Dakwaan terhadap Tamin Sukardi Dinilai Kabur

Medan, (Analisa). Penuntut umum Tipikor Kejaksaan Agung dinilai telah melanggar asas hukum peradilan karena telah menga­dili pengusaha Tamin Sukardi. Per­nyataan itu disampaikan tim penasihat hukum terdakwa dalam eksepsi atas dakwaan jaksa yang  berlangsung di Pengadilan Tipikor Medan.

Diketahui sebelumnya jaksa penun­tut umum (JPU) telah mendakwa Ta­min Sukardi karena diduga telah me­nyelewengkan aset negara berupa tanah dengan nilai sekitar Rp132 miliar.

Menurut penasihat hukum terdakwa, Suhardi SH, dakwaan jaksa tersebut keliru dan melanggar asas hukum pe­radilan. Sebab, ada putusan penga­dilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan dalam gugatan per­data itu dihasilkan melalui proses pera­dilan yang adil sehingga penyidik Kejagung jelas melanggar asas hukum.

Res Judicata Pro Veritate Habeteur' artinya apa yang telah diputus oleh hakim harus dianggap benar, sehingga penyidik wajib mematuhi isi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," kata Suhardi.

Dari putusan yang berkekuatan hu­kum tetap tersebut, terungkap fakta bahwa Surat Pembagian Tanah Sawah /Ladang (SKPTSL) 1954 diterbitkan oleh Gubernur Ub Residen/Kepala  Kan­tor Penyelenggara Pembagian Ta­nah Sawah/Ladang, Ub. Bupati Dp yang dijabat Munar S Hamidjojo.

Akan tetapi Penyidik Kejaksaan Agung RI telah keliru memahami SK­PTSL 1954 tersebut, yang menga­takan SKPTSL itu adalah produk Bupati Deliserdang, padahal SKPTSL adalah produk Gubernur Sumatera Utara, sebutnya.

Kemudian adanya fatwa PT Sumut pada 21 Maret 2012  yang secara tegas menyatakan pelaksanaan penghapus­bukuan dan pemindahtanganan aktiva tetap BUMN sepanjang berkaitan de­ngan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Maka keten­tuan hukum yang harus diberlakukan yakni aktiva tetap tersebut tidak lagi menjadi milik atau dikuasai oleh BUMN.

Sehingga dengan demikian tanah eks HGU PTPN II seluas 106 Ha di kebun Helvetia sudah tidak lagi men­jadi aset PTPN II, terang Suhardi.

Tolak tuduhan

Selain menyebutkan jaksa keliru telah mengadili perkara ini, Suhardi, juga menampik tuduhan merekayasa gugatan perdata dalam dakwaan JPU.

Pasalnya, Tamin Sukardi baru me­ngenal Tasman Aminoto di akhir 2006. Ia diperkenalkan Ismail Sembiring yang juga pihak yang memperkenalkan terdakwa untuk mendapatkan tanah yang objek perkara.

Pada saat itu Tasman Aminoto telah mengajukan gugatan perdata pada tanggal 15 Maret 2006 dengan Register Nomor: 15/Pdt.G/2006/PN.LP. Karena itulah Tamin Sukardi diperkenalkan dengan Tasman Aminoto.

Selain itu, terdakwa kenal dengan masyarakat pada 2009, saat masyarakat diadukan pidana. Laporan pidana terse­but akhirnya telah ada putusan Penin­jauan Kembali (PK) Mahkamah Agung RI Nomor yang telah berkekuatan hu­kum tetap. 

Bahkan tidak masuk akal lagi, uraian dakwaan JPU yang menyatakan terdak­wa merekayasa surat keterangan dan pernyataan waris 65 orang ahli waris yang telah ada sejak  25 November 2002. Padahal saat itu terdakwa tidak mengenal Misran Sasmita dan Sudar­sono maupun Tasman Aminoto, terang Suhardi.

Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 1/PK/Pid/2011, dengan terdak­wa Sudarsono dan Misran Sasmita yang amar putusannya bebas sehingga jelas, bahwa dakwaan JPU cacat hukum. "Kami menolak seluruh dakwaan jaksa, karena dakwaan tersebut cacat hukum," ungkapnya.

Tidak diperpanjang

Tak hanya itu, Direktur Operasional PTPN II, Marisi Butar-butar saat men­jadi saksi menegaskan tanah 106 dari 5.873 sejak 2002 sudah habis HGUnya dan tidak diperpanjang lagi. Serta, tanah seluas 74 Ha dari 106 Ha sudah di ek­se­kusi pada 2011 dan diserahkan kepada 65 warga selaku pemiliknya sesuai dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Seluruh lahan 106 Ha tersebut se­belum dihapusbukukan, PTPN II telah meminta rekomendasi berupa le­gal opini dari Kejatisu dan fatwa hu­kum dari PT serta audit BPKP, bah­wa tanah tersebut harus dihapus­bu­kukan dan penghapusbukuan sudah ada izin dari dewan komisaris. Se­hingga saya tidak tahu mengapa terdakwa diadili dalam perkara ini," ucapnya.

Diarahkan

Sementara itu, dalam kasus ini pu­luhan saksi telah memberikan kete­rangan di depan majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo ter­sebut. Namun sebagian saksi menye­butkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Kejaksaan Agung (Ke­ja­gung) diarahkan untuk menjerat terdakwa.

Saksi Endang, putri almarhum Tasman Aminoto, Senin (9/7) malam  membeberkan peran dua orang pria  berinisial Effendi Tan dan David Tan setelah terdakwa ditahan. "Saya ada dihubungi dua pria etnis Tionghoa itu, agar lahan eks HGU PTPN II yang berlokasi di Pasar IV Desa Helvetia itu beralih kepada mereka," ujarnya.

Ketika ditanya soal kesepakatan yang dibuat dengan dua pria tersebut, saksi Endang tidak menjelaskan secara detail isi kesepakatan tersebut. Namun ia pernah dijanjikan Rp7 miliar.

Endang mengakui BAP yang di­buat penyidik Kejagung terkesan di­arahkan agar terdakwa bersalah. "Sa­ya tinggal teken saja. Saya tidak mung­kin baca seluruh isi BAP ter­sebut," ungkapnya.

Sementara itu, Saksi Ediyanto juga mengakui hal yang sama. Ia penyidik di kantor desa, namun di BAP saksi seolah-olah tahu persis soal sengketa tanah eks HGU PTPN II. Padahal saksi tidak mengetahuinya.

Sudarsono sebagai saksi ketiga mengakui, BAP yang dibuat penyidik Kejagung bukan fakta sebenarnya. Dalam BAP disebut saksi mengetahui terdakwa yang membeli tanah eks HGU PTPN II seluas 106 hektare tersebut dan memberi  Rp65 juta. "Keterangan itu tidak benar pak hakim," ujar Su­darsono berulang-ulang.

Menurut dia, tanah seluas 106 hek­tare milik masyarakat penggarap itu dibeli PT Erni Putra dan pengali­han­nya dibuat di hadapan Notaris Ika Luk­man di Jalan Brigjen Katamso Medan," ujar mantan Plt. Kades Sampali itu.

Sebagai Plt Kades Sampali, ia pernah melegalisasi  surat ahli waris 65 warga sebagai pemilik tanah seluas 106 hektare itu. Bahkan Sudarsono menegaskan sebagai ahli waris Sala­mun ada memiliki tanah seluas 2 hektare di Pasar IVDesa Sampali.

Namun untuk mendapatkannya, 65 ahli waris pernah menggugat PTPN II dan BPN dan hasilnya 65 ahli waris dimenangkan, setelah PN Lubukpakam mengeksekusi lahan seluas 106 hektare tersebut dan menyerahkannya kepada 65 ahli waris. (wita)

()

Baca Juga

Rekomendasi