Oleh: Sofyan.
Tahun ajaran 2018/2019 telah dimulai, banyak pilihan orangtua untuk melanjutkan studi anaknya. Ada yang di sekolahkan ke SMP, MTS, SMA, SMK, MA, pesantren dan lain-lain. Di antara lembaga pendidikan yang dicari orangtua Muslim saat ini adalah pesantren.
Model pendidikan pesantren sebagai solusi menjawab tantangan zaman, karena pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam asli Indonesia diyakini mampu membentuk generasi muda sebagai kader umat Islam yang militan, bermental baja, berakhlak mulia, berilmu pengetahuan sehingga siap berkompetensi dan siap menghadapi tantangan zaman.
Tidak meninggalkan generasi yang menjadi warisan Nabi saw. kepada umatnya, hal ini telah beliau tegaskan dalam hadisnya,” allimu auladakum fainnahum ya’isyuna fi zamani ghairu zamanikum (Didiklah anak-anakmu karena sesungguhnya mereka akan hidup di zaman yang tidak sama dengan zamanmu).
Rasulullah saw. telah mengingatkan kita untuk membekali anak dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan, tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik lemah ilmu pengetahuan, lemah aqidah dan perekonomian.
Umat Islam membutuhkan generasi yang kuat, mandiri, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta memahami konsep Islam yang rahmatan lil alamin. Untuk mendidik generasi unggul dibutuhkan lembaga pendidikan yang mampu mengakomodir ketiganya, dan lembaga pendidikan Islam terpadu “pesantren” menjadi lembaga pendidikan Islam terbaik saat ini, pilihan bagi keluarga Muslim untuk mendidik generasi masa depan yang kuat, mandiri, islami dan bermutu.
Saat ini dapat disaksikan maraknya pornografi dan pornoaksi, pergaulan bebas, narkoba sudah menebarkan virusnya, sehingga merusak moralitas generasi muda. Derasnya gelombang westernisasi dan globalisasi yang mengeringkan iman bahkan nyaris menghilangkan semangat spritual generasi muda secara khusus dan umat Islam pada umumnya. Setidaknya ada tiga konsep yang dikembangkan di pesantren, yaitu:
Membekali Santri dengan 3 H (Head-Heart-Hand)
Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren terus melakukan inovasi baru dan pengembangan-pengembangan baik dari sarana prasarana, kurikulum, peningkatan pengawasan dan peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran.
Pesantren lembaga kajian keislaman terpadu mengintegrasikan kurikulum berbasis imtak dan iptek, memadukan pendidikan di pesantren dan masyarakat. Perpaduan ini bertujuan untuk membekali santri untuk menjadi pribadi yang menyeimbangkan antara ilmu, iman dan amal, membentengi anak didik dengan ilmu agama serta membentuk pribadi berkarakter mulia, yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut pakar pendidikan Islam Haidar Putra Daulay pendidikan di pesantren saat ini membekali dan mendidik santrinya dengan tiga H yaitu head, heart dan hand. Kata Head (kepala) diartikan dengan mengisi otak atau akal santri dengan ilmu. Berbagai ilmu diajarkan kepada santri mulai ilmu naqliyah seperti ilmua Bahasa Arab, Tauhid, Tafsir, Hadis, Fiqh, Alquran, Balaghah, Tasawuf maupun ilmu aqliyah seperti Fisika, Kimia, Matematika, Sejarah, Biologi dan sebagainya.
Kata heart (Hati) mengandung arti pesantren mengisi hati para santrinya dengan iman dan taqwa melalui kegiatan keagamaan yang dibiasakan dan wajib diikuti santri. Pelaksanaan shalat berjamaah, puasa Senin Kamis, membaca Quran, berzikir, melakukan muhasabah, muzakarah ilmiah kajian kitab kuning, tausiah agama merupakan bagian dari upaya mengisi hati dengan iman dan taqwa.
Kata hand (tangan) diartikan dengan keterampilan. Bentuk keterampilan yang diberikan pesantren kepada santrinya berbeda-beda antara satu pesantren dengan pesantren yang lain. Keterampilan berpidato (muhadarah) merupakan materi wajib yang harus diikuti santri, sebagai bekal untuk menjadi pendakwah, pelatihan manajemen kepemimpinan dan organisasi harus diikuti santri ketika duduk di kelas akhir, untuk membekali mereka menjadi calon-calon pemimpin masa depan.
Pengembangan minat dan bakat santri dalam bidang seni untuk memperhalus budi pekeri, di bidang olah raga untuk menghasilkan santri yang kuat jasmani menjadi program unggulan yang mendapat perhatian. Begitu juga dengan keterampilan-keterampilan lain diberikan kepada santri sebagai bekal menghadapi masa depan.
Pesantren selalu memompa semangat para santri untuk menguasai ilmu pengetahuan dan mengamalkan konsep “belajar sepanjang hayat”. Dengan ilmu, iman dan amal kemudian menjadikan Islam sebagai way of life dalam kehidupan sehari-hari membentuk santri menjadi pribadi yang luas wawasan ilmu pengetahuan, kuat ilmu sehingga unggul dalam moral dan Intelektual.
Membentuk Santri Menjadi Masyarakat Madani
Pesantren mendidik santrinya untuk membentuk miniatur kecil masyarakat Muslim Indonesia menjadi masyarakat madani. Masyarakat madani merujuk kepada masyarakat Madinah yang berada di bawah kepemimpinan Rasul setelah beliau hijrah ke Madinah memiliki lima ciri-ciri, menurut Haidar Putra Daulay ciri tersebut yaitu: a) membentuk masyarakat rabbaniyah, yang dilandasi oleh tiga pilar yaitu syari’ah, aqidah dan akhlak, b) masyarakatnya demokratis dan egalitarian, c) masyarakatnya toleran, d) berkeadilan dan e) berilmu.
Dalam lingkungan pesantren kelima ciri-ciri tersebut telah dilaksanakan, di mana pesantren mendidik santrinya menjadi manusia yang memiliki kepribadian rabbani. Ada tiga materi pokok yang wajib diajarkan di pesantren meliputi syari’ah, aqidah dan akhlak yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk materi pelajaran seperti Tauhid, Hadis, Tafsir, Alquran, Akhlak dan materi yang lain. Tidak hanya sebatas teori, namun dipraktekkan dalam lingkungan pesantren.
Kemudian pesantren mendidik santri menjadi bagian dari masyarakat yang demokratis serta egalitarian telah dicontohkan oleh masyarakat pesantren, dimana mereka dididik untuk tidak dibatasi oleh status sosial dan ekonomi. Semua anak diberlakukan sama tanpa pandang bulu. Budaya musyawarah dan muzakarah ilmu pengetahuan menjadi satu hal yang dilaksanakan untuk menciptakan masyarakat yang demokratis.
Hidup toleran sangat ditanamkan di pesantren, para santri dididik untuk menjadi pribadi Muslim yang menghargai orang lain, mengembangkan hidup senasib sepenanggungan, mengikis sikap egois yang hanya mementingkan diri pribadi serta mengembangkan rasa persaudaraan (ukhuwah) antar sesama santri.
Kemudian ciri masyarakat yang berkeadilan menjadi bagian yang harus dilakoni di pesantren. Pesantren tidak pilih kasih dan membedakan antara satu dengan yang lain. Para pendidik dan pengasuh pesantren memberikan kasih sayang, pendidikan dan perhatian yang sama tanpa membedakan mereka dari segi pendidikan, pengajaran, fasilitas, hukuman berdasarkan status sosial dan ekonomi.
Ciri lain masyarakat madani yaitu berilmu, pesantren tempat menimba ilmu baik ilmu naqliyah (agama) maupun ilmu aqliyah (umum), tergantung model pesantrennya. Pada awal berdirinya, pesantren mengembangkan ilmu-ilmu naqliyah atau ilmu agama (model pesantren salafi) namun dinamika yang berkembang setelah itu muncul pesantren modern (hadisah) yang mengembangkan al-ulum al- naqliyah dan al-ulum al-aqliyah.
Mendidik Santri Menjadi Kader Ulama dan Umara
Dalam kamus Al-Munjid kata ulama adalah bentuk jamak dari ‘alim yang merupakan bentuk mubalaghah, berarti orang yang sangat mendalam pengetahuannya. Adapun ulama menurut arti terminologi ialah seorang yang ahli dalam ilmu agama Islam, baik menguasai ilmu fiqh, ilmu tauhid atau ilmu agama lainnya, mempunyai integritas kepribadian yang tinggi, berakhlak mulia serta berpengaruh di dalam masyarakat. (Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial: Studi Atas Pemikiran KH. Abdullah Syafi’i Dalam Bidang Pendidikan Islam, cet. 2 (Jakarta: Penamadani, 2005), h. 22.
Kemudian pengertian ulama mengalami pengembangan makna yaitu orang yang mendalami ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan yang bersumber dari Allah swt. yaitu ulum al-din dan ilmu pengetahuan yang bersumber dari akal dan indera manusia dalam memahami ayat-ayat kauniyah yang kemudian disebut dengan ulum al-insaniyah. (Lihat Departemen Agama, Ensiklopedi Islam, jilid 3 (Jakarta: Binbaga islam, 1987), h. 989-990).
Pengertian ulama seperti di ataslah yang menjadi tujuan dari pesantren, jadi pesantren membentuk kader ulama yang tidak hanya berperan dalam bidang agama saja, namun lebih luas lagi dari itu ia berkiprah di segala sektor, seperti menjadi pemimpin ritual beragama, sebagai pedagang, pengusaha, politisi, guru, dosen, mubaligh dan sebagainya sehingga alumni pesantren berguna bagi bangsa dan negaranya.
*Penulis dosen di STAI Darularafah Deli Serdang dan Penerima Beasiswa 5000 Doktor Kemenag RI.