Kamu adalah Apa yang Kamu Baca

Oleh: Toba Sastrawan Manik

You are What You Read (kamu adalah apa yang kamu baca). Ini adalah sebuah ungkapan yang sering kita dengar selama ini namun kurang kita pahami secara utuh. Hal ini sesung­guhnya menegaskan bahwa fungsi membaca tidak sekadar menambah wawasan, pengetahuan semata me­lain­kan juga berpengaruh pada proses pembentukan jati diri setiap orang. Maka kita adalah apa yang kita baca.

Membaca adalah proses untuk  mema­suk­kan berbagai stimulus terhadap otak kita lewat mengamati, melihat sekaligus berpikir sehingga menimbulkan stimulus untuk memberikan reaksi dalam bentuk pandangan atau sikap. Selain itu, mem­baca sebuah buku apakah itu novel, buku non-fiksi dan sebagainya adalah proses mengikuti alur pola pikir orang lain (penulis) sehingga semakin banyak kita membaca semakin banyak memahami dan bisa mengikuti orang lain. Muara dari proses ini adalah orang yang sering membaca adalah orang-orang yang berwawasan luas, berpikiran luas dan memiliki banyak pengetahuan dan wa­wasan.

Kamu adalah apa yang kamu baca bermakna pula bahwa buku-buku yang kita pelajari secara tak langsung atau perlahan-lahan akan memengaruhi atau mungkin bisa dikatakan membentuk pola kepribadian kita. Misalnya, orang-orang yang sering membaca buku filsafat akan lebih serius, orang yang sering membaca puisi, syair atau novel akan meninggalkan jejak-jejak kepribadian kepada itu sendiri kepada pembaca. Pandangan ini pula menegaskan jika kita membaca buku-buku yang baik maka kita akan menjadi baik pula, demikian sebaliknya.

Jika dikatakan pengalaman adalah guru terbaik maka dapat dikatakan membaca adalah sebuah proses penga­laman pula. Lewat aktivitas membaca sesungguhnya selain mendapatkan penge­ta­hauan baru namun kita juga dapat melakukan refleksi terhadap apa yang ada (das sein) dengan apa yang seharusnya terjadi (das sollen).

Pemaparan ini semua akhirnya me­ngan­tar­kan kita pada sebuah kesimpulan bahwa membaca adalah sebuah aktifitas yang penting tak hanya secara penge­ta­huan namun juga secara kepribadian. Terlebih pada remaja di mana secara psikologis masih dalam kondisi proses pencarian atau pembentukan kepribadian, membaca adalah mungkin salah satu cara terbaik untuk membentuk kepribadian tersebut.

Lebih dari situ, remaja yang selain secara psikologis harus membentuk ka­rak­ter yang stabil, sebagai generasi yang tengah dalam proses mengikuti strata pendidikan menambahkan urgensi mem­baca dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mendapat korespondensinya manakala kita mengamati negara-negara maju adalah negara-negara yang para rema­janya pecinta atau sering membaca buku.

Dalam buku Menyemai Karakter Bangsa yang ditulis Yudi Latif, di awal pembahasan mengutip ungkapan “Debita ab erudito quoque libris reverentia” yang artinya adalah kehormatan seorang pelajar ada pada buku. Kehormatan dalam hal ini tak hanya secara intelektual semata namun juga secara spiritual maupun emosional. Semua ini semakin menguat­kan kita pada pandangan bahwa kegiatan membaca adalah kegiatan yang maha penting yang harus kita budayakan sebagai sebuah upaya membentuk karak­ter personal yang juga syarat kemajuan sebuah bangsa. Alangkah lebih baik pula ketika proses membaca dilanjutkan dengan proses kebiasaan menulis.

“Jika kamu ingin mengenal dunia maka membacalah. Jika kamu ingin dikenal dunia maka menulislah.”

* Oktober 2015

()

Baca Juga

Rekomendasi