FOSIL badak “Zaman Es” yang dibunuh sekitar 700.000 tahun lalu berhasil ditemukan melalui suatu penggalian di Luzon, pulau di Filipina bagian utara . Fosil tersebut menjadi bukti pertama yang menunjukkan keberadaan manusia purba di Filipina.
Penemuan yang memukau ini diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature. Penemuan tadi mengisyaratkan bahwa hominin awal tersebar di wilayah yang lebih luas di Wallacea–kumpulan pulau di timur Eurasia– dibandingkan perkiraan sebelumnya. Sekelompok peneliti dari berbagai negara–Prancis, Filipina, Australia dan Belanda–menerbitkan penemuan ini.
Mereka menemukan bangkai badak yang sekarang sudah punah ini ketika menggali situs di Kalinga di Lembah Cagayan, Luzon. Tanda pada tulang-belulang menunjukkan irisan akibat alat batu yang tajam.
Ini menunjukkan hominin mengambil daging dan lemak dari hewan besar yang mungkin mereka bunuh atau temukan tidak lama sesudah hewan tersebut mati. Alat batu sederhana ditemukan dekat badak. Badak dan peralatan batu tersebut ditemukan terkubur di bawah sedimen sungai. Tim peneliti yang dipimpin oleh Gerrit (“Gert”) van den Bergh dari Universitas Wollongong, mengajukan perkiraan usia antara 777.000 hingga 631.000 tahun untuk penemuan mereka.
Angka ini cukup tepercaya karena didapatkan menggunakan metode penanggalan yang independen satu sama lain dan semua metode tersebut sampai pada kesimpulan yang sama. Dalam ilmu arkeologi, istilah “hominin arkais” secara umum digunakan untuk merujuk pada jenis manusia yang sudah punah.
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hominin arkais telah tiba di pulau-pulau yang terletak di selatan Luzon, yaitu Sulawesi 200.000 tahun lalu dan Flores satu juta tahun lalu. Seperti Luzon, Sulawesi dan Flores adalah pulau-pulau besar di Wallacea yang terletak dekat dengan ujung tenggara kontinen Asia (“Sundaland”).
Pada perkembangan lain dilaporkan, fosil badak purba ditemukan di wilayah Cappadocia, Turki Tengah. Badak purba yang diyakini berusia lebih sembilan juta tahun lalu ini diduga mati karena terkena dampak dari letusan gunung di wilayah tersebut.
Sekira 9,2 juta tahun lalu, badak bercula dua yang masih berusia muda ini "terpanggang" lava yang menyelimuti area sekitar, dengan suhu mencapai 750 derajat fahrenheit.
Ilmuwan menganalisis fosil atau tulang badak tersebut dan menemukan bahwa kematian hewan ini terjadi secara mendadak. "Tubuhnya terpanggang di bawah temperatur yang mendekati 400 derajat celcius.
Kemudian, jasad hewan tersebut terpisah dalam aliran pyroclastic serta tengkoraknya terpisah dari tubuh," lapor peneliti dalam temuannya di jurnal PLoS ONE. Aliran abu vulkanik membawa tengkorak badak purba ini terpisah sekitar 19 mil (30 kilometer) dari situs letusan, hingga menuju situs di mana fosil hewan ini ditemukan di Cappadocia, Turki Tengah.
"Tengkorak dan rahang bawah ditemukan terpisah. Tidak ada tulang badak lain di sekitarnya, kecuali beberapa pecahan tulang rusuk," tutur peneliti Pierre-Olivier Antoine dari University of Montpellier di Prancis.
Menurut ilmuwan, ketika hidup, badak purba (Ceratotherium neumayri) ini memiliki berat antara 3.300 hingga 4.400 kilogram. Ketika mati akibat letusan gunung tersebut, hewan ini diyakini masih berusia 10 sampai 15 tahun. (wkp/tcc/smorg/es)