­lau Samosir dan Desa Tigaras Kabupaten Simalungun, dela­pan puluh penumpah terpental di atas danau dan informasi masih banyak penumpang yang belum ditemukan hing­ga, Selasa (19/6).

Memang, namanya musi­bah sulit untuk dielakkan. Te­tapi, semisal ada sarana pe­nyeberangan jembatan dari dan ke obyek wisata Pulau Sa­mosir, barang­kali bisa men­jadi alternatif semisal cuaca buruk melanda DTW Danau Toba; gelombang besar, hujan lebat, kabut atau yang lainnya.

Masih segar diingatan,  1997 lalu, DTW Danau Toba, berduka menyusul tengge­lamnya KM Peldatari di pantai obyek wisata Desa Tomok Pulau Samosir. Ketika itu, musibah yang menghen­tak­kan masyarakat nasional hingga inter­nasional itu mene­lan korban hingga 83 orang.

Belajar dari dua musibah terbaliknya dua kapal penum­pang di DTW Danau Toba, yang menelan cukup banyak korban manusia itu tidak perlu berpikir panjang lagi. Kini pemerintah sudah saatnya membangun  jembatan penye­berangan di DTW Danau Toba menuju obyek wisata Pulau Samosir. Semoga!

()

Baca Juga

Rekomendasi