Oleh: Dr. Agus Priyatno, M.Sn
UNTUK mengenang sang pelukis, Ir. Ciputra seorang kolektor lukisan karya Hendra Gunawan menyelenggarakan pameran lukisan 100 tahun (1918-2018) Hendra Gunawan. tema Prisoner of Hope di Ciputra Artpreneur Museum. Sebuah publikasi untuk pertama kalinya lukisan-lukisan karya Hendra Gunawan, pelukis seni modern Indonesia terkemuka.
Dari pemeran ini dapat dijumpai catatan-catatan penting tentang sang pelukis. Terdapat juga dokumen surat menyurat antara sang kolektor (Ir. Ciputra) dengan sang pelukis Hendra Gunawan. Dokumen tertulis dengan mesin ketik. Bertuliskan Djakarta, 8 Maret 1983, tentang harga lukisan karya sang pelukis yang mencapai hingga Rp. 30 juta pada saat itu. Selain dokumen tersebut, terdapat juga surat-surat tulisan tangan sang pelukis.
Catatan penting tentang sang pelukis antara lain proses berkesenian Hendra Gunawan. Pada tahun 1934 Hendra Gunawan berkeinginan belajar melukis pada Abdullah Suriosubroto, namun tidak kesampaian. Kemudian belajar melukis pada Wahdi Sumanta, lalu bertemu Affandi di Bandung.
Empat tahun kemudian mendirikan kelompok pelukis Pusaka Sunda. Hendra mendirikan kelompok ini bersama dengan Barli dan Obon.
Pendirian kelompok pelukis ini diinspirasi oleh berdirinya kelompok pelukis Persagi (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia) diprakarsai pelukis Sudjojono. Pada tahun 1938, Hendra Gunawan menikah dengan Karmini.
Selain catatan tentang proses berkeseniannya, juga ada catatan tentang jiwa patriotik pelukis Hendra Gunawan. Tahun 1942, dia menjadi Tentara Pelajar. Bergabung dengan Poetra (Poesat Tenaga Rakjat) yang dipimpin oleh Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, dan Mas Mansur. Ketika Poetra dibubarkan Jepang, Hendra bergabung dengan Jawa Hokokai.
Catatan lainnya adalah peranannya dalam mendirikan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta. Pada tahun 1950, Hendra Gunawan bersama-sama dengan Katamsi, Djajeng Asmoro, Affandi, dan sejumlah seniman lainnya mendirikan sekolah seni pertama di Indonesia tersebut. Pada tahun yang sama membuat patung Jenderal Sudirman dan dipajang di depan gedung DPRD Yogyakarta.
Saat terjadi prahara politik di negeri ini tahun 1965, Hendra Gunawan ditangkap pada bulan Desember di desa Ciparay Jawa Barat. Dia dipenjarakan di rumah tahanan Kebon Waru Bandung.
Di dalam tahanan dia mengajar melukis kepada para tahanan politik. Di dalam tahanan tersebut sempat menyelenggarakan pameran di Aula Kebon Waru.
Setelah bebas dari penjara, Hendra Gunawan pameran lukisan kelompok bertajuk nostalgia di Taman Ismail Marsuki Jakarta. Peserta pameran kelompok ini adalah pelukis Affandi, Barli Sudarso dan Wahdi.
Hendra Gunawan wafat pada usia 65 tahun, 17 Juli 1983 di Rumah Sakit Sanglah Denpasar Bali. Lukisan-lukisannya dan karya senirupa sejumlah pelukis Indonesia dipamerkan dalam pameran Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat (KIAS 1990-1992). Lukisan-lukisannya kini menjadi milik sejumlah kolektor. Harganya termasuk tinggi dalam lelang-lelang lukisan di dalam maupun luar negeri.
Dalam lelang lukisan tahun 1996, lukisannya berjudul Antri Mandir. Terjual seharga Rp. 2,3 Milyar. Tahun 2002 dalam lelang lukisan di Christie’s Hongkong, lukisan Hendra Gunawan berjudul Suasana di Denpasar terjual Rp. 4,3 Milyar. Tahun 2016, dalam lelang lukisan di Sothesby’s Hongkong, lukisannya terjual seharga Rp. 64 Milyar.
Setiap pelukis maestro memiliki penggemar fanatiknya sendiri. Lukisan-lukisan karya Affandi sangat digemari oleh pengusaha Raka Sumichan. Lukisan-lukisan karya Widayat sangat disukai oleh pengusaha Oei Hong Djien. Lukisan-lukisan karya Hendra Gunawan sangat disukai pengusaha properti kaya raya Ir. Ciputra. Sakin sukanya pada karya Hendra Gunawan, sang kolektor membuat patung-patung berdasarkan lukisan-lukisan karya Hendra Gunawan.
Lukisan-lukisan karya Hendra Gunawan unik. Figur-figur pada lukisannya dibuat distorsi, dengan proporsi lebih panjang dari proporsi yang semestinya.
Gaya ini mengingatkan kita pada gaya senirupa manerisme yang berkembang di Eropa pada zaman Renaisans pada abad ke-16. Suatu gaya dengan memanjangkan figur-figur manusia agar tampak lebih anggun dan indah. Dengan gaya ini, karya senirupa menjadi lebih enak dilihat.
Penulis; dosen pendidikan seni rupa dan pengelola Pusat Dokumentasi Seni Rupa Sumatera Utara.
Lukisan tentang sang pelukis
Ibu dan Anak di bawah pohon.
Seorang wanita memegang kepiting
Ayah dan Anak
Foto lukisan diambil dari tempat pameran