Oleh: Djoko Subinarto
“As an entrepreneur, you tend to see the opportunities where others see none.”
-Naveen Jain
SEMANGAT kewirausahaan perlu ditumbuh-kembangkan di kalangan para anak muda Indonesia, termasuk para mahasiswa, sehingga mereka dapat ikut berkontribusi bagi pembangunan dan kemajuan ekonomi negeri ini.
Untuk mendongkrak jumlah wirausahawan di negeri ini, Kementerian Koperasi dan UKM meluncurkan Program Gerakan Mahasiswa Pengusaha lewat kerjasama dengan 59 perguruan tinggi di sembilan provinsi. Kita menyambut baik pencanangan Program Gerakan Mahasiswa Pengusaha ini. Sudah saatnya para mahasiswa kita diarahkan agar lebih mampu menciptakan lapangan kerja, dan bukan cuma menjadi para pencari kerja setelah mereka tamat kuliah.
Merujuk data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah kaum muda di negeri ini, yakni mereka yang berusia antara 16 hingga 30 tahun, sekarang ini mencapai 61,68 juta jiwa. Kabar kurang baiknya, sekitar 15,38%, atau setara dengan 9,48 juta jiwa, adalah pengangguran. Dalam konteks lulusan pendidikan tinggi, data BPS menunjukkan pula bahwa lulusan perguruan tinggi yang menganggur cenderung mengalami peningkatan, dari 374.868 orang di tahun 2015 menjadi 463.390 orang di tahun 2016.
Tak bisa dimungkiri, harapan sebagian besar mahasiswa di negeri ini begitu berhasil menyelesaikan kuliah mereka di bangku perguruan tinggi adalah segera mendapatkan pekerjaan. Umumnya pekerjaan yang didambakan adalah pekerjaan kantoran dengan gaji menggiurkan. Secara prinsip ekonomi, harapan demikian adalah wajar, karena, tak bisa dimungkiri pula, kuliah di perguruan tinggi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Logika ekonominya, selesai kuliah, mestinya harus bisa segera mengembalikan modal.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kerja, Kementerian Tenaga Kerja, secara nasional, pertambahan jumlah sarjana di negeri ini mencapai 750 ribu-800 ribu orang per tahun. Dengan jumlah lulusan perguruan tinggi yang semakin melimpah-ruah sekarang ini, sudah barang tentu, membuat persaingan dalam perburuan kerja kian sengit. Untuk mendapatkan sebuah pekerjaan kantoran dengan gaji serta fasilitas yang aduhai setamat kuliah bukanlah pekerjaan gampang.
Faktanya, tidak sedikit mereka yang telah lulus dari perguruan tinggi dewasa ini yang harus pontang-panting memburu pekerjaan ke sana ke mari.Malah, tidak sedikit di antaranya hingga bertahun-tahun sama sekali belum mendapat pekerjaan tetap, baik pekerjaan yang didambakan maupun yang tidak didambakan.
Alhasil, setelah beres kuliah, mereka terpaksa masuk dalam antrean kaum pengangguran. Padahal, sudah tidak terhitung surat lamaran yang telah dibuat dan dilayangkan ke pelbagai kantor maupun perusahaan.
Ada yang berpendapat, sebagian besar mahasiswa dan calon mahasiswa kita saat ini cenderung masih menganut pola pikir bahwa modal pokok untuk memperoleh pekerjaan adalah gelar dan ijazah yang didapatnya setelah sekian tahun menempuh kuliah di bangku perguruan tinggi. Maka, begitu selesai kuliah, gelar dan ijazah inilah yang dijadikan senjata utama untuk memburu dan menyabet pekerjaan yang mereka damba-dambakan.
Padahal, setamat kuliah, sesungguhnya kita tidak harus bekerja di sebuah kantor atau perusahaan. Dengan kata lain, begitu beres kuliah, kita dapat bekerja dengan jalan menciptakan usaha dan lapangan kerja sendiri. Bahkan, sebelum kuliah tamat, kita bisa mulai merintis usaha sendiri yang mandiri.
Dengan demikian, mestinya tidak ada ceritanya seorang jebolan perguruan tinggi harus menganggur sekian lama sembari terus keluar-masuk kantor dan perusahaan mengasong-ngasongkan gelar dan ijazah yang dimilikinya demi memperoleh sebuah posisi pekerjaanyang belum tentu pula sesuai dengan minat dan bakat yang bersangkutan.
Sangat minim
Meski menjadi salah satu negara dengan penduduk paling banyak di dunia, jumlah wirausahawan Indonesia masih sangat minim. Berdasarkan hitungan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, jumlah wirausahawan Indonesia cuma sekitar 1,6 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Padahal, menurut Bank Dunia, setiap negara seharusnya memiliki jumlah wirausahawan minimal sebesar 4% dari jumlah penduduk. Dalam hal ini, Indonesia masih kalah dari negara tetangganya di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura. Di Malaysia, misalnya, jumlah wirausahawannya telah mencapai sekitar 5% dari jumlah penduduk, sementara di Singapura mencapai 7%.
Agar kita tidak semakin ketinggalan oleh negara-negara lain, spirit kewirausahaan tampaknya sangat perlu untuk terus ditumbuhkembangkan di kalangan kaum muda, termasuk para mahasiswa, di Tanah Air kita. Pemerintah dan pihak swasta perlu terus bergandengan tangan membangun sinergi harmonis untuk mengkreasi program-program khusus kewirausahaan bagi para pemuda.
Sejauh ini, sudah ada sejumlah institusi yang secara rutin mengadakan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang menyasar kaum muda, termasuk kaum muda kalangan kampus, di pelbagai daerah di negeri ini. Pelatihan-pelatihan seperti ini perlu semakin digalakkan dan cakupannya diperluas sehingga semakin banyak kaum muda kita yang memperoleh kesempatan untuk mengembangkan bakat, keterampilan dan minatnya dalam dunia wirausaha. Setiap perguruan tinggi sebaiknya memiliki pusat inkubator bisnis sebagai wadah dalam mencetak wirausahawan-wirausahawan andal dari kalangan kampus.
Yang tak kalah krusial adalah dukungan kapital serta pendampingan dari lembaga perbankan dalam pengembangan program kewirausahaan di kalangan kaum muda negeri ini. Lembaga perbankan dapat berperan lebih aktif dengan menyediakan skema pinjaman berbunga sangat rendah dan tanpa agunan serta menyediakan tim pendamping pengembangan usaha bagi para pemuda yang berwirausaha, baik bagi mereka yang baru merintis usaha maupun bagi mereka yang hendak mengembangkan usahanya, sehingga usaha mereka dapat berjalan dan berkembang dengan baik.
Akhirnya, kita berharap akan semakin banyak lulusan perguruan tinggi kita yang terjun ke bidang kewirausahaan, sehingga mereka mampu berkontribusi signifikan bagi kemajuan perekonomian negeri ini.***
Penulis adalah kolumnis dan esais