Oleh: J Anto.
INILAH buah sekaligus pohon yang sarat dimensi religius. Di AlQuran disebut buah tin, di Alkitab disebut buah ara, sementara Umat Buddha memercayai
Sidharta Gautama mendapat pencerahan saat duduk di bawah pohon bodhi. Lalu umat Hindu menyebut sebagai pohon dunia yang akarnya menjulang menjadi sumber Sungai Saraswati.
Tapi yang jelas dalam 5 tahun terakhir, di Medan berlahiran para pemulia buah dari surga. Selain karena khasiatnya, harga jualnya juga menggiurkan. “Dulu pada 2015, pohon tin setinggi setengah meter, harganya bisa Rp 4 - 5 juta, sekarang sudah murah, berkisar Rp 500 ribu - Rp 1 juta," ujar seorang pemulia pohon tin dari Medan Johor, Irwan Singarimbun (46).
Pada Minggu (15/7) siang, terik matahari di Dusun Lestari, Desa Tumpatan, Deli Serdang, memang sedang berada di puncaknya. Udara terasa gerah dan membuat kulit tubuh serasa dicubit-cubit. Keringat bahkan mulai menembus keluar dari pori-pori kulit tubuh.
Sebanyak 10 anggota komunitas Hidroponiker, tak terkecuali Irwan Singarimbun, sudah mulai terlihat gelisah. Baling-baling kipas angin yang berputar di ruangan, tak mampu mengusir hawa panas yang merayap ke sekujur tubuh.
Beruntung, Erlina Se (53) dan suaminya, Oei Yek Bin, tuan rumah yang tengah menjamu Hidroponiker Medan Sekitarnya (Kohimas) tanggap. Ia lalu mengajak Sutopo, Lie Hua Mariane, Hery, Hermasari Ketaren, Irwan Singarimbun, Solihin, Sumiyem, Adek Arinda, Lilijanti, Yento Koendra, Susanti, Adelina, Robinson Hutapea, dan Tam Aide, para hidroponiker lintas suku dan agama itu, pindah ke lantai dua rumah mereka.
"Maaf tangganya tak ada pegangan karena ruangannya sempit," ujar Erlina. Begitu sampai di lantai dua, mereka langsung ke samping kanan bangunan utama, sebuah ruang terbuka berukuran 3,5 meter x 20 meter.
Sejauh mata memandang, hamparan hijau dari aneka tanaman palawija seperti bayam, sawi, selada, bunga kol, kangkung, dan tin, markisa, dan semangka segera menyergap mata. Seketika lenyap rasa lelah yang sempat menggayut di pelupuk mata. Hawa panas di kulit tubuh pun menguap begitu saja.
"Saat bangun pagi, buka jendela lalu mata lihat pohon markisa atau tin sedang berbuah, itu sebuah kepuasan yang tak bisa dibeli," ujar ibu lima anak itu. Kebun hidroponik Erlina letaknya bersebelahan dengan kamar tidurnya.
Erlina lalu menunjuk pada hamparan tanaman bayam dan kangkung yang tertata pada barisan bertingkat tandon (talang), tempat ratusan net pot yang berisi aneka tanaman palawija ditanam dan mendapat nutrisi yang dialirkan lewat pipa paralon yang dipompa secara elektrik.
"Bayam ini sebenarnya Jumat lalu sudah dipanen karena sudah dipesan pelanggan, tapi saya tunda karena untuk kepentingan wawancara," tuturnya. Perempuan kelahiran Banda Aceh ini sudah 5 tahun menekuni kebun hidroponik, selain juga dikenal sebagai seorang pemulia pohon tin atau ara bersama Irwan Singarimbun.
Buah dari Surga
Sebagai pemulia pohon tin, ia baru 2 tahun intens menanam. Berbagai sumber menyebut, tin atau ara ini tumbuh di daerah Asia Barat, mulai dari pantai Balkan hingga Afganistan. Tanaman ini telah lama dibudidayakan di beberapa negara, seperti Australia, Cile, Argentina, Jepang, Spanyol, serta Amerika Serikat. Habitus ara berupa pohon, bisa besar dan dapat tumbuh hingga 10 meter dengan batang lunak keabu-abuan. Daunnya cukup besar dan berbentuk seperti daun ubi atau daun pepaya dengan 3 atau 5 cuping bertekstur kasar.
Buah tin punya sejumlah ciri. Bentuknya seperti buah apel. Beratnya antara 50 gram sampai 100 gram. Setelah matang dan dipetik harus segera disantap karena tidak bisa bertahan lama. Rasanya manis. Nama latin buah ini ficus carica. Khasiatnya bisa menghentikan wasir dan menyembuhkan encok.
Soal khasiat ini, menurut Irwan Singarimbun, memang ada dalam sabda Nabi Muhammad SAW, “Sekiranya kukatakan ada buah-buahan yang turun dari surga maka itulah buah tin. Sebab, buah-buahan surga itu tanpa biji. Makanlah ia, karena ia dapat menghentikan wasir dan bermanfaat menyembuhkan encok.” Selain itu, buah tin juga jadi nama surah yakni Surah At-Tin 1-2, disebutkan Allah SWT berfirman, "Demi buah tin dan buah zaitun, demi Gunung Thursina."
Sementara di Alkitab, buah tin disebut buah ara. Saat Adam dan Hawa masih tinggal di Surga dan mereka melanggar perintah Tuhan karena makan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat, Kitab Kejadian 3 Pasal 7 menulis, "Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang, lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat."
Sedang dalam Kitab Perjanjian Baru, Lukas pasal 19 : 1-10, mengisahkan pertobatan seorang pemungut cukai bernama Zakheus, yang memanjat pohon ara untuk melihat Yesus datang ke Kota Yerikho.
Berbagai riset kesehatan memerlihatkan buah tin atau ara ini juga memiliki kandungan zat yang bisa mengatasi hipertensi, mengurangi kadar kolesterol tubuh, menurunkan berat badan atau obesitas, mengurangi resiko kanker payudara, resiko kanker prostat, mencegah anemia, dan meningkatkan kepadatan tulang akibat pengeroposan atau osteoporosis.
Getah daun tin juga dipercaya mampu mengobati luka. Daunnya pun bisa dikonsumsi. Caranya dengan dijemur sampai kering, lalu ditumbuk lembut, dijadikan seperti bubuk teh. Erlina sendiri rajin mengonsumsi itu. Dampaknya urusan kotoran di perut jadi lancar. Rasa daun tin serasa teh bunga matahari.
"Bahkan ada yang menjemur dan dijadikan rokok lintingan," tambah Irwan Singarimbun. Budidaya tin mulai dirintis di Medan sejak 2013. Yang pertama merintis adalah Irwan Singarimbun. "Saya mendapatkan bibitnya dari Jawa, jenisnya adaotif green jordania dan murple jordania."
Saat itu harga bibit tin masih mahal, bisa sampai Rp 5 juta per pohon. Kurang lebih 2 tahun setelah dibudidayakan di Medan, Irwan telah memiliki 200 pohon tin dari hasil stek yang dilakukan sendiri. Ada berbagai jenis buah tin, tapi umumnya yang banyak dibudidayakan jenis matsui douphine (Jepang), BTM6, lsu gold, conadria, noborn profilic, dan tena.
Sejak itu ia aktif kampanye budidaya tin. Sekarang ini tiap orang yang punya kebun hidroponik di loteng rumah, umumnya juga menanam tin. Harga bibit hasil stek atau cangkok tidak lagi mahal. Antara Rp 50 rbu Rp 1 juta.
Antara Bibit dan Buah
"Saat ini permintaan terhadap buah tin di Medan sebenarnya cukup tinggi, tapi belum bisa dipenuhi," kata Erlina. Padahal harganya tergolong menggiurkan. Di Medan satu kg dibandrol Rp 250 ribu. Bahkan di Singapura, bisa lebih tinggi lagi, antara Rp 300 ribu - Rp 350 ribu. Namun hingga kini banyak pemulia pohon tin lebih memilih membudidayakan untuk kebutuhan sendiri.
Erlina yang kini memiliki seratus lebih pohon tin hanya menjual ke orang yang sering membeli sayuran hidrponiknya. Itu pun jika ada sisa. Ia membudidayakan pohon tin sekadar untuk menambah ruang hijau yang makin menyempit di daerah perkotaan.
Seorang pemulia lain di Medan, Hery (53), saat ini sudah mengusahakan 200 batang, dalam sepekan ia bisa memanen sekitar 1 kg. Ia masih melayani permintaan perorangan. Keterbatasan lahan untuk berkebun, membuat pemulia buah tin lebih banyak berkebun di atas loteng rumah yang tak terlalu luas.
Namun menurut Hery dan Irwan Singarimbun, saat ini sudah ada pengusaha yang serius tengah membuka kebun tin seluas 2 hektar. Jika rencana itu terwujud, maka itu akan jadi kebun tin terluas di Asia Tenggara. Sebenarnya bukan faktor lahan saja yang jadi penyebab. Tapi juga ada faktor lain.
"Pemulia buah tin, sekarang masih lebih suka berjualan bibit tin. Baru pertama kali berbuah, langsung distek, dijual bibitnya, jadi kapan untuk dibuahkan?" ujar Irwan Singarimbun.