Menjaga Keseimbangan Ekosistem Alam

Alam terdiri dari unsur biotik dan abiotik yang selalu berinteraksi melalui aliran bahan dan energi. Ketidak se­imbangan masukan dan keluaran energi dalam eko­sistem menyebabkan gang­gu­an keseimbangan sistem eko­logi, yang bila tidak dita­ngani dengan serius dapat me­nyebabkan bencana eko­lo­gis (ecological disaster) di kemudian hari.

Oleh: Hasan Sitorus. Ekosistem alamiah (natural ecosystem) di mana di da­lamnya terdapat manusia, hewan dan tumbuhan, dapat mengalami 3 pola perubahan akibat perubahan masukan dan keluaran energi dalam ekosistem, yakni: ekosistem bertumbuh (growth ecosystem), ekosistem stabil (stea­dy ecosystem) dan ekosistem rusak (aging ecosystem). 

Bahan dan energi yang ma­suk dalam ekosis­tem da­pat berupa teknologi dan ma­teri yang meng­ikutinya se­perti benih, pupuk, pestisida, dan limbah dari aktivitas ma­nusia, sedangkan yang keluar dari ekosistem dapat berupa produk kayu, hasil pertanian, peternakan, perikanan, dan pro­duk lainnya yang diman­faatkan manusia.

Pada ekosistem alam de­ngan kondisi bertum­buh atau berkembang, jumlah energi yang masuk (input energy) le­bih besar dari energi yang keluar (output energy) atau diambil manusia dari eko­sis­tem, sehingga ekosistem mengalami pertum­buhan. Contohnya dapat kita lihat pada hutan yang sedang dire­boisasi, perkebunan yang se­dang diremajakan, lahan per­tanian atau kolam yang baru dipupuk. 

Ekosistem yang berada pa­da tahapan bertum­buh, ter­jadi perubahan keseimbang­an ekologi yang sifatnya da­pat pulih (irreversible) baik dalam struktur populasi ko­munitas yang hidup di da­lamnya maupun rantai ma­kanan (food chains) yang ada.  Artinya, ekosistem yang se­dang diperbaiki dengan input teknologi manusia akan memungkinkan eksositem da­pat kembali ke kondisi yang seimbang.

Ekosistem yang meng­alami kerusakan bisa terjadi kerusakan yang tidak pulih (irreversible degradation). Kondisi seperti itu mem­bu­tuhkan biaya yang sangat be­sar dan waktu yang lama un­­tuk memperbaikinya. Eko­sis­tem seperti itu da­pat terjadi  pa­da deforestasi hutan atau penggun­dulan hutan, lahan kri­tis dan tandus, perairan yang tercemar, udara yang ter­cemar, dan lahan yang ru­sak akibat pemakaian pupuk dan pestisida yang berlebihan dan penggembalaan yang berlebihan (over grazing).

Kedua jenis kondisi eko­sistem ini jelas berada dalam kondisi  tidak seimbang, dan diperlukan upaya manusia un­tuk mengembalikan eko­sis­tem itu kepada fungsi-fungsi ekologi yang seim­bang (ecological balance). Eko­sistem alamiah yang se­imbang atau kondisi ekosis­tem stabil tidaklah mu­dah men­capainya selama manusia selalu mem­berikan masukan energi (input energy) dan ke­­luar­an energi (output energy) yang tidak setim­bang ke da­lam ekosistem, karena manu­sia selalu mengejar kesejah­teraan material dan segalanya berpusat pada diri manusia (anthropocentris).

Contohnya nyata dapat ki­ta lihat pada pem­bukaan hu­tan secara besar-besaran un­tuk perke­bunan dengan me­ne­rapkan metode pembakar­an un­tuk pembersihan lahan yang telah menye­babkan ke­hilangan habitat berbagai je­nis hewan, ledakan populasi hama di kawasan pertanian aki­bat putusnya rantai ma­kanan, dan punahnya berba­gai jenis flora dan fauna seba­gai sumber plasma nutfah di kemudian hari. Menjadi per­tanyaan, bagaimana caranya agar tercipta keseimbangan ekosistem alam ?

Menurut penulis, diperlu­kan 4 pendekatan yang harus dilakukan manusia dalam men­jaga ke­seimbangan alir­an bahan dan energi dalam ekosistem agar tercipta kese­imbangan ekosistem, yakni: 1) pemanfaatan sumberdaya alam harus dila­kukan dengan pendekatan sistem ekologi, 2) pe­nerapan teknologi ber­sih, 3) merehabilitasi sum­­ber­daya alam dan lingkung­an yang rusak, dan 4) pene­gakan hukum lingkungan (laws enfro­cement).

Pendekatan sistem ekologi dalam peman­faatan sumber­daya alam dimaksudkan ada­lah bahwa kita harus memi­liki pemahaman bahwa un­sur-unsur ekosistem itu saling berpengaruh dan saling ter­gantung satu sama lain, se­hingga diperlukan kehati-hatian dalam mengeksploi­tasi sumberdaya alam. 

Artinya, harus selalu di­pertimbangkan apa pe­ngaruh pemanfaatan suatu sumber­daya alam di suatu lokasi ter­hadap komponen lain dalam sistem ekologi. Bila ada pe­mahaman seperti ini, maka pa­ra pemilik modal atau peng­usaha akan lebih bijak­sana dalam mengekploitasi sum­berdaya alam dalam eko­sistem sehingga tercipta per­usahaan yang berwawasan lingkungan. 

Instrumen yang sudah ada di Indonesia untuk imple­men­tasi pendekatan sistem ekologi ini adalah penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) da­lam setiap proyek pemba­ngun­an sebagaimana diatur dalam PP. No. 29 Tahun 1999. Bila AMDAL dapat di­laksanakan secara benar, ma­ka ekosistem akan tetap ber­ada dalam keadaan seim­bang, atau dengan kata lain kondisi lingkungan alam akan tetap lestari. 

Pertanyaannya, apakah ins­trumen AMDAL dapat di­terapkan secara benar dan konsisten di Indonesia ?  Ba­nyak orang mensinyalir bah­wa isi dari AMDAL itu dapat diatur sesuai keinginan pemi­lik modal atau pemrakarsa proyek.

Upaya lain yang dapat di­lakukan untuk men­jaga kese­imbangan ekosistem adalah pene­rapan teknologi bersih (clean technology) untuk men­cegah kerusakan ling­kungan. Longgarnya per­­atur­an penerapan teknologi bersih khususnya di negara berkembang yang berkaitan dengan upaya peningkatan investasi adalah salah satu faktor penyebab terjadinya masalah lingkungan. De­ngan perkataan lain, terjadinya pencemaran ling­kungan de­wasa ini tidak terlepas dari penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan. 

Aktivitas sektor industri dipastikan menge­luar­kan emisi gas buangan ke udara, dan secara nyata telah me­nyebabkan terjadinya pence­maran udara, dan bahkan te­lah menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (green hou­se effect) akibat mening­kat­kan Gas Rumah Kaca ke at­mosfe yang diyakini sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan iklim.

Demikian halnya proses produksi industri yang tidak menerapkan teknologi bersih dipas­tikan memberikan andil yang besar terhahap pence­maran perairan baik itu su­ngai, danau dan laut,  karena limbah yang dihasilkan da­lam pro­ses produksi tidak di­olah sebagaimana mestinya sebelum dibuang ke ling­kung­an. Dalam kondisi se­per­ti ini telah terjadi ketidak seim­bangan aliran bahan dan energi dalam ekosistem, yang menyebabkan gangguan ke­seimbangan ekosistem dan manusia yang merasakan dam­paknya.

Upaya untuk menjaga ke­seimbangan ekosis­tem juga dapat dilakukan melalui ke­giatan reha­bilitasi sumber­daya alam yang telah rusak, dan mencegah terjadinya ke­rusakan lebih lanjut. Program rehabilitasi sumberda­ya alam seperti penghijauan atau reboisasi terhadap hutan yang terbakar, pembersihan sungai, danau dan laut dari sampah domestik dan indus­tri, dan penertiban penam­bangan liar, haruslah dilak­sanakan secara konsisten dan kontinyu baik pada tataran lokal, regional dan nasional.

Yang menjadi pertanyaan, apakah program rehabilitasi sumberdaya alam dan ling­kungan di Indonesia sudah berjalan efektif ?  Apakah ke­giatan proyek rehabilitasi su­dah memberikan dam­pak yang nyata terhadap perbaik­an ling­kungan ?  Pertanyaan ini perlu dilontarkan karena ber­dasarkan hasil penelitian berbagai pihak, jum­lah luas hutan yang mengalami keru­sakan justru semakin me­ning­kat setiap tahun. Demi­kian juga masalah pence­mar­an air dan pencemaran udara juga mengalami nasib yang sama bahkan se­makin meng­khawatirkan dewasa ini.

Pendekatan instrumen hu­kum juga dapat digunakan da­lam menjaga keseimbang­an ekologi lingkungan. De­ngan adanya peraturan per­un­dang-undangan dalam pe­manfaatan dan konservasi sumberdaya alam seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelo­laan Lingkungan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konser­vasi Sumberdaya Alam Ha­ya­ti dan Eko­sistemnya,  UU No.7 Tahun 2004 tentang Sum­berdaya Air, PP. 27 Ta­hun 1999 tentang AMDAL dan peraturan lainnya, diha­rapkan ma­salah keru­sakan lingkungan semakin kecil di Indoensia.

Implementasi penegakan hukum lingkungan yang kon­sisten, transparan dan tanpa pandang bulu diyakini akan dapat mewujudkan pemba­ngun­an yang berwawasan lingkungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam.

(Penulis dosen tetap di Universitas Nom­mensen Me­dan dan Pemerhati Masalah Lingkungan)

()

Baca Juga

Rekomendasi