Bandung, (Analisa). Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendorong dilakukannya evaluasi atas pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 tingkat SMP dan SMA seiring mencuatnya sejumlah persoalan, seperti maraknya penggunaan SKTM palsu hingga sistem zonasi yang dinilai merugikan.
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amalia, di Gedung Sate, Bandung, Kamis (12/7) menuturkan, berbagai persoalan muncul pada PPDB tahun ini karena belum siapnya sistem yang diterapkan.
Contohnya sistem zonasi yang dinilai belum memberi rasa keadilan. Padahal sistem zonasi ini bertujuan melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia. Sayangnya, belum didukung oleh kesiapan infrastruktur atau unit sekolah yang memadai.
“Padahal sistem zonasi bertujuan biar anak sekolah jaraknya dekat sehingga aman dan mudah. (Tapi) infrastruktur, penambahan ruang kelas baru saja tahun 2018 sebanyak 26 ribu per tahun. Di Jabar 6 ribu sudah kerepotan, ini 26 ribu. mengejarnya akan susah,” katanya.
Kemudian, masalah surat keterangan tidak mampu (SKTM) palsu yang muncul di beberapa wilayah juga menjadi sorotannya. Masalah ini harusnya bisa diminimalisir bila semua pihak taat aturan. Para orangtua tidak memaksakan kehendak agar anaknya masuk ke sekolah yang inginkan.
“Semua pihak harus bisa menahan diri tidak mengeluarkan SKTM yang tidak diverifikasi. Supaya yang benar-benar berhak yang diterima. Orangtua juga harus memberi contoh memasukan anak ke sekolah harus proses yang benar. Tidak boleh menghalalkan segala cara,” tuturnya.
Terlepas dari semua itu, pihaknya mendorong evaluasi dalam pelaksanaan PPDB tahun ini. Hal itu penting agar pelaksanaan PPDB pada tahun depan bisa jauh lebih baik dan tidak lagi menimbulkan keresahan di masyarakat.
Ditelusuri Ombudsman
Terkait penggunaan SKTM palsu, Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah menelusuri soal mudahnya pembuatan surat tersebut untuk keperluan siswa mendaftar sekolah.
“Begitu mudahnya SKTM keluar dari kepala desa diketahui camat. Ini yang kita telusuri,” kata Asisten Muda Ombudsman Jawa Tengah, Sabarudin Hulu, kepada wartawan di Kudus, Kamis (12/7).
Pihaknya juga telah koordinasi dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo terkait hal ini.
Sabarudin menuturkan, dengan adanya beberapa orang mencabut SKTM, itu sudah menunjukkan jika mereka baru sadar telah berlaku curang.
Sebab, di sisi lain mereka juga akan menerima konsekuensi diskualifikasi. Pihaknya akan mengawasi, termasuk data miskin hingga data kurang mampu.
Menurutnya, seharunya sudah ada indikator miskin atau tidak mampu yang jelas sebelum menggunakan kebijakan terkait SKTM dalam PPDB.
“Apakah dari indikator Kementerian Sosial, atau BPS (Badan Pusat Statistik), atau penerima KIP (Kartu Indonesia Pintar). Harus yang jelas. Kemudian paling sedikit 20 persen (calon siswa ber-SKTM) itu harus dihilangkan. Harus maksimal. Katakan 20 persen. Multitafsir di lapangan,” tambahnya.
Sampai sekarang, laporan terkait SKTM dalam proses PPDB yang masuk ke Ombudsman Jawa Tengah sebanyak 20 kasus, katanya.
Sebelumnya, di Jawa Tengah terungkap, banyak di antara lulusan sekolah menengah pertama (SMP) yang mendaftar ke menengah atas (SMA) menyertakan SKTM palsu sehingga mengesankan mereka mengaku miskin.
“Sekarang, dari 62.456 (pendaftar di SMA negeri) yang menggunakan SKTM, yang lolos 26.507, sebagian besar coret,” kata Gubernur Ganjar Pranowo, dengan nada tinggi di kantor Dinas Pendidikan Jawa Tengah, Semarang, Selasa (10/7).
Dari data Disdik setempat, pendaftar di SMA negeri yang menggunakan SKTM sebanyak 62.456 orang. Ternyata, yang benar-benar siswa miskin sebanyak 26.507 pendaftar. Di sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri, sebanyak 86.436 pendaftar menggunakan SKTM, dan yang lolos ada 44.320 pendaftar.
“Sebenarnya teman-teman di daerah sudah banyak yang melakukan verifikasi dan bagus, namun ada juga yang kurang serius. Hari ini full saya perintahkan untuk verifikasi,” kata Ganjar Pranowo yang akan kembali menjadi Gubernur Jateng setelah memenangi Pilkada Serentak 2018.
Dia berharap orangtua jangan sampai melakukan perbuatan tercela dengan mengakali SKTM. Meski akhirnya masuk sekolah swasta, masih sangat banyak sekolah swasta yang bisa dipilih.
“Tidak usah khawatir, gubernurmu ini SMA-nya swasta, yo ora popo,” katanya.
Rusak karakter anak
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, juga mengaku geram atas maraknya penggunaan SKTM palsu dalam PPDB di berbagai wilayah.
Dia menuturkan tindakan tersebut akibat pola pikir masyarakat yang ingin mendapat sekolah favorit.
“Itu ‘kan kelakuan masyarakat yang masih berburu, akibat dari kelakuan masyarakat yang masih memandang bahwa sekolah favorit itu masih menjadi pilihan utama. Padahal itu sudah harus dihilangkan pola pikir berburu sekolah favorit itu,” katanya.
Muhadjir mengimbau orang tua tidak bohong terkait SKTM tersebut. Apalagi SKTM palsu itu juga merusak karakter anak.
“Saya imbau tidak boleh berbohong! Karena, kalau dia bohong pakai SKTM palsu itu, di samping dia berbohong, juga telah merusak karakter anaknya sendiri. Karena telah memberi contoh bagaimana cara bohong,” tuturnya.
Sementara, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta dinas pendidikan di kabupaten/kota melakukan pengawasan ketat.
“Saya minta dinas ketat mengawasi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Izin yang diberikan harus tepat, jangan membohongi. Itu pendidikan yang tidak baik,” katanya di kantor Gubernur DIY di Kepatihan. (dtc/Ant)