Oleh: Normansyah, SE, M.Si. Sebagai dua konstruksi utama dalam Islam, akidah dan syariah saling mendukung untuk membentuk sebuah bangunan yang utuh, kokoh, indah, dan berdayaguna meski masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Di mana, akidah berfungsi sebagai fondasi sedangkan syariah sebagai kerangka dan ornamen.
Sebagai konstruksi dasar, keretakan pada akidah tidak bisa ditolerir sedikit pun apalagi dimanipulasi karena akan berakibat fatal terhadap beban dan muatan bangunan di atasnya. Oleh karena itu persoalan akidah sangatlah tegas dan jarang ditemukan toleransi.
Secara aktual, akidah berfungsi sebagai vision yang menjadi dasar “cara pandang” terhadap kehidupan. Visi ini diperlukan agar segala sesuatu yang diperbuat manusia terarah orientasinya. Dengan adanya visi, setiap perbuatan orang yang beriman atau berakidah tidak terkesan rutinitas semata, tetapi memiliki makna yang tertuju pada misi yang mulia dalam kehidupannya.
Kemudian, syariah berfungsi sebagai eksistensi dan pelindung utama yang menampilkan adanya sosok dan performa suatu bangunan. Pembangunan struktur syariah dilakukan jika akidah sebagai fondasi sudah terasa siap dan kokoh. Pembangunan dimulai dari hal-hal yang sangat primer, yaitu ibadah dengan lima poin rukun islamnya. Setiap poin rukun Islam tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Begitu juga dengan muamalah, munakahah, serta akhlaknya.
Namun seluruh atribut yang disebutkan pada paragraf sebelumnya akan rusak dalam sekejap jika tidak dilengkapi dengan penutup kepala atau atap sebagai pelindung dari hujan atau panas yang akan mengikis atribut tersebut. Oleh karena itu, keberadaan hukum termasuk punishment-nya sangat diperlukan untuk melindungi seluruh bagian bangunan dari segala bentuk kerusakan dan kejahatan.
“Hari ini telah aku sempurnakan bagi kamu agamamu (Islam) dan telah aku sempurnakan segala nikmatku kepadamu dan aku pun ridha Islam sebagai agamamu.” (QS. al-Maidah :3).
Dari hasil interpretasi analogi tersebut, dan dikaitkan dengan salah satu ayat Allah di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam datang sebagai penyempurna bagi agama-agama yang telah datang sebelumnya dan Rasulullah SAW sebagai pembawa serta pengemban risalah Ilahi merupakan Nabi terakhir yang setelahnya tidak akan ada lagi Nabi dan Rasul. Seluruh ajaran dalam Islam baik akidah maupun syari’ah, serta akhlak bertujuan untuk membebaskan manusia dari berbagai belenggu penyakit mental spiritual dan stagnasi berpikir, serta mengatur tingkah laku perbuatan manusia secara tertib agar tidak terjerumus ke lembah kehinaan dan keterbelakangan, sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat.
Islam Sebagai Sistem Hidup
Dalam Islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah SWT. merupakan Zat Yang Maha Esa. Ia adalah satu-satunya Tuhan dan Pencipta seluruh alam semesta, sekaligus pemilik, Penguasa serta Pemelihara Tunggal hidup dan kehidupan seluruh makhluk yang tiada bandingan dan tandingan, baik di dunia maupun di akhirat. Ia adalah Subbuhun dan Quddusun, yakni bebas dari segala kekurangan, kesalahan, kelemahan, dan berbagai kepincangan lainnya, serta suci dan bersih dalam segala hal.
Sementara itu, manusia merupakan makhluk Allah Swt. yang diciptakan dalam bentuk yang paling baik sesuai dengan hakikat wujud manusia dalam kehidupan di dunia, yakni melaksanakan tugas kekhalifahan dalam kerangka pengabdian kepada Sang Mahapencipta, Allah Swt. sebagai khalifahnya dimuka bumi, manusia diberi amanah untuk memberdayakan seisi alam raya dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan seluruh makhluk. Berkaitan dengan ruang lingkup tugas-tugas khalifah ini, Allah Swt. berfirman:
“Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi ini, niscaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar”. (QS. Al-Hajj: 41).
Ayat tersebut menyatakan bahwa mendirikan salat merupakan refleksi hubungan yang baik dengan Allah Swt., menunaikan merupakan refleksi dari keharmonisan hubungan dengan sesama manusia, sedangkan ma’ruf berkaitan dengan segala sesuatu yang dianggap baik oleh agama, akal, serta budaya, dan munkar adalah sebaliknya. Dengan demikian, sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia mempunyai kewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis serta agama, akal, dan budayanya terpelihara.
Untuk mencapai tujuan suci tersebut, Allah Swt. menurunkan Alquran sebagai hidayah yang meliputi berbagai persoalan aqidah, syari’ah dan akhlak demi kebahagiaan hidup seluruh umat manusia di dunia dan akhirat. Berbeda halnya dengan akidah dan akhlak yang merupakan dua komponen ajaran Islam yang bersifat konstan, tidak mengalami perubahan apapun seiring dengan perbedaan tempat dan waktu, syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat. Allah Swt. berfirman:
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang”. (QS. Al-Maidah: 48)
Alquran tidak memuat berbagai aturan yang terperinci tentang syariah yang dalam sistematika hukum Islam terbagi menjadi dua bidang, yakni ibadah (ritual) dan muamalah (sosial). Hal ini menunjukan bahwa Alquran hanya mengandung prinsip-prinsip umum bagi berbagai masalah hukum dalam Islam, terutama sekali yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat muamalah.
Bertitik tolak dari prinsip tersebut, Nabi Muhammad Saw. menjelaskan melalui berbagai haditsnya. Dalam kerangka yang sama dengan Alquran, mayoritas hadits Nabi tersebut juga tidak bersifat absolut, terutama yang berkaitan dengan muamalah. Dengan kata lain, kedua sumber utama hukum Islam ini hanya memberikan berbagai prinsip dasar yang harus dipegang oleh umat manusia selama menjalani kehidupan di dunia. Adapun untuk merespon perputaran zaman dan mengatur kehidupan duniawi manusia secara terperinci, Allah Swt. menganugerahi akal pikiran kepada manusia. Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Kamu lebih mengetahui urusan keduniaanmu”. (HR. Muslim).
Islam Sebagai Konsep Hidup dan Kehidupan
Islam sebagai konsep atau sistem hidup tidak hanya menjanjikan sebuah keteraturan, keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan, tapi juga memiliki konsekwensi-konsekwensi bagi manusia yang meyakininya. Konsekwensi-konsekwensi ini dapat berupa aturan yang harus dipatuhi atau bisa juga berupa tindakan-tindakan yang sepatutnya dilakukan oleh penganutnya.
Sebagai seorang individu manusia memiliki berbagai kefitrahan yang sangat kompleks, memiliki bermacam variasi kecenderungan, dan melekat padanya kelebihan serta kelemahan yang dapat menjadi keuntungan dan hambatan bagi manusia dalam mengarungi kehidupan. Karakteristik manusia itulah yang membutuhkan sebuah sistem yang sesuai dengan segala kefitrahan yang ada pada dirinya. Dan Islam memiliki jawaban untuk melakukan tugas itu. Islam tidak hanya memberikan arahan, aturan atau ketentuan bagi manusia sebagai individu, tapi Islam juga merangkai setiap individu dengan individu yang lain dalam sebuah sistem yang begitu harmoni dan indah.
Jadi Islam tidak hanya berfungsi untuk kesejahteraan hidup manusia tapi juga untuk kesejahteraan kehidupan mereka (interaksi antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan alam dan antara manusia dengan Penciptanya).
Manusia sebagai subjek dan objek dalam sistem hidup Islam, menjadi fokus pertama dan utama. Karena manusia bukan hanya menjadi objek yang diatur tapi juga merupakan faktor yang menentukan berjalannya sistem dan kekokohan sistem serta pengembangan sistem kedepan. Islam yang mengatur hidup manusia sebagai seorang individu tercermin dalam konsep iman, konsep ikhlas dan konsep ihsan.
Islam merupakan agama yang sempurna berarti lengkap, menyeluruh dan mencakup segala hal yang diperlukan bagi panduan hidup manusia. Sebagai petunjuk atau pegangan dalam hidupnya, sehingga dapat menjalani hidup dengan baik, teratur dan sejahtera, mendapatkan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Penulis Adalah Dosen Fakultas Ekonomi UNA Kisaran