Menata Keramba Jaring Apung Danau Toba

Oleh: Frans Tumpu Simbolon SE. Kerambah Jaring Apung adalah sa­ana pemeliharaan ikan atau biota air yang mengapung diatas air. Fungsinya adalah untuk pembibitan atau budidaya ikan dan biota air laut, budidaya keram­bah jaring apung merupakan cara budi­daya ikan yang dapat dilakukan di laut, sungai ataupun di danau dengan kapa­sitas air yang cukup tinggi dan kualitas air yang cukup memadai.

Tujuan dibuatnya Kerambah Jaring Apung (KJA) adalah untuk memelihara atau membudidayakan ikan yang me­ngapung diatas air, sungai, laut danau dengan tujuan akhir adalah mening­kat­kan perekonomian dari pelaku bisnis tersebut

Banyaknya Kerambah Jaring Apung yang bertebaran di seputaran Danau Toba Samosir saat ini menjadikan pe­mandangan danau tektovulkanik ter­be­sar kedua di dunia setelah Danau Vic­toria, Afrika ini menjadi ku­rang in­dah karena bukan lagi melihat biru­nya air danau toba dan bersihnya air danau, tetapi kekumuhan danau yang da­pat kita lihat dengan mata telanjang. Ironinya bila memandang dari keting­gian, bukan melihat hamparan air yang indah, tapi malah adalah kerambah kerambah jaring apung yg bertebaran di sepanjang pesisir Danau Toba.

Peternakan kerambah jaring apung di se­putaran Danau Toba khususnya di Kabupa­­ten Samosir, berdasarkan pen­jelasan warga de­ngan alasan untuk me­menuhi kebutuhan hidup keluarga saja. Tidak untuk men­­cari keuntungan yang berlebihan. Kondisi tersebut menyu­litkan Pemerintah Kabupaten Samosir untuk menatanya.

Menurut Bupati Samosir Rapidin Simbolon, Pemkab membutuhkan biaya yang sa­ngat besar untuk memindahkan kerambah jaring apung ini sesuai zonasi yang ditetapkan pemerintah, sehingga menjadi sulit untuk menertibkannya. Ditambah lagi masih ada­nya perusahaan besar yang masih beroperasi dan men­cari keuntungan dengan memanfaatkan air Danau Toba yang diketahui izinnya masih berlaku sampai 2027 nanti. Hal ini menjadi alasan masyarakat untuk bertahan sebab sebagai penduduk asli. Bahkan mereka juga bisa berdalih, ke­napa ada perusahaan besar bisa ber­operasi bebas di Danau Toba, sedangkan masyarakat Samosir tidak bisa.

Polemik diatas dirasakan sangat mem­beratkan Pemkab Samosir saat ini, karena bila dilihat dari ketinggian ke­rambah jaring apung yang bertebaran sampai ke tengah danau, maka peman­dangan yang dahulu sangat indah dan sejuk, tapi sekaran ini sudah dikotori oleh kerambah jaring apung tersebut dan sa­ngat mengurangi keindahan Da­nau Toba.

Akan tetapi, sepertinya Pemkab Sa­mosir tidak mampu dan menutup mata terhadap persoalan mendasar bagi penataan danau indah tersebut. Justru terkesan abai dan membiarkan saja ke­rambah jaring apung bertambah terus dan mengotori air Danau Toba.

Menyulitkan

Dan sepertinya alasan masyarakat me­­nitik beratkan pada perusahaan besar yang beroperasi di Danau Toba sampai tahun 2027 dengan mengantongi izin resmi dari BKPM benar benar sangat menyulitkan Pemerintah Kabupaten Samosir saat ini. Bahkan perusahaan besar itu mengklaim bahwa bukan me­reka yang mengotori air Danau Toba, karena sistem pemberian pakan ikan yang mereka lakukan sudah teruji dan tidak mencemarkan air danau, sebab pakan yang dibuang digaransi habis dimakan ikan. Sama halnya de­­ngan masyarakat se­bagai pengusaha keram­bah jaring apung. Ternyata mereka pu­nya alasan sendiri dan mengklaim tidak mence­mar­kan air danau.

Pemerintah tidak berdaya mengha­dapi kondisi tersebut. Padahal Pe­me­rintah Kabupaten Samosir sudah me­nandatangani kese­pakatan zero keram­bah di wilayahnya tersebut, ternyata hanya angan angan belaka. Demikian juga dengan semboyannya yang me­nyatakan bahwa Pulau Samosir adalah negeri indah kepingan surga, akibat tidak ditertibkannya KJA sehi­ngga harus rela dijadikan mimpi indah di siang bolong saja.

Memprihatinkannya melihat ban­yak­nya kerambah jaring apung di Danau Toba, baik milik masyarakat maupun milik perusahaan. Seakan mendapat ‘lampu hijau’ dari Badan Lingkungan Hidup. Sebab pernah menyampaikan bahwa kondisi air danau masih dalam kondisi aman pencemaran serta belum melewati ambang batas yang ditentukan.

Padahal pada sisi sama, kalau kita amati air danau saat ini, baik di pinggir maupun di tengah danau sungguh sangat mencekam dimana kotoran pakan ikan banyak sekali berlalu lalang dibawa ar­us air dan menjadi pemandangan yang kurang baik buat wisa­tawan yang ber­kunjung ke Samosir khususnya yang menggu­nakan danau sebagai lalu lin­tasnya. Sebab bila melihat ke air danau, turis tidak disuguhkan panorama bawah air yang indah, tapi sangat jelas terlihat sisa sisa pakan ikan yang tidak habis dimakan ikan yang ada di ke­rambah jaring apung.

Kerambah jaring apung yang se­makin banyak jumlahnya di perairan Danau Toba jelas sudah melanggar UU RI No, 32 tahun 2009 tentang Per­lindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebab kondisinya sudah me­nyebabkan pencemaran air danau. Padahal Danau Toba sudah dite­tap­kan Presiden Republik Indonesia se­bagai salah satu dari 10 Destinasi wisata di Indonesia yang harus di jaga keber­sihannya.

Karena itu, keluarnya Peraturan Pre­siden Nomor 81 tahun 2014 tentang Ren­cana Tata Ruang kawasan Da­n­auToba dan sekitarnya merupakan harapan penting danau toba ini akan menjadi destinasi wisata terbaik dunia.

Karena itu sepantasnya kita mendu­kung langkah dari para pemangku kebijakan yang ada di se­putaran kawasan Danau Toba untuk mela­kukan pemba­hasan mengenai strategi pengendalian kawasan budidaya per­ikanan danau.

Adapun beberapa langkah yang ke­mudian penting untuk disampaikan adalah:

1. Menetapkan lokasi kawasan bu­didaya perikanan di Danau Toba ber­dasarkan kua­litas baku mutu air.

2. Melarang budidaya perikanan di wilayah perairan terbuka dari tepian hingga kedalaman 30 meter yang me­miliki fungsi utama sebagai habitat hewan dasar dan wilayah pemisahan ikan.

3. Mengendalikan budidaya perika­nan di perairan terbuka dengan ke­dalaman mulai dari kedalaman 30 meter hingga 100 meter pada wilayah outlet perairan danau toba de­ngan daya dukung dan kualitas air.

4. Mengendalikan budidaya perika­nan secara terbatas pada kedalaman diatas 100 meter sebagai zona pengurai/dekomposer ekosistem alami.

Karena itu, hasil kesimpulan di atas seharusnya dapat segera dilaksanakan dan di apresiasi oleh kepala daerah be­­serta jajarannya masing masing. Bila perlu, dapat me­ngundang para pakar pakar kerambah jaring apung baik dari kalangan akademisi maupun dari yang berpengalaman langsung tentang ke­ram­bah jaring apung sehingga dapat mendidik pengusaha kerambah jaring apung bagaimana melakukan budidaya perikanan dengan tidak mencemari danau. Dan yang lebih penting lagi se­gera melakukan/menetapkan zona lokasi untuk budidaya perika­nan dengan menggunakan kerambah jaring apung ini sehingga tidak bertebaran di hampir semua lokasi pinggiran Danau Toba.

Pada dasarnya masyarakat sebagai pengu­saha kerambah jaring apung yang mencari nafkah di perairan Danau Toba diyakini mau mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sepanjang diberlakukan sama dengan pengusaha yang lain dengan tidak ada perbedaan.

Mari kita tata kerambah jaring apung yang berada di Danau Toba sesuai zona lokasi yang ditetapkan pemerintah dan diatur jumlah kuotanya/jumlahnya sehingga dapat diawasi dengan baik. Karena itu sangat relevan filosofi suku Batak yaitu: Tao Toba Na Uli, Aek Na Tio, Mual Hangoluan.

Danau Toba merupakan danau yang memiliki sejarah penuh misteri dan keunikan tersendiri dan sangat menye­ntuh kehidupan budaya orang Batak. Oleh karena itu sudah seharusnya dijaga dan dilestarikan keinda­hannya oleh orang Batak, khususnya yang berada di kawasan Danau Toba, juga kepada pe­ng­usaha yang berinvestasi di kawasan Danau Toba umumnya.

(Penulis adalah Ketua Kadin Samosir)

()

Baca Juga

Rekomendasi