Larangan Mengkhianati Amanah

Oleh: Sofyan. Pemilihan kepala daerah baik gubernur, bupati telah berakhir. Janji-janji kampanye yang telah diikrarkan para pemimpin menjadi suatu keharusan untuk dilaksanakan, karena akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan-Nya. Allah swt. telah mengingatkan untuk tidak mengkhianati Allah, Rasul serta amanah yang diberikan kepada kita, hal ini termaktub di dalam ayat-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghianati Allah dan Rasul (Muhammad saw), dan jangan pula kalian menghianati berbagai amanat yang telah dipercayakan kepada kalian, sedangkan kalian mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal 27)

Asbab an-Nuzul   

Sebab ayat ini diturunkan menurut satu riwayat, berkenaan dengan Abu Lubabah bin Abdil Munzir (seorang Mus­lim) yang ditanya oleh Bani Quraizah (yang memusuhi kaum Muslimin) tatkala terjadi perang Quraizah tentang pan­dangan kaum Muslimin terhadap me­reka. Kemudian Abu Lubabah memberi isyarat dengan tangan pada lehernya (maksudnya akan dibunuh).

Setelah turun ayat ini Abu Lubabah menyesali perbuatannya karena membocorkan rahasia kaum Muslimin. Kemudia beliau berkata,”Teriris hatiku sehingga hatiku tidak dapat kugerakkan karena aku merasa telah berkhianat kepada Allah dan rasul-Nya”. (Diriwa­yatkan oleh Sa’id bin Mansur dan lainnya yang bersumber dari Abdullah bin Abi Qatadah).

Riwayat yang lain menjelaskan bah­wa turunnya ayat ini berkaitan de­ngan kaum Muslimin mendengarkan perintah Nabi saw. (yang dirahasiakan) tetapi disebarkan di antara kawan-kawannya sehingga sampai kepada kaum Musyri­kin. Maka turunlah ayat ini yang mene­gaskan bahwa penyebaran perintah seperti itu adalah khianat kepada Allah dan Rasul-Nya. (Diriwa­yatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi).

Menurut Imam as-Suyuti ketika men­jelaskan riwayat asbabun nuzul ayat tersebut seperti diriwayatkan Ibnu Abbas ra. maksud kata “berkhianat” ke­pa­da Allah dan Rasul-Nya yaitu ketidaktaatan kepa­da perintah-perintah (ajaran-ajaran-Nya) dan melaksanakan larangan-larangan-Nya. Adapun ber­khia­nat kepada amanah-amanah yang telah dipercayakan, dapat berbentuk tidak melaksanakan berbagai keperca­yaan yang telah diberikan umat. (ad-Dur al-Mansur IV/48-49).

Pada ayat di atas dijelaskan bahwa perbuatan khianat sangat dilarang dan diharamkan dalam Islam, sebagaimana diungkapkan oleh as-Suyuti bahwa berkhianat diartikan dengan tidak taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya sebaliknya justru melakukan larangan-larangan-Nya.

Larangan berkhianat telah diulang dalam Alquran sebanyak 16 kali. Pe­ngulangan kata tersebut menunjuk­kan bahwa seorang Muslim sejatinya tidak melakukan penghianatan terha­dap Allah dan Rasul-Nya serta berkhianat terhadap amanah yang diembannya.

Mengkhianati Allah dan Rasul-Nya

Dalam Islam kata perintah (al-amru) menurut syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam kitab al-Ushul min Ilmi al-Ushul mengandung arti permin­taan untuk dilakukannya suatu perbua­tan dalam bentuk al-isti’la yaitu dari yang lebih tinggi ke yang lebih rendah yaitu Allah swt. yang memerintahkan hamba-Nya, seperti perintah men­dirikan shalat dan zakat,”Dirikanlah salat dan keluarkanlah zakat”.

Bentuk perintah secara mutlak memberi satu konsekuensi bahwa sesuatu itu wajib untuk dikerjakan dan segera melakukannya secara langsung. Semua perintah secara syar’i merupa­kan kebaikan dan perintah untuk ber­lomba-lomba dalam mengerjakannya merupakan bukti bahwa perintah itu harus segera dilak­sanakan. Imam Syafi’i mengemukakan bahwa Allah swt. memerintahkan ke­pada kita untuk me­ngambil apa yang disampaikan Rasul dan menjauhi apa yang dilarang­nya,”Apa yang diberikan Rasul kepada­mu terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah “(QS. Al-Hasyr:7).

Sedangkan bentuk larangan (an-nahyu) mengandung arti permintaan untuk meninggalkan suatu perbuatan dari yang lebih tinggi ke yang lebih rendah yaitu Allah swt. memerintahkan hamba-Nya agar meninggalkan perbua­tan yang dilarang dalam Islam.

Allah swt. melalui ayat di atas (QS. al-Anfal 27) telah menegaskan agar umat Islam tidak melakukan khianat ke­pada Allah dan Rasul-Nya. Berkhia­nat kepada Allah dengan cara tidak mentaati perintah dan melaksanakan larangan Allah dan Rasul-Nya seperti yang dikisahkan dalam asbabun nuzul ayat. Dalam asbabun nuzul tersebut dijelaskan bagaimana penghianatan yang dilakukan oleh umat Islam dengan cara membocorkan rahasia yang tidak dibenarkan untuk diberitahukan kepada orang lain namun justru dibeberkan kepada orang lain. Sehingga orang lain mengetahui rahasia tentang sesuatu yang sejatinya tidak dia ketahui.

Berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dapat ditafsirkan lebih luas lagi, mereka yang tidak mau melaksanakan shalat, meninggalkan puasa wajib, enggan mengeluarkan zakat, berpaling dari agama Islam, mengolok-ngolok Allah dan Rasul, menghina Alquran dan agama Islam, serta perbuatan lain dengan melaksanakan larangan Allah dan Rasul seperti berjudi, berzina, merampok, membunuh, menyekutukan Tuhan, memakan harta anak yatim, makan uang riba termasuk kategori berkhianat.

Dalam kehidupan bermasya rakat, berbangsa dan bernegara potret manusia yang berkhianat kepada orang lain, kepada bangsa dan agamanya sangat banyak. Mereka rela untuk menghianati orang lain demi menda­patkan materi untuk mengenyangkan perutnya sendiri atau rela mengorban­kan orang banyak, menghancurkan bangsanya sendiri demi menegakkan paham idiologinya. Dan bangsa ini kerap ingin dijatuhkan, dirongrong dan dihan­curkan oleh penghianat-penghia­nat bangsa yang dengan sadis menghabisi nyawa musuh-musuh politik yang akan menghalangi maksud busuk untuk mewujudkan keinginannya.

Ada juga model manusia yang rela menggunakan tameng agama untuk pindah ke agama lain dengan tujuan ha­nya untuk mencari kelemahan dan meng­hancurkan agama tersebut dari da­lam. Nauzubillah. Alquran menegas­kan akan menyiksa mereka yang ber­khianat kepada Allah dan Rasul-Nya,” Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih “(QS. An-Nur: 63). Allah swt telah memperingatkan bahwa mereka akan tertimpa fitnah yaitu kesesatan dan azab yang pedih.

Mereka termasuk ke dalam kelom­pok orang-orang munafik, dimana Allah swt. menyebutkan tempat mereka di dalam kerak neraka yang paling ba­wah,”innal munafikina fiddarkil asfali minannaar” (sesungguhnya orang-orang munafik berada di tempat yang paling dalam dari dasar neraka).

Mengkhianati Amanah

Kata khianat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan tipu daya, perbuatan yang bertentangan dengan janji, atau perbuatan tidak setia. Khianat kepada amanah di sini yaitu melakukan perbuatan yang bertenta­ngan dengan janji, dengan melakukan berbagai macam tipu daya agar janjinya tidak direalisasikan. Hal ini tentu berkaitan erat dengan amanah kepe­mimpinan yang diemban seseorang.

Rasulullah saw. telah menegaskan bahwa setiap kita adalah pemimpin dan kepemimpinan seseorang akan diper­tang­gungjawabkan kelak dihadapan Tuhan penguasa alam semes­ta,”kullu­kum rain wa kullukum mas ulun an raiyyatihi”. Maka di saat kita menjabat sebagai pemimpin, baik dalam lingkup yang kecil dalam rumah tangga, di ling­kungan sekolah maupun pemimpin da­lam skala besar seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Bupati, Wali­kota dan Presiden sejatinya konsisten dengan janji atau sumpah jabatan yang mereka ikrarkan ketika awal pelantikan untuk setia dengan amanah dengan ti­dak menyelewengkan amanah tersebut.

Tindakan memperkaya diri sendiri dengan jalan korupsi, memberi suap dan menerima suap, tidak melak­sana­kan tugas yang menjadi kewajiban de­ngan baik merupakan perbuatan khianat ter­ha­dap amanah jabatan. Men­jual janji-jan­ji untuk mendulang suara demi me­ningkatkan popularitas hingga akhirnya yang bersangkutan dipi­lih dan dinobatkan sebagai pemim­pin, namun ketika kursi empuk sudah didu­dukinya justru dia lupa dengan janji-janji kam­panyenya.

Terkadang ada model pemimpin yang memeras rakyatnya dengan cara halus, me­naikkan kebutuhan pokok ma­syarakat dengan diam-diam dengan ber­macam ala­san sehingga listrik naik, mi­nyak naik, sandang pangan naik. Air mata rakyatpun kering, tidak mampu keluar dari sumber­nya lagi. Karena tetap ingin bertahan hi­dup rakyatpun beru­paya sekuat tenaga untuk mengisi se­jengkal perut yang terka­dang dia dapat dengan cara halal, kadang-kadang dia peroleh dengan cara batil.

Hal Ini termasuk bentuk penghia­natan yang dilaknat Tuhan. Rasulullah saw. dalam sabdanya pernah mene­gaskan bahwa tidak akan mencium surga seorang pemimpin yang mening­gal dunia dalam keadaan dibenci oleh rakyatnya. Ingatlah pesan Nabi saw. bahwa ciri-ciri dari orang munafik di anta­ranya,”Jika diberi amanah dia berkhianat”. Semoga para pemimpin yang terpilih untuk mengurusi kepen­tingan rakyat dapat melaksanakan tugas dengan baik dan tidak lupa dengan janjinya. Wallahu a’lam.

*Penulis dosen di STAI Darularafah Deli Serdang

()

Baca Juga

Rekomendasi