Oleh: Jannerson Girsang. Hari ini, 5 tahun Bandara Polonia tidak lagi didarati pesawat penumpang reguler. Menjelang tengah malam, 25 Juli 2013, pesawat Lion Air dan Air Asia menjadi pesawat terakhir yang mendarat di Bandara Polonia, Medan. Tepat pukul 00.01 WIB, Bandara Internasional Kuala Namu di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, resmi dioperasikan untuk menggantikan Bandara Polonia.
Bandara ini ditutup setelah beroperasi selama 85 tahun, sejak pertama kali didarati pesawat KLM, 28 September 1928. “Pada tanggal 28 September 1928, hampir semua penduduk kota berkumpul di atas lapangan rumput luas di Polonia untuk menyaksikan pendaratan sebuah kapal terbang; Koninklijke Luchtvaart Mattchappij Belanda atau KLM menyelenggarakan pernerbangan perdana dari Batavia ke Medan” demikian catatan buku “Pelangi di Bukit Barisan” (Kanisius, 2006).
Secara kebetulan, pagi hari 20 Juli 2018 lalu, sedikitnya empat pesawat Hercules C-130 milik TNI AU, terbang berurutan, melintas di atas udara jalur jalan pagi saya dan istri. Seolah mengingatkan, “Nih suaraku! Udah lima tahun kamu tak mendengar bisingnya deru mesin pesawat!”. Lalu, ingat 25 Juli 2013.
Sedikit rindu bising pesawat terobati!. Jarak rumah saya dengan Bandara Polonia, di Perumnas Simalingkar hanya sekitar 5-6 kilometer. Pesawat yang ingin mendarat atau lepas landas masih cukup rendah. Saya pernah naik sebuah pesawat yang mempertunjukkan ketinggian pesawat, ketinggian pesawat di wilayah kami sekitar 300-400 meter. Suaranya masih menggelegar, merk pesawat, jenis penerbangannya, tampak jelas terlihat.
Tapi, kini suasana bising, menyaksikan pesawat terbang rendah itu menjadi kenangan yang tak mungkin kembali. Tak salah kita kenang sebagai sebuah kemajuan yang dialami negeri ini. Meninggalkan bandara lama, menuju bandara baru yang megah dan memberi kenyamanan bagi pengguna jasa penerbangan.
23 Tahun Menikmati Suasana Bising
Sejak tahun 1990, keluarga saya tinggal di Perumnas Simalingkar. Kami terbiasa dengan desingan mesin berbagai pesawat terbang, karena daerah ini merupakan lintasan menjelang mendarat (landing) atau awal lepas landas (take off) pesawat dari dan ke Polonia.
Memandang sebuah pesawat di atas rumah, kami bisa membedakan jenis pesawatnya yang khas. Ada pesawat berbadan lebar mulai dari Boeing 737-400, hingga Air Bus yang bisa mengangkut sampai 300 orang penumpang.
Dari teras rumah, kami bisa memandang kearah Barat burung besi menuju Bandara Polonia dengan ketinggian pesawat dari permukaan bumi berkisar 300-400 meter, dari jarak kurang dari 1 kilometer. Jenis maskapai penerbangan yang turun dari berbagai kota di Sumatera, Pulau Jawa atau dari luar negeri bisa dikenali dengan jelas.
Dari dalam negeri misalnya, Garuda Indonesia, Asia Air, Lion Air, Sriwijaya Air, Mandala atau Tiger Air, Wing’s Air, Susy Air, SMAC, dan dari luar Negeri misalnya Malaysian Airlines (MAS), Singapore Airlines atau Silk Air, Lion Air dan Asia Air.
Suara pesawat yang bising, sekaligus gagahnya pesawat bergerak dengan kecepatan tinggi menembus awan yang mengeluarkan suara menggelegar, mengalahkan semua jenis suara yang dikeluarkan mesin atau makhluk yang lain.
Selain suara bising, ada kenangan lain yang tak dapat kami lupakan. Kalau berangkat ke luar kota dari Bandara Polonia, saya biasanya berpesan kepada istri, “Nanti lihat ya pesawat saya berangkat ya. Saya naik pesawat anu”.
Saat keberangkatan saya mengirim sms ke istri dan anak-anak. Ketika take off dan pada ketinggian beberapa ratus meter mereka bisa melihat pesawat saya terbang di atas rumah. “Oh itu pesawat bapak!,”.
Atau kalau kembali dari luar kota, dengan mengabarkan keberangkatan dan jenis pesawat yang ditumpangi, maka ketika mau mendarat anak-anak akan berteriak, “Oh itu pesawat bapak, horeee”. Dari atas pesawat, kalau saya duduk di sebelah kanan, saya bisa melihat rumah saya dilintasi pesawat, sebelum mendarat. Sesuatu yang mengasyikkan tentunya!
Tiba-tiba Senyap
25 Juli 2013, saya bangun sekitar pukul 07 pagi. Tidak ada satu pesawatpun lewat di atas udara Simalingkar. Suara khas desingan mesin pesawat dan gesekan badan pesawat dengan udara tak terdengar lagi. Peristiwa yang tiba-tiba itu, terasa ada sesuatu yang hilang. Telinga rasanya asing dengan tanpa kebisingan suara pesawat.
Suara khas yang kami dengar setiap hari tiba-tiba pemandangan itu sudah hilang selama empat tahun. Kini, suara seperti itu digantikan suara pesawat militer yang melintas sekali-sekali, malah kadang berminggu-minggu tak mendengar suara pesawat. Kini, kebisingan hanya suara sepeda motor, mobil atau sekali-sekali truk yang melintas di depan rumah.
Perpindahan bandara dari Polonia ke Kuala Namu, bagi saya penduduk Simalingkar juga punya kenangan lain yang tidak dialami penduduk di daerah lain, yang tidak banyak terungkap. Suara bising pesawat, melintas beberapa ratus meter di atas rumah atau ketika tempat ibadah saat kebaktian Minggu, terasa sangat mengganggu. Ketika pesawat lewat, pengkhotbah di gereja terpaksa berhenti sementara menunggu suara bising itu hilang.
Setelah jatuhnya pesawat Mandala 5 September 2005, kadang muncul juga rasa khawatir membayangkan ngerinya terpaan sebuah pesawat yang jatuh dan terbakar. Melintas di atas Jalan Jamin Ginting menuju rumah, pesawat yang melintas di atas jalan raya, kadang persis di atas kepala kita terasa ngeri juga. “Wah..gimana kalau pesawat ini jatuh, hancurlah kita semua”. Sambil menyetir mobil atau sepeda motor, pikiran melantur sampai ke sana. Muncul kenangan ngerinya pesawat Mandala yang gagal lepas landas dan terbakar di ujung landasan, persinya di Jalan Jamin Ginting, dekat Mess Pemda Dairi.
Bandara Kuala Namu
Konon, pemindahan bandara ke Kualanamu telah direncanakan sejak tahun 1992, demi keselamatan penerbangan, bandara akan dipindah ke luar kota. Persiapan pembangunan diawali pada 1 Agustus 1997, namun krisis moneter yang dimulai pada tahun yang sama kemudian memaksa rencana pembangunan ditunda.
Sejak saat itu kabar mengenai bandara ini jarang terdengar lagi, hingga kecelakaan pesawat Mandala Airlines terjadi pada 5 September 2005. Kecelakaan ini menewaskan Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin dan juga menyebabkan beberapa warga yang tinggal di sekitar wilayah bandara tewas akibat letak bandara yang terlalu dekat dengan permukiman.
Hal ini menyebabkan munculnya kembali seruan agar bandara udara di Medan segera dipindahkan ke tempat yang lebih sesuai. Selain itu, kapasitas Polonia yang telah melebihi batasnya juga merupakan salah satu faktor direncanakannya pemindahan bandara.
Dari catatan Wikipedia, menyebutkan pembangunan berjalan dan dengan progress pembangunan mencapai 95%, pada 10 Januari 2013, bandara ini melakukan percobaan sistem navigasi dan teknis, dan kemudian dibuka pada 25 Juli 2013. (Pada 27 Maret 2014, bandara ini diresmikan operasionalnya oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono bersamaan dengan peresmian pembangunan beberapa bandara di Pulau Sumatera).
Sejak perpindahan Bandara ke Kuala Namu, untuk mencapai bandara ini, saya harus menempuh jarak sekitar 35 kilometer. Awalnya, dalam keadaan normal, waktu tempuh sekitar 45 menit, tetapi kalau macet bisa sampai dua jam. Padahal, sebelumnya hanya berjarak sekitar 6 kilometer dan bisa ditempuh dalam waktu lima belas menit.
Suatu ketika, putri saya berkunjung ke Medan. Pulangnya dia naik Damri menuju Bandara. Macet total di jalan antara Kayu Besar ke Kuala Namu. Karena takut ketinggalan pesawat, dia harus turun dari bus, minta seorang pengendara sepeda motor mengantarkannya ke Kuala Namu. Sebuah pengalaman menarik, karena di awal pembukaan Bandara Kuala Namu, persiapan infrastruktur memang belum optimal.
Kini, bandara Kuala Namu sudah berbenah melayani penumpang. Jalan Tol Tanjung Morawa-Belawan, sudah terhubung dengan jalan tol Kuala Namu-Kampung Pon, dan semoga di akhir tahun ini sudah mencapai Tebing Tinggi.
Dari setiap gerbang tol di kota Medan dan Belawan sudah bisa akses langsung ke Bandara Kuala Namu. Perkembangan ini menghemat waktu dan kenyamanan berkendara, dibanding sebelumnya harus melintasi daerah macet di Kayu Besar, Tanjung Morawa, atau pasar-pasar kaget sepanjang jalan Simpang Kayu Besar-Bandara Kuala Namu.
Begitu juga transportasi lain seperti kereta api, transportasi umum sudah semakin membaik.
Dari Pematangsiantar, Kabanjahe, Binjai, pembenahan transportasi dan fasilitasnya terasa terus mengalami kemajuan.
Insiden-insiden Kecil
Sebagai warga pengguna Bandara, saya juga pasang telinga soal keselamatan penerbangan. Keamanan Bandara harus selalu yang utama bagi kami. Sebagai bandara internasional yang baru lima tahun, sudah terjadi beberapa insiden kecil.
Sebelum Bandara ini beroperasi, Pada 18 Mei 2013, sebuah pesawat Boeing 737-400 Malaysia Airlines yang seharusnya mendarat di Bandar Udara Internasional Polonia, nyaris mendarat di Bandar Udara Internasional Kualanamu.
Pesawat ini belum sempat mendarat akan tetapi roda pesawat sudah dikeluarkan. Begitu pilot sadar bahwa bandaranya salah ia langsung menerbangkan pesawat kembali. Pesawat ini mendarat di Bandar Udara Internasional Polonia dengan selamat.
Pada tanggal 24 April 2015, memasuki dua tahun Bandara Kuala Namu, pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 303 tujuan Jakarta gagal terbang diakibatkan mesin pesawat meledak dan berasap. Penumpang langsung dievakuasi melalui pintu darurat. Tiga orang dilaporkan patah tulang akibat melompat dari pintu darurat bagian tengah dan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Penumpang diganti pesawat lain dengan nomor penerbangan yang sama pada pukul 16.30.
Begitu juga dengan musibah Pesawat Lion Air dan Wings Air bersenggolan di bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara. Akibat peristiwa ini sayap masing-masing pesawat mengalami kerusakan.
Kalau Bandara Polonia pernah mengalami berbagai musibah akibat kecelakaan pesawat, (sedikitnya tiga kali) dan menewaskan ratusan penumpang, semoga Bandara Kuala Namu menjadi Bandara Internasional primadona di Asia Tenggara, zero accident, seperti impian awal, ketika Belanda membuka Polonia, yang membuat kota Medan menjadi terkenal ke seluruh penjuru jagad raya ini.
Biarlah Bandara Polonia kita kenang sebagai masa lalu, menyimpan sejumlah kenangan manis dan pahit, kita memasuki sejarah baru. Bandara Internasional Kuala Namu dengan Zero accident, serta akses yang lancar dan murah. Itulah impian kami pengguna jasa penerbangan. ***
Penulis adalah pengguna jasa pesawat terbang dan penulis buku-buku biografi, tinggal di Medan