Jakarta, (Analisa). Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengaku bangga dengan tim Sapu Angin dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) menjuarai kejuaraan dunia kendaraan hemat energi "Shell-Eco Marathon World Driving Championships" di Queen Elizabeth Olympic Park, London.
"Ini membuktikan perguruan tinggi di Indonesia mampu bersaing di tingkat dunia dalam menghasilkan inovasi kendaraan hemat energi. Saya merasa bangga dan mengucapkan selamat atas prestasi yang diraih Tim Sapu Angin ITS," ujar Nasir di Jakarta, Senin (9/7).
Tim ITS berhasil menyisihkan puluhan kontestan dari berbagai negara. Nasir juga memberikan apresiasi atas kerja keras dan perjuangan Tim Semar Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Tim Garuda Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menduduki peringkat ke-8 dan ke-9.
Shell-Eco Marathon World Driving Championships merupakan kejuaraan yang menguji kecepatan dan daya tahan kendaraan hemat energi.
Kendaraan Tim Sapu Angin ITS dikendarai Moch Hafis Habibi. Tim Sapu Angin ITS berhasil menyisihkan kontestan lain yang berasal dari Benua Amerika dan Eropa.
Kejuaraan diikuti sembilan tim Sask Eco Kanada, Tim Prancis, Tim Amerika Serikat, dan Italia serta tiga tim dari Indonesia mewakili Asia.
Rektor ITS Joni Hermana mengatakan Sapu Angin memulai lomba dari posisi pole position. Atas pertimbangan strategi, Sapu Angin menjaga kecepatan sedang di lap awal, meski demikian masih terus masuk ke dalam empat besar.
Pada lap akhir, karena bahan bakar yang tersisa masih memadai, Sapu Angin menggeber kecepatan, menyodok ke ranking satu.
Juara Shell-Eco Marathon World Driving Championships 2018 akan memperoleh hadiah dan pengalaman yang sangat berharga dari panitia lomba. Pemenang akan mendapatkan undangan untuk mengunjungi markas Scuderia Ferrari di Italia. Pemenang akan berpartisipasi, mengikuti workshop dan belajar dari para pakar di Ferari.
Siswa SD juara
Terpisah diberitakan, sebanyak 12 siswa Sekolah Dasar (SD) berhasil menjuarai kompetisi matematika internasional Bulgaria atau Bulgaria International Mathematics Competition (BIMC) 2018.
Para siswa tersebut berhasil membawa pulang dua medali emas, dua medali perak dan enam medali perunggu yang diselenggarakan pada 1 Juli hingga 5 Juli tersebut.
"Prestasi ini membuktikan bahwa kita juga mampu bersaing di kancah internasional," ujar Direktur Pembinaan SD, Khamim di Jakarta, Senin.
Untuk kategori tim atau kelompok, delegasi Indonesia berhasil meraih satu emas, dua perak, dan dua perunggu. Sedangkan untuk kategori individu, Indonesia memperoleh satu emas atas nama Felicia Grace Angelyn Ferdianto dari SD Cahaya Nur, Kudus. Satu medali perak atas nama Yedija Nicholas Kurniawidi dari SD Karangturi, Semarang.
Sementara empat medali perunggu diraih Ahmad Fikri Azhari (SD Muhammadiyah Plus, Batam), Mafazi Ikhwan Dhandi Hibatullah (SDS Al Furqon, Jember), Matthew Allan (SDS Kristen 10 Penabur, Jakarta), dan Ryan Suwandi (SDS Tzu Chi, Jakarta).
Lima siswa lainnya mendapatkan penghargaan harapan dalam kompetisi yang diikuti 28 negara tersebut.
Khamim menjelaskan delegasi BIMC terdiri dari para siswa berprestasi yang merupakan juara dari OSN tahun 2017. "Pembekalan delegasi dilakukan dalam dua tahapan yakni pada bulan Mei dan Juni," tambahnya.
Seorang peserta olimpiade, Yedija (12) mengungkapkan rasa senang dan bangganya bisa mempersembahkan medali perak dalam kategori individu.
Menurutnya medali emas yang diraih timnya merupakan bentuk kerja sama yang baik bersama tiga orang anggota kelompok lainnya.
"Dari kecil aku memang suka matematika. Serunya matematika itu tantangannya memecahkan soal, mencari caranya," ujarnya.
Peraih medali emas individu, Felicia (12) mengungkapkan kegembiraan bisa meraih emas di ajang bergengsi tersebut.
Meski BIMC bukanlah kompetisi internasional pertamanya, siswi yang juga gemar melukis dan membaca komik ini tidak mengira ia akan mendapatkan medali emas.
Pendamping tim olimpiade, Ibnu Hadi (37) menyebutkan kualitas siswa Indonesia yang berkompetisi di ajang internasional tidak kalah dengan siswa di negara-negara maju lainnya.
"Tantangan bagi guru untuk bisa memancing potensi siswa yang selama ini terpendam," ungkapnya.
Penerapan kurikulum 2013 dan pembiasaan mengerjakan soal-soal penalaran tingkat tinggi dirasa sudah tepat dan perlu dijaga konsistensinya. (Ant)