Hal ini sebagaimana diungkapkan Tengku M Fauzi dari Zuriat Metar Bilad Deli, yang merupakan tokoh muda Melayu Medan karena merasa keberatan dan menilai apa yang dilakukan pihak PT KAI tidaklah tepat. “Dari lintasan yang dilalui kereta api saja sudah bisa kita lihat hampir rata-rata stasiun itu berada di pesisir timur dan penumpang kereta api bukan sepenuhnya masyarakat yang mengerti bahasa Batak, pihak PT KAI harus melakukan penelitian dan survei terlebih dahulu sebelum melakukan hal itu”, tegas mereka dalam rilis yang diterima wartawan, Jumat (29/6).
Untuk itu pihaknya meminta kepada pimpinan tertinggi PT KAI agar mengevaluasi pihak-pihak terkait yang terlibat dalam perlakuan penggunaan bahasa itu. “Kami masyarakat Melayu yang berada di Kota Medan sangat kecewa terhadap perlakuan pihak PT KAI, karena melakukan hal semena-mena terhadap penduduk asli Kota Medan. Dan ini juga terindikasi dalam pengaburan sejarah dan asal- usul Kota Medan. Sudah jelas kalau Kota Medan itu adalah Tanah Deli Tanah Melayu,” pungkasnya.
Pihaknya juga meminta PT KAI harus mempelajari sejarah kehadiran kereta api di masa Kesultanan Deli. Sangat jelas Sultan Deli dan perangkat adatnya berperan dalam hal pembangunan gedung-gedung dan jalur-jalurnya, termasuk juga kejuruan metar yang tanah ulayatnya dilalui oleh kereta api.
Dalam hal ini PT KAI dianggap sangat dan amat menyakiti perasaan dari masyarakat Melayu pantai Sumatera timur. “Kami meminta PT KAI segera menghentikan program di atas untuk menjaga keharmonisan Bhinneka Tunggal Ika, jangan sampai PT KAI menjadi pemecah kerukunan suku bangsa yang ada di Sumatera Utara ini,” sebut mereka. (rel/dn)